dalam 17 tahun hidupku --Kazehaya Kirito- di dunia ini. tak ada peristiwa aneh yang pernah terjadi. jangankan ditodong oleh lightsaber atau dihantam oleh sinar aneh yang ternyata adalah sihir. melihat hantupun aku tak pernah. ya, hidupku sampai saat ini sangatlah normal.
well, paling tidak sampai saat itu. malam itu aku pulang dari convenient store setelah membeli selusin kopi kaleng. hari ini adalah hari terkahir aku begadang jadi tak akan kusia-siakan kesempatan ini. sebelum masuk sekolah lusa, aku harus menyelesaikan Quest di Sword And Gun di konsolku. dengan semangat aku mempercepat langkahku sampai tiba-tiba seorang gadis menabrakku.
biasanya dalam anime-anime yang kutonton, kalau sepasang cewek dan cowok bertabrakan, maka keduanya akan jatuh. tapi aku baru sadar kalau adegan itu ternyata dilebih-lebihkan karena sekarang baik aku maupun gadis yang menabrakku tak ada yang jatuh. gadis itu mundur dengan panik dan kemudian menatapku.
"Gomenasai," katanya sambil membungkukkan badan.
"eh...tak apa, tak apa," kataku.
setelah bertukar beberapa kata maaf kami melanjutkan perjalanan kami ke tempat yang berlawan atau begitu yang kupikir.
langit berubah, pikirku. Seakan langit adalah kubah tertutup, sebuah segel yang pernah aku lihat di buku ayahku terlikis di langit dengan garis-garis cahaya biru pucat. Kunci yang tergantung di leherku terasa hangat, kunci pemberian ibuku sebelum kematiannya.
Apa yang terjadi?
Kekagetanku tak berhenti di situ. Dari tempatku berdiri sekarang, seekor ular naga muncul di langit. Kulitnya hitam legam dengan dua pasang kaki dan sepasang sayap. Ular naga itu melilit sebuah menara air di tengah kota.
Apa ini?
"Tch...kenapa di saat seperti ini."
aku kira semua orang menghilang dari 'dunia' ini. ternyata gadis yang menabrakku tadi berdiri di tempatnya menatap sang naga.
"apa yang terjadi?" tanyaku.
"EH? kenapa kau ada di sini?" gadis itu tampak terkejut, "siapa kau?"
"Kazehaya Kirito, salam kenal!" kataku sambil tersenyum.
"Bukan itu, bodoh!" gadis itu tampak marah, "Siapa kau sampai bisa masuk ke Restricted Area?"
"Restricted Area?" aku menerima kata-kata bahasa inggris itu di telingaku dengan bingung.
“Aaah! kita akan bicara nanti. sekarang kalau kau tak ingin terlibat lebih baik menjauh dari sini,” kata gadis itu dingin, “kau hanya manusia,” gadis itu kemudian melompat dan kembali melayang. Cahaya menyelimuti tubuhnya dan sepasang sayap malaikat muncul di punggungnya.
Siapa dia? Apa sebenarnya naga itu? berbagai pertanyaan memenuhi otakku. Aku tetap melihat pertarungan gadis berambut biru itu dengan sang naga raksasa. Sampai kemudian.
Gempa?
Aku terjatuh ke tanah dan kemudian melihat ke samping kananku. Bukan gempa.
Sesosok raksasa dengan tinggi setara dengan gedung 4 lantai mendekatiku. Sial! Apa yang harus aku lakukan? Aku berlari, namun langkah raksasa yang lebih besar dariku semakin mendekat. Apa mau raksasa gila itu!
Aku tersandung kaleng kopi dan jatuh dengan brilian. Inilah kenapa kita harus membuang sampah pada tempatnya, di saat yang tidak tepat sampah-sampah itu akan mencelakanmu. Dalam posisi duduk, aku berbalik melihat raksasa itu hendak menangkapku. Apakah aku akan mati?
Papa! Kau tak boleh mati!
Dan kemudian sebuah cahaya muncul dari kunci yang aku pakai sebagai kalung. Aku terkejut dan rasa hangat mengalir ke seluruh tubuhku. sang raksasa tampaknya juga terkjut melihat cahaya itu. cahaya itu kemudian berkumpul di depanku, membentuk tubuh seorang gadis berumur 9 tahun dengan rambut putih selutut dan tinggi hanya sampai dadaku.
Ia menatapku, wajahnya yang manis mirip dengan gadis berambut biru yang sekarang sedang bertarung dengan naga di menara air sementara matanya yang biru mirip dengan mataku. Kenapa aku merasa seperti punya anak, ya?
Ia memakai pakaian yang sama denganku, celana jeans longgar, T-shirt lengan panjang bewarna putih dan mantel hitam.
“Mundur!” suara gadis itu mengingatkanku pada almarhumah ibuku. Dengan berani ia mengacungkan dua jarinya pada sang raksasa, “kami bisa memusnahkanmu dari bumi ini, jangan lukai kami atau kami akan memusnahkanmu!”
“eh, apa?” aku terkejut dengan perkataannya.
Raksasa itu tertawa tanpa suara. Ia kemudian menatap kami dan memukulkan tangan kanannya. Di luar dugaan, gadis kecil di depanku menangkap tangan raksasa itu dan kemudian membantingnya seakan raksasa itu bukan apa-apa.
Gadis itu kemudian memasang menunjuk monster itu lagi.
“dengan nama Kazehaya Kirito,”
Hei! Apa yang kaulakukan dengan namaku!
“Aku memerintahkan terbukanya pintu neraka, kembalikan perwujudan dosa ke asalnya, kunci dia di bagian terdalam neraka!” katanya lantang.
Eh? Memangnya siapa aku?
Kemudian sebuah lubang muncul di langit, dari lubang itu seuah tangan yang terbentuk dari api menangkap sang raksasa. Bahkan tangan itu mampu menggenggam dengan raksasa. Sepertinya tangan raksasa itu mengikuti gerakan gadis yang ada di hadapanku. Gadis itu menarik tangannya ke belakang dan bersamaan dengan itu tangan api raksasa itu menarik sang raksasa ke dalam lubang besar itu.
“Tangkap naga itu juga!” kataku.
“Ryo kai!” gadis itu kemudian meghadap menara air.
Mengikuti gerakan tangan gadis itu, tangan api dari dalam lubang menangkap sang naga besar. Cahaya biru cerah yang adalah gadis berambut biru mundur dari pertarungan. Naga itu meronta namun akhirnya dimasukkan juga ke lubang itu.
“Atas nama Kazehaya Kirito! Tutup kembali gerbang neraka!” dan kemudian lubang itu menghilang.
Gadis berambut biru mendarat di hadapanku.
“Kazehaya Kirito, kan?” gadis itu menatapku, “siapa kau sebenarnya?”
“aku Cuma manusia biasa,” jawabku ragu, "paling tidak sampai beberapa menit yang lalu."
“Bukan!” gadis kecil berambut putih itu protes, “papa bukan manusia biasa, papa adalah penyihir!”
“penyihir?” aku menatap gadis itu bingung, “hei! Dan kenapa kau memanggilku papa?”
“oh…jadi ini familiar? Langka sekali familiar berbentuk manusia.”
“dan siapa kau?” aku bertanya, “bukan, siapa kalian? Apa yang terjadi di sini?”
“Kagemiya Sora, Sin Hunter,” ia memperkenalkan diri, “aku tak bisa menjelaskan apa yang terjadi di tempat seperti ini dan bahkan kau tak punya pengetahuan dasar,” ia menghembuskan nafas, “tapi anehnya kau punya kekuatan sebesar ini.”
Kemudian aku menatap si gadis kecil berambut putih.
“Dan kau adalah?”
“anakmu!” katanya bangga, “aku lahir dari kekuatan sihir Papa. Papa adalah penyihir yang menyimpan kekuatan besar dan aku lahir dari kekuatan itu. dan kau belum memberiku nama.”
“err……” aku menatap Kagemiya-san, “apa dia serius? Aku mulai tak bisa membedakan mana yang normal dan mana yang tidak.”
“dia familiar, jelas saja di serius.” jawabmu cuek.
“uh…” aku berpikir sejenak dan kemudian mengambil nama ibuku, “Kana!”
“Kana?” gadis itu menatap telapak tangannya dan menulis namanya di sana, “nama yang bagus!” ia tersenyum senang.
“aku masih tak bisa mempercayainya,” aku memegangi kepalaku.
Sora lalu menunjuk langit dan cahaya-cahaya pucat di langit masuk ke telapak tangannya. Seketika keadaan sekeliling kembali normal. Orang banyak yang kehujanan, aku basah kuyup semuanya kembali bergerak.
"bisakah kita bicara sebentar malam ini?" tanya Kagemiya-san
"Er...tak masalah," kataku.
kami bertiga kemudian meninggalkan tempat itu dan aku melupakan selusin kopi kalenganku.
#