banyak yang koment kalo part ini ga bisa dibaca. so, q post lagi yak
-----
Karel pov
Aku memejamkan mata. Rasanya tiap denyutan dikepala terasa menyakitkan. Jalanan di Ibukota, tepatnya dihadapanku mulai berpendar dalam gelap. Tapi tak menyurutkan pikiranku untuk terlelap. Sekarang aku memang sedang duduk di lantai beralas karpet di depan jendela.
Tanganku menggapai-gapai botol dan menuangkannya kedalam sloki. Mataku memang sudah kabur. Tapi pikiranku masih tajam. Sekali lagi, aku tenggak minuman itu. Rasa terbakar di tenggorokan membuat tubuhku menghangat di malam yang dingin ini.
Nafasku terengah.
"Dia tahu tentang kita."
"Fiandra tahu hubungan kita sejauh apa. Maka dari itu dia mundur dan menerima lamaran pertama yang datang. Dia tidak pernah mengaku kalau dia tahu dan lebih memilih bilang kalau Erfan lebih dari segalanya agar dia masih memiliki harga diri didepan kita. Itu kenyataannya. Dan ala an itu barulah khas Fiandra. Erfan tidak salah apa-apa."
"Dulu mungkin kamu laki-laki yang paling aku cinta. Tapi sekarang tidak lagi."
"Semua tidak ada hubungannya dengan Erfan. Dia datang setelah cinta itu hilang. Ini bukan salah Erfan. Apa kamu tidak pernah berfikir kalau kamulah yang menyebabkanku pergi?"
kamulah yang menyebabkanku pergi ... kamulah yang menyebabkanku pergi.... kamulah yang menyebabkanku pergi
Kepalaku berdenyut makin menyakitkan. Ingatan itu membuat kepalaku mau meledak. Dadaku sesak. Dan air mataku jatuh berserak. Nyaris seperti banci yang patah hati.
"Fiandra hamil."
Tanganku meremas sloki itu keras. Tanpa sadar, gelas itu pecah dalam genggamanku. Darah menetes dari telapak tangan, tapi anehnya aku menyukai sensasinya. Sakit ditanganku bisa mengalihkan rasa sakit di hatiku.
Perlahan, aku menyenderkan punggungku di sofa.
Fiandra ...
Rasanya nama itu sudah sangat lama sekali tak kudengar. Segala daya upaya yang aku lakukan rasanya membuatku lelah sekali...
Aku pernah merasakan kehilangan. Bukan hanya sekali. Tapi berkali-kali. Kehilangan seperti sahabat. Yang selalu menemaniku dan membuatku kuat. Tapi tidak kali ini.
Kehilangan ini pekat.
Aku berpikir, Fiandra akan selalu mempertimbangkan bahwa perasaan kami pernah ada. Bahwa itu cukup kuat agar dia kembali kepadaku lagi. Tapi kini aku sudah tak tahu harus bagaimana.
Saat dia menatapku kecewa. Saat dia menangis melihat betapa jahatnya aku ...
Ponselku tiba-tiba berdering. Aku membiarkannya lama. Tapi saat panggilan kedua, terpaksa aku merogoh saku celanaku dan mengangkatnya.
"Ya ..."
"Lama."
Aku tersenyum. Adikku itu terkadang bisa manja kalau dia mau. "Ada apa?"
"Siap untuk besok kan?"
Besok adalah persidangan pertama kami. Aku tak lupa fakta itu. Hanya malas untuk mengingatnya. "Tentu saja. Aku Suhu-mu. Lupa?"
"Rel ... kalau kamu ingin berhenti ... sekarang saatnya. Karna setelah ini, mungkin tidak akan ada kesempatan lagi untuk mundur."
Aku menelan ludah dengan susah payah.
"Lagu yang kau nyanyikan kemarin untuk Fiandra ... itu ... sungguh-sungguh kan?"
Air mata menetes lagi dari sudut mataku. Kutengadahkan wajahku menatap batas jendela dan langit. Tidak tahu. Aku menyanyikan lagu itu hanya karena aku tak ingin dia membenciku lagi. Aku tak mau dia menatapku dengan tatapan benci lagi. Aku ingin dia mengampuniku. Tersenyum lagi padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU
ChickLitApa cinta itu segalanya? Tidak cukupkah hanya dengan aku berada disampingmu dan selalu setia kepadamu? Kenapa kau memintaku mencintaimu kalau akupun tidak berharap kau mencintaiku? Karena bagiku, cinta adalah perasaan sentimentil seseorang yang tida...