Panas menyengat menimbulkan rasa terbakar di kulit siang ini, akan tetapi tak menghentikan langkah kaki prajurit-prajurit hebat itu untuk terus berlari mengitari lapangan. Tangan dan kakinya bergerak selaras hingga beberapa kali putaran. Andika berjalan ke pinggir lapangan dengan napas tersengal setelah menyelesaikan dua puluh putaran untuk bergabung dengan rekan-rekannya yang sudah lebih dahulu beristirahat.
Bajunya basah oleh keringat, dengan napas yang masih sedikit ngos-ngosan, Dika duduk sejajar dengan Bagus—tetangga sekaligus kawan baiknya.
"Istrimu cuti kerja, Dik?" Tanya Bagus.
"Enggak, Gus, dia sudah berhenti kerja, sekarang tinggal di sini bersamaku," sahut Dika sambil meluruskan kakinya. Menepuk kedua tanganya yang terkena rumput kering.
"Wah, bagus dong, Dik, jadi ada temennya, bukan bujang beristri lagi," ledek Bagus nyengir kuda.
"Yang jelas pasti gak bagus buat Sella. Ya kan, Dik?" timpal Boni, salah satu kawan lettingnya juga, sambil cengengesan menggoda Dika.
"Nah, itu dia, mana kemarin istriku nemu ponsel yang aku pake buat hubungin Sella." Dika menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Terus gimana? dibuka sama istrimu?" Tanya Boni kepo maksimal.
"Iya, ketahuan gak?" Bagus menimpali ikut-ikutan kepo.
"Katanya dia menemukan ponsel itu dalam kondisi mati, padahal seingatku ponsel itu aku tinggalkan dalam kondisi batre penuh."
"Loh, bagus kan, kamu gak ketahuan," sahut Boni senyum-senyum.
"Hah, entahlah, mana nanti sore aku janji mau ketemu Sella. Mau bikin alasan apa sama istriku?" keluh Andika kemudian menyandarkan tubuhnya di pohon yang ada di pinggir lapangan.
"Repotnya orang selingkuh," komentar Rendi yang sedari tadi memilih diam dan mendengarkan obrolan teman-temannya.
Ketiganya menoleh pada Rendi sambil tertawa.
"Kalau gak repot namanya bukan selingkuh, Ren," ujar Boni terkekeh.
"Ya kalau aku mending jomblo, daripada harus repot-repot merawat selingkuhan. Yakin deh Dika sedikit banyak keluar duit buat selingkuhannya. Iya apa iya, Dik?" tanya Rendi melirik reaksi Dika.
"Eh siapa tuh?" tunjuk Boni pada seorang perempuan di pinggir lapangan jarak sepuluh meter dari tempat mereka duduk.
"Bukannya itu istrimu, Dik?" ucap Bagus setelah memperhatikan beberapa saat.
Dika menoleh memandang arah yang dimaksudkan. "Oh, iya, itu istriku," Dika beranjak dari duduknya. Kemudian berjalan menghampiri Andini.
"Busyet, Dika gak salah demi Sella mengkhianati istrinya yang cantik begitu?" cetus Boni begitu mengetahui istri kawannya itu begitu cantik. Tubuhnya langsing, postur tubuhnya juga tinggi, dengan rambut panjang sampai di pinggang, belum lagi dengan dandanan modisnya. Membuat Andini terlihat menawan.
Andini sebelum berhenti bekerja adalah seorang fashion stylist. Urusan fashion, bisa dibilang sudah menjadi makanan sehari-harinya. Tidak heran jika dulu Andika jungkir balik mengejar cinta Andini. Tapi kenyataannya meskipun istrinya terlihat sempurna. Memiliki profesi yang bagus dengan gaji yang bagus, cantik, sudah bisa memberikannya seorang putri, seharusnya sudah cukup bagi Dika untuk lebih bersyukur dan menjaga cinta mereka. Namun, nyatanya ia mengkhianati istrinya demi Sella yang bahkan belum menyelesaikan kuliahnya hanya karena Andini memilih tinggal berjauhan dengannya. Merasa hidupnya kesepian, lalu bukannya membujuk istrinya agar mau tinggal bersama tapi justru ia memilih mencari wanita lain sebagai penghilang rasa sepinya. Sekarang dirinya dalam masalah. Masalah yang sewaktu-waktu bisa saja menghancurkan pernikahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ladang Pahala yang Terabaikan by Dian Novianti
عاطفيةSejatinya menikah adalah keikhlasan dalam menjalaninya. Mengeruk sebanyak-banyaknya pahala bersama dengan pasangan. Akan tetapi tidak semua pasangan suami-istri ditakdirkan untuk tinggal dalam satu atap. Memilih bertahan dengan jarak artinya adalah...