prolog

126 13 4
                                    

Gadis itu terjaga.

Lampu dilangit ruangan memancarkan sinar yang membuatnya harus kembali terpejam, menghalau sinar kemilau agar tidak menusuk tajam. Beberapa detik kemudian, matanya kembali terbuka, perlahan-lahan menyerap keasingan disekelilingnya. Perlu beberapa saat untuk sadar sepenuhnya, bahwa ia berada diruangan serba putih dengan aroma maskulin yang memabukkan.

Rumah sakit? Ini jelas jauh berbeda dari tempat bernama rumah sakit.

Dimana?

Ia tidak tahu. Berusaha bangkit untuk setengah duduk, pandangannya mengedar, menyorot seluruh sudut ruangan dengan furniture hitam dan putih seraya menggantungkan harapan bahwa ia bisa menemukan jawabannya setelah ini. Namun ketika pikirannya berusaha menggali apa yang terjadi sebelum ia berada disini, nihil. Ia tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya, Ia tidak tahu apa yang dia lakukan disini? Bagaimana dia bisa berada disini? Apa yang terjadi dengannya? Dan mengapa tak ada yang bisa dia ingat?

Gadis itu mulai merasakan panik menggerayangi tubuh, Ia dengan pikiran kalut--karna tak ada yang bisa di tangkap dari ingatannya--berusaha bangkit, namun seolah godam raksasa memukul telak ditengkuk. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa menghantam kepalanya, membuatnya berdiri dengan tidak seimbang dan hendak limbung.

Ia mengayunkan kakinya untuk bergerak menjauhi tempat tidur, berusaha meraih pintu dengan ukiran halus disisi seberang. Namun ketika tangannya bergerak tertatih mencengkram sandaran sofa yang membelakanginya dengan kesadaran yang nyaris saja hilang. Matanya menangkap presensi seorang pemuda tengah meringkuk diatasnya.

Irisnya melebar terkejut, pertanyaan kembali hadir dalam benaknya. Siapa?

Hening, hanya dengkuran halus yang tertangkap indra pendengaran. Pemuda itu jelas terlihat sangat lelap dalam balutan mimpi indah, mengabaikan fakta bahwa tidur meringkuk diatas sofa dapat membuat tubuhnya seperti akan patah ketika terbangun kemudian.

Gadis itu hendak membuka mulut, bertanya segala hal yang berjejal memenuhi benaknya, tapi sebelum ia berhasil mengeluarkan satu katapun. Alis tebal itu bergerak, bertaut diiringi kelopak mata yang mulai terbuka.

Iris gelap dengan pandangan berkabut karna kantuk yang masih menggantung itu jelas terlihat bingung ketika menyorot dirinya tajam. Namun sedetik kemudian, seolah ditampar oleh kesadaran, pemuda itu bergegas terbangun sepenuhnya. Selimut putih yang membungkus tubuh merosot begitu saja menampakkan setelan formal yang terlihat kusut, sedangkan dibawah sana, sepatu pantofel dan kaos kaki terlihat berserakan disisi jas armani yang tergeletak sembarangan.

"Kau, sudah bangun?"

Gadis itu menatap, lalu dengan ragu mengangguk, segala pertanyaan yang hampir saja meledakkan kepalanya seolah menguap begitu saja ketika iris cokelat itu menatapnya. Ia, mendadak tidak tahu harus berkata apa.

"Kembalilah ketempat tidur, kau harus banyak istirahat, hyung mengatakan trauma-mu cukup berat," pemuda itu berkata dengan suara serak, menjeda sejenak sebelum kembali melanjutkan "Aku akan keluar dan mengambil makanan, kau pasti lapar."

Membalikkan badan, pemuda itu berjalan mendekati pintu, tepat sebelum tangannya berhasil mencapai handle pintu, gadis itu akhirnya berhasil mengeluarkan suaranya yang sejak tadi hanya tersendat dikerongkongan.

"Tunggu."

Pemuda itu membalikkan tubuh, alisnya terangkat dengan sedikit terkejut mendengar suara yang--yeah buruk dengan campuran serak dan sengau. Mungkin karna efek tidur yang lama, pikirnya. "Ya?"

"Ini di mana?"

Tertawa, tawanya terdengar renyah seraya menawarkan senyum kotak "Ini rumahku, jangan tanyakan apapun padaku karna aku jelas hanya menolongmu," pemilik surai coklat gelap itu baru saja membalikkan tubuh, namun Ia kembali menoleh seraya menjetikkan jari "Oh, dan perkenalkan, namaku Kim Taehyung." []

Water Under The Bridge | TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang