PROLOG

18 2 0
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Beberapa tokoh dan tempat semata-mata hanya ciptaan penulis. Kesamaan alur, nama,  kejadian, dan lainnya merupakan kebetulan tanpa ada unsur kesengajaan sama sekali. Dilarang keras mengcopy, menjiplak, meremake, atau menulis ulang cerita ini tanpa seizin penulis. Kalo masih ada yg batu, saya sumpahin kamu jomblo seumur hidup. Terima kasih

.
.
.
.
.

PROLOG

Jakarta, 30 Agustus 20xx

Tara menatap langit-langit kamarnya dalam kegelapan. Sesekali ia menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Berharap sesuatu yang mengganjal di hatinya menghilang bersamaan dengan gas karbondioksida yang ia hembuskan.

Namun, rasa itu tetap ada. Rasa yang mencekik kerongkongannya. Rasa yang membuatnya menderita bahkan sejak sebulan yang lalu.

Rasa itu….

adalah rasa sakit yang harus ia derita akibat sebuah pengkhianatan.

Tara terdiam.

Lagi, untuk kesekian kalinya tanpa sadar Tara menangis. Selalu begitu, air matanya selalu mengalir turun bahkan tanpa persetujuannya. Namun kali ini ia memilih diam, membiarkan tetesan air itu turun dan mengalir sesukanya.

Saat dirasanya cukup, Tara mengusapnya sebelah pipinya kasar.

“Sialan.” Umpatnya pelan.

Ia bangkit dari tidurnya dan terduduk ditepi ranjang. Termenung sebentar sambil memandangi jejeran ubin merah muda yang ada dikamarnya ditemani cahaya lampu tidur yang ada diatas nakasnya.

Tara menarik napas lagi. Diraihnya segelas air putih yang ada diatas meja dan menenggak isinya hingga tandas. Tanpa sadar jari-jarinya menggenggam gelas bening itu erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Ternyata seberat itu melepaskan.

Tara sadar, sekeras apapun bibirnya mengatakan jika ia baik-baik saja, namun kenyataannya itu tidaklah merubah apapun yang ada dihatinya.

Ia masih terluka.

Dan semua orang tahu itu.

Diletakannya gelas bening yang hampir ia lemparkan ke dinding itu kembali ke atas meja. Tiba-tiba merasa sayang jika lagi-lagi ia harus memecahkan benda itu untuk kesekian kalinya.

Saat ia meletakan gelas itu kembali ketempatnya, tanpa sadar kedua matanya menangkap setumpuk kertas yang tergeletak disamping sebuah figura kecil. Diraihnya beberapa lembar kertas yang berada ditumpukan teratas.

Tara memandanginya beberapa saat sambil menggenggam erat lembaran kertas itu.

Kertas itu…


Adalah tiket untuk kehidupan yang baru miliknya.

.
.
.
.
.


Author Notes :

Haloooo everyone…!!! Mau curhat sebentar ya.

Ini adalah cerita pertama gue.

Sekalinya bikin cerita langsung nyoba fanfic. Edan emang.

Pernah nyoba bikin teenfiction, tapi kayaknya udah ga sesuai sama umur asli gue. Jadi pas setengah jalan tiba-tiba gue mikir : “Idih anjir, apa banget sih gue?”

Terus nyoba bikin romance. Dan gue be like : “Syit lah, romance macam apa ini?”

Akhirnya gue bikin fanfic walau rada ga pede.

Pasti kalian bertanya-tanya, ‘idolanya mana yg di ff-in??’ Sabar guys, idolnya bakal muncul nanti diantara chapter dua atau mungkin tiga.

Tolong jangan bully aku wahai netizen :”)

Yaudah gitu aja deh curhatnya.

Jangan lupa vote dan commentnya ya pemirsa!!! Gomawo!!!

-Tangerang, 27 Juni 2018-

80 Days With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang