BAB I: Baron
Hari itu adalah Jumat. Tepatnya Jumat pukul 10.45 malam.
Di Ibu Kota, sebagian warga memilih menghabiskan waktu dengan mencari hiburan di bawah remang-remang dan di balik kegelapan malam seperti bar, klab disko, tepi jalan-jalan arteri, bioskop, atau tempat karaoke.
Lain halnya dengan Baron, laki-laki berusia 25 tahun ini terpaksa bertahan di hadapan meja kantornya selama 15 jam terakhir. Hamparan dokumen nyaris menutup notebook miliknya. Meskipun tampak tak beraturan, letak-letak dokumen tersebut memiliki makna tersendiri baginya, memberi petunjuk untuk menyelesaikan tugas Baron sebagai penyelidik di perusahaan asuransi.
Ketika bolpoin di tangannya terjatuh, Baron baru sadar bahwa selama lima menit ini dia hanya memutar-mutar benda tersebut di tangan tanpa tujuan. Ia membiarkan bolpoin tersebut tetap menggelinding menjauh darinya di atas karpet.
"Apa yang sedang kulakukan," geram Baron letih, tangan kanannya otomatis mengusap wajah yang berminyak. Dia sudah menghabiskan waktu di sini terlalu lama, itu yang dia lakukan. Dan untuk apa? Tidak ada kemajuan setitik-pun yang diperolehnya selama dua jam terakhir. Klaim tersebut masih tampak sah, seperti pengakuan yang dibuat nenek itu pagi tadi di hadapan Baron dan Haris, atasan Baron.
Tetapi, tentu saja, seperti peringatan Haris: sebelum semua bukti terkumpul, pihak perusahaan harus tetap skeptis dan mencari kemungkinan penipuan dari klaim yang dibuat klien.
Tidak ada yang terlewat. Aku sudah selesai memeriksa semuanya sejak pagi.
Tapi itu bohong, kata suara lain di dalam kepalanya. Baron sadar ia terus-menerus menghindar dari keharusan untuk membaca berkas hasil pemeriksaan dokter yang tebalnya mencapai 50 halaman.
Haruskah aku membacanya? Kemungkinan untuk menemukan sesuatu di sini kecil sekali dibanding usahanya.
Baron terlonjak ketika Blackberry miliknya bergetar di samping meja. Baron mengambil benda tersebut dan membuka pesan yang masuk.
From: Gaby
"Kamu di mana, Ron? Reuninya sudah selesai. Kau lupa kita ada reuni SMA jam 8 tadi?"
Sebetulnya, Baron ingat betul tentang reuni tersebut. Acara reuni SMA ini sudah direncanakan sejak dua bulan lalu di sebuah grup WhatsApp khusus. Baron sudah menunggu-nunggu kesempatan bertemu lagi dengan kawan-kawan lamanya seperti Adam dan Samson. Walaupun demikian, seminggu terakhir ini Baron sadar kesempatan tersebut harus ditunda gara-gara tugas kantor yang menumpuk.
To: Gaby
"Sori. Tunggu aku di sana, sebentar lagi kujemput."
Sent.
Apa boleh buat, kata Baron dalam hati, tangannya bergerak mengumpulkan kertas-kertas seraya bangkit. Terpaksa dia membawa dan menyelesaikannya akhir minggu ini di apartemen. Gaby pasti akan jengkel karena Baron lagi-lagi gagal menyediakan waktu santai untuk mereka.
Kalau kujelaskan baik-baik..
Dia akan tetap marah, pikir Baron lesu. Dirinya sudah membatalkan janji jalan-jalan terlalu banyak di bulan ini. Baron tahu dia terlalu ambisius belakangan. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupannya semakin terganggu semenjak dia mendapatkan kenaikan jabatan.
Setelah membilas wajahnya di toilet, Baron berjalan cepat menuju koridor elevator yang gelap. Saat itu dia tinggal sendiri di lantai gedung tersebut, semua karyawan sudah kembali sehingga lampu-lampu dimatikan. Baru sedetik ia menekan tombol panggil elevator, teleponnya berdering.
Baron mengepit tas kerjanya, mengeluarkan HP. "Halo, Gaby?"
"Kamu di mana?" tuntut suara Gaby dari telepon. "Pestanya sudah selesai barusan. Semuanya mencari kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Petak Umpet Minako
HorrorSerombongan muda-mudi mengunjungi gedung sekolah lama mereka untuk bernostalgia. Ketika seseorang di antara mereka mengusulkan sebuah permainan pemanggilan arwah, firasat Gaby mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi, sehingga dia menelepon kekasi...