1. Revenge [DKS Ver] - pt. 4

389 67 3
                                    

2011

Lalu lalang individu maupun kelompok mungkin menjadi pemandangannya akhir-akhir ini. Setelah menemukan jalan tikus menuju atap sekolah, tempat ini tidak bisa sembarang orang yang boleh memijak, karena banyak kasus bunuh diri jadi ditutup. Kini tempat itu berubah menjadi menyenangkan menurut Nayoung. Semuanya terasa sepi dan menenangkan, tanpa cemoohan orang, juga tanpa orang yang mengganggunya.

Sudah setahun lamanya atap sekolah ini menjadi tempat tujuannya disaat jam istirahat. Tempatnya menyendiri dan menjernihkan pikirannya. Seiring berjalannya waktu, ia mulai menilai kekalahan. Hwani cukup berpengaruh akan ini. Di semester ini pun ia tidak masuk peringkat untuk kembali di kelas A, ia akui menjadi lebih banyak pikiran semenjak di kelas reguler. Tapi itu bagus, artinya ia tidak bertemu Do Kyungsoo---dia tetap di peringkat satu, atau orang-orang yang menjatuhkan satu sama lain di kelas haus peringkat tersebut. Kelas A lebih kejam dan apatis kalau ingin tahu.

Hwani memberikan teropong yang sudah tak terpakai. Omong-omong itu adalah mainan Hwani saat kecil. Alasan Nayoung mengambilnya merasa tak berguna lagi bagi Hwani. Ia sudah seperti paparazi yang mencari berita, memata-matai seseorang dari kejauhan---meski niatnya tak seperti itu.

Dia bisa melihat Do Kyungsoo yang tenang dengan setumpuk kertas bernama buku, Nayoung bisa mengira itu tebalnya hampir lima ruas jari. Lalu, tiba-tiba segerombolan perempuan tak beretika kembali datang padanya, dan melempar buku itu sembarang arah. Tapi, Do Kyungsoo hanya diam. Seorang seperti Do Kyungsoo tidak akan mengotori tangannya bukan?

Sepasang orang berpacaran yang bermesraan ria terakhir ini tidak luput dari teropongnya. Dan para lelaki populer yang bermain bola basket membuat para gadis bodoh berteriak histeris. Hwani yang tenang di taman dengan seekor kucing juga menyapa penglihatannya.

Ia menjauhkan teropong tersebut dari wajahnya, napasnya berembus jengah, ia mulai bosan. Jadi ia memilih pergi kemana pun asal bukan di sini.

Tungkainya melangkah dengan tenang menyusuri lorong menuju kelas, arloji lusuhnya yang sedikit retak itu akan menunjukan pukul sepuluh, jam masuk.

"Lee Nayoung, tolong ambilkan buku tugas di meja saya. Meja saya dekat dengan ruang kepala sekolah." Nayoung mengangguk pelan, menerima perintah guru bahasa inggrisnya itu.

Ketukan pintu menyapa pendengaran orang-orang di dalam ruangan. Kakinya mendekat meja dekat kepala sekolah setelah diizinkan masuk.

"Oh? Tuan Do? Saya sudah menerima lemari es barunya. Terima kasih. Ya, tenang saja. Do Kyungsoo murid yang pintar."

Nayoung menggenggam tumpakan buku itu.

Ia tak menyangka bahwa selama ini Do Kyungsoo benar-benar sekotor itu.

___

Alisnya mengerut begitu mendapatkan benda-benda asing di sekitarnya, seumur hidupnya belum pernah sekalipun menginjak tempat ini.

Ruangan dengan nuansa krim dan peralatan yang entah apa namanya berwarna silver dan hitam. Sangat elegan, Hwani merekomendasikan tempat ini tapi ia menolak saat diajak. Nayoung akan berkilah dengan kesibukannya.

"Permisi Nona." Seorang wanita dengan atasan kemeja merah yang pas dengan bawahan rok hitam yang membentuk kaki jenjangnya menyapanya dengan ramah. Nayoung tersenyum kikuk.

"Anda ingin perawatan rambut, kuku atau pijat?" Nayoung menggeleng, ia menunjukan selembar kertas.

"Buatlah aku mirip dengannya."

Pelayan tersebut menatapnya bingung, sebelum akhirnya mengangguk, wanita itu takut membuat pelanggannya tersinggung.

Kertas tersebut tertempel di cermin tempat ia menatap refleksi wajahnya yang kumal.

"Kau bisa bukan?" Netra tajamnya menatap pria dengan perangai kemayunya siap melayaninnya.

"Of course, Ma'am. Everything gonna be perfect." jawab pria tersebut dengan bahasa inggris pas-pasan.

Pria itu mulai, kini bajunya sudah ditutupi kain berwarna abu yang berguna untuk menghindarkan serpihan rambut yang akan mengenai bajunya. Nayoung tidak tahu apa namanya

"So, who is she?" tanyanya pada Nayoung.

Nayoung melepas kacamatanya. Dan membuat pria yang lebih pantas disebut lady boy--mungkin--itu hanya ternganga.

"Impossible." Dia kembali bicara dengan nada yang dibuat-buat seperti ... entahlah, itu terdengar menganggu pendengaran.

"She is my sister, my twin."

___

Lantunan lagu berirama sedih memenuhi kediamananya. Rumahnya, tepatnya ruang tamu dalam sekejap menjadi penuh bunga. Itu mungkin terlihat bagus jika saja orang-orang tidak mengenakan pakaian serba hitam, menatapnya penuh senyum bukan air mata.

Do Kyungsoo menyukai bunga meski jenis-jenisnya hanya tahu sebatas mawar, lili, matahari. Taman belakangnya memiliki kebun bunga kecil dalam rumah kacanya. Almarhum Ibunya suka sekali bercocok tanam, apalagi berbau dengan tanaman hias seperti bunga.

"Saya turut berduka cita atas kepergian Ibu Anda."

Air mata orang-orang mungkin telah menetes dan bercucuran. Tapi Do Kyungsoo masih bergeming. Otak cemerlangnya tiba-tiba melambat setelah dokter yang menangani Ibunya menyatakan orang yang paling ia sayangi sudah pergi.

Ayahnya duduk disampingnya dengan wajah biasa saja, walau sebenarnya pria paruh baya tersebut menelan ludahnya saja sukar rasanya. Mungkin prinsip mereka berdua adalah, 'seorang pria tidak boleh cengeng'.

Mata bulat Kyungsoo menatap guci yang berisikan abu yang disimpan di depan foto almarhumah Ibunya yang tersenyum.

"Ibu...." Lirihnya tak kuasa bersuara.

Pandangannya kembali memandang pelayat yang datang. Itu teman-teman sekolah dan para guru. Anehnya Park Ahyoung dan kedua temannya pun datang dengan pakaian serba hitam yang modis, ia memberikan setangakai bunga berwarna putih dan tak lupa penghormatan terakhir.

Tungkainya menegak seketika, dan tangannya menarik lengan Park Ahyoung paksa, menjauh dari area pemakaman. Ia membawa gadis itu ke rumah kaca.

"Mau apa kau kemari?!" tanya Kyungsoo setelah menghempaskan lengannya kasar.

"Kau pikir aku tidak punya hati untuk berduka atas kematian ibumu?" Ahyoung membalas tatapan tajamnya.

"Punya hati?"

"Apa yang dimaksud punya hati adalah membunuh seseorang?"

"Maksudmu?"

"KAU MEMBUNUH IBUKU!"

"Aku?" Bibir menyebalkan itu mengeluarkan tawa remeh seperti biasa.

"Kau punya bukti apa telah menuduhku yang tidak-tidak?"

Kyungsoo mengutak-atik ponsel dengan wajah datar menahan kekesalan, lalu menunjukan rekaman kamera pengintai yang terlihat jelas. Dengan sigap, dirampasnya ponsel itu dari tangan Kyungsoo.

"Ini kau! Kau punya potongan rambut yang sama. Dan lihat, ini tasmu!"

"Tidak! Ini bukan aku! Aku berani bersumpah!"

REVENGE ㅡ DKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang