Milik Wheein

488 47 6
                                    

Halo, ini rembulan. Thank you for staying here to hear the story. Cerita pertama dari Jung Wheein-ku yang pendiam dan cinta pada buku, kucing serta lukisan. Selamat membaca!🌙

——

Jam menunjukkan hampir tengah malam, tapi kedua kelopak mataku masih terlalu ringan untuk menutup, pikiran ku penuh dengan hal hal yang ingin aku hentikan namun tak pernah sanggup. Aku menghela nafasku kasar, sepertinya malam ini aku akan susah tidur lagi, seperti malam malam sebelumnya. Dengan hati hati aku turun dari kasur, berjalan ke jendela kaca di samping kanan kamar kecil ini, menyibak sedikit gorden putih untuk mengintai teman malam ku, sang rembulan. Setelah beberapa detik terdiam, aku memutuskan untuk membuka saja jendela ku dan membiarkan angin malam masuk, meski aku tau diriku rentan terhadap udara dingin. Mama akan mengatakan kalau aku bandel, tapi aku hanya ingin melihat rembulan lebih jelas, dia terlalu cantik untuk diabaikan malam ini. Dan dia kesepian—seperti biasa—setidaknya kalau aku begini, dia bisa aku ajak bercakap sedikit dan mungkin, bertukar cerita pahit. Dia akan bicara tentang matahari, dan Jung Wheein ini akan bicara tentang dirimu, tentang Kim Taehyung.

🌸

16 Juli. tapi aku tidak menyebutkan tahun berapa, lagipula bulan tak masalah jika aku tak mengatakannya.

Sampai sekarang rasanya aku bisa membayangkan waktu itu sebagai musim semi yang indah dengan bunga bunga yang baru bermekaran dan tawa anak kecil yang berderaian. Meski kota kecilku ini tak memiliki 4 musim. Tapi entah kenapa, perasaan bahagia bak musim semi selalu menghiasi benakku kalau teringat lagi ke masa masa itu. Pertama kali aku menginjakkan kaki ke sekolah kita. Dan aku tidak langsung bertemu denganmu, untungnya, aku bertemu dengan teman teman perempuan yang sebaya denganku dan kami langsung akrab. Aku senang sekali karena aku pikir aku akan sendirian dan sulit mendapat teman. Tapi ternyata, mereka disini begitu ramah, aku bersyukur sekali.

Salah satu teman baru ku bernama Rose, dan kau akan sangat kenal dengan nya, dia mudah dekat dengan pria karena mungkin dia memang tipe semua pria di dunia. Seperti kelopak bunga mawar, dia juga cantik dan lembut. Tapi dia tidak berduri untuk melindungi diri, malah dia menyambut semua orang dengan tangan terbuka dan senyuman manis. Teman ku yang satu lagi bernama Sowon. Dia anggun sekali, dengan rambut panjang yang sangat indah.

Kami bertiga mulai menjadi teman baik sejak bel pertama sekolah berbunyi.

🌸

"Wah, kau anak yang sedang dibicarakan itu! Memangnya anak kota selalu secantik ini ya?"

itu lah yang menjadi kalimat pertama pertemuan kita. Memang aku baru pindah dari kota besar ke kota kecil ini waktu itu. Namun, entah kenapa pertanyaan itu terdengar menyebalkan. Rasanya saat itu aku ingin memukul kepalamu dengan buku tebal yang sedang aku baca, tapi karena kita baru bertemu, aku hanya mendongakkan kepala dari buku ku sebentar dan tersenyum tipis,  lalu kembali membaca. Dan kau jelas tak senang dengan tanggapan ku. Lagipula, apa lagi yang kau harapkan dari ku? Aku itu sangat sangat pemalu, dan tak pandai bercakap cakap dengan teman pria seperti Rose.

Aku mengira kau akan menyerah dengan ku, tapi ternyata kau tidak ! Benar benar, aku bingung harus kesal atau senang.

Aku meletakkan buku ku diatas meja saat merasa kau tak kunjung pergi. Aku melihat ke arahmu yang sedang bertopang dagu diatas meja ku sambil tersenyum dan menatapku intens.

"Namaku Taehyung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Namaku Taehyung. Dan meski aku bingung kenapa kau bisa serius sekali membaca tulisan membosankan setebal itu, aku ingin kita berteman. Jadi, namamu?"

Kau bertanya dengan santai, tanpa tau betapa susahnya aku menahan debaran di hatiku, karena Oh Tuhan, aku tak pernah ditatap pria sampai seperti ini. Rasanya pipiku memanas.

"Um, a-aku Wheein. Dan ini tidak membosankan sama sekali." ucapku tegas setelah merasa sedikit kesal mendengarmu mengomentari buku favoritku.

Kau terkekeh pelan.
"Benarkah? Aku rasa buku yang tanpa gambar begitu akan menjadi membosankan. Bukankah lebih baik jika ada gambar, lebih jelas juga kita dalam menghayati isi cerita."

Aku tidak setuju sekali dengan itu. Ah, aku memang tak pernah bisa sepemikiran denganmu.

"Justru kalau tidak ada gambar, lebih bisa menghayati, karena kau membayangkan nya sendiri sesuai dengan kemauan mu."
Aku jawab dengan tenang, namun sedikit jengkel karena sejujurnya, aku sedang tidak berniat debat dengan siapapun hari ini. Oh tolonglah, aku baru saja masuk ke kelas ini.

Kau terlihat akan kembali menyanggah pendapat ku tapi aku memutuskan untuk berbicara duluan, "Kalau kau ingin mengomentari, kau harus membaca dulu. Judulnya 'Gadis yang Kau Tinggalkan'. Itupun, jika kau bisa membaca." ucapku dengan nada sarkas sebelum keluar dari kelas dan menyusul teman temanku yang akan ke kantin.

Dan kau kembali terkekeh. Mungkin kau pikir aku aneh. Semua orang berpikir begitu.

Words For The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang