Bab 1 - Kepercayaan yang Terluka

1.4K 34 0
                                    

Sebuah taksi melesat menembus keramaian jalan pagi ini. Seorang perempuan duduk di kursi belakang, memandang aktivitas di luar jendela kaca mobil yang menghalangi pandangannya. Anak perempuan berusia dua tahun tertidur pulas dalam pangkuannya. Sesekali tangannya mengelus rambut anak itu tanpa sekalipun mengalihkan perhatiannya.

Bulir air mata menetes menganak sungai di pipinya yang mulus. Hatinya berkecamuk berperang dengan perasaannya sendiri. Ia mengangkat tangan kanannya, menopang kepalanya dengan telapak tangan. Mencoba menggali memori usang yang tak pernah ia sangka akan berakhir seperti ini jadinya.

Andini nama perempuan itu, atau yang akrab dipanggil Dini, mencoba mengingat kembali saat ia memaksa Andika atau Dika—suaminya yang berprofesi sebagai tentara—untuk sepakat tidak akan ikut tinggal di rumah dinas mereka setelah menikah. Andini memilih tetap tinggal di kampung halamannya untuk bekerja. Meskipun berulang kali Andika memohon agar Dini melepaskan pekerjaannya, namun Dini tetap berpegang teguh pada pendiriannya—tidak akan melepaskan pekerjaannya. Dika mengalah, dan harus menerima kenyataan mendapatkan cap sebagai bujangan beristri—sebutan untuk mereka yang sudah menikah akan tetapi memilih tinggal berjauhan.

Tiga tahun menikah, ujian besar itu kini menimpa rumah tangga Andini yang selama ini dianggapnya baik-baik saja. Semua berawal dari keisengan Andini membuat akun di salah satu media sosial. Hal yang selama ini ia dan suaminya sepakati tidak akan pernah menyentuh apa pun bentuk dari media sosial yang banyak ditawarkan di zaman modern ini. Semua demi menjaga keharmonisan mereka. Tapi, dari media sosial pula Dini harus mengetahui kenyataan pahit.

Sebuah akun yang baru saja ia konfirmasi pertemanannya, memunculkan sebuah foto, sebuah foto yang akhirnya menghancurkan hatinya sendiri.

Semoga hubungan kita harmonis selalu, ya, Mas.

Tulisnya pada keterangan foto tersebut. Foto yang pose seorang laki-laki berdiri memeluk pinggang perempuan muda yang ada di sebelahnya. Keduanya tersenyum menatap ke arah kamera dengan latar pantai berpasir putih.

Andini meradang, dunianya terasa gelap menelisik hati yang dipenuhi dengan tanda tanya. Tangannya bergetar saat mengetik komentar pada kolom yang tersedia.

Suaminya, ya, Mbak? serasi sekali.

Tulis Andini dengan dada bergemuruh.

Tidak lama, ting...!!! Ponselnya berbunyi, sebuah balasan dari akun tersebut muncul di layar ponselnya. Dengan dada berdesir berlautkan amarah, Andini membuka ponselnya.

Belum, Kak, kami masih pacaran, belum menikah. Doanya, ya, Kak.

Deg. Rasanya jantung Andini berhenti berdetak saat itu juga. Bagaimana tidak, ia sangat mengenal lelaki yang diakui perempuan itu sebagai kekasihnya. Lelaki yang selama ini berperan sebagai ayah dari anak perempuannya. Suami yang sangat ia percayai, sangat dikasihinya.

Andini melempar ponselnya di atas tempat tidur, menyandarkan tubuhnya di pinggir ranjang. Air matanya tumpah. Hatinya hancur, kepercayaan yang ia bangun selama ini sirna dan terluka. Menguap bagaikan uap air yang mengudara diterpa angin hingga tak berbekas.

Dikayang tidak pernah absen memberikan kabar, bertanya apakah sudah makan apabelum, yang selalu memburunya dengan ucapan sayang dan kangen. Semuanya hanyakamuflase untuk menutupi pengkhianatan atas janji suci pernikahan mereka. 


*


"Mbak baik-baik saja?" tegur sopir taksi melihat penumpangnya menangis melalui kaca spion di atasnya.

Lamunan Andini buyar, ia kini harus menerima kenyataan bahwa suaminya tidak lagi setia. Andini cepat-cepat mengusap air matanya.

"Iya, Pak, saya baik-baik saja. Nanti berhenti dulu, ya, Pak, di pos penjagaan, saya akan melapor dulu. Dan tolong buka kaca jendela mobilnya." Andini memperingatkan.

Ladang Pahala yang Terabaikan by Dian NoviantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang