Milik Wheein

231 39 7
                                    

Selamat malam, aku bawa sesuatu dari Wheein-ku yang manis. Selamat membaca! 🌙
———

"Pria menyebalkan!"

Itu adalah kata kata yang terus keluar dari mulut ku setelah selesainya salah satu acara makan malam teman ayah yang sialnya, ada kau.

Kau tampan sekali, dengan jas biru muda dan kaos putih. Hampir setengah jam aku berpikir apakah aku harus menyapa mu atau tidak, karena aku takut mengganggu mu yang sedang sibuk berbicara dengan banyak orang. Kau memang selalu populer dimanapun, semua orang seakan ditarik untuk berada di dekatmu dan menyukaimu.

Setelah aku memberanikan diri menyapa, kau justru tidak menoleh sedikitpun. Aku sangat kesal, terus menerus menolak mengerti kalau bisa saja kau tidak dengar karena suaraku yang pelan sekali.

Maaf, aku memang menyebalkan. Seharusnya aku berusaha lebih keras untuk menyapamu, mengajak mu berbicara tentang gaun gaun para istri penguasa perusahaan atau chandelier indah yang bergantung ditengah ruangan, seperti aku yang berharap bisa bergantung padamu untuk menjadi temanku di tengah lautan manusia ini. Tapi aku bahkan tidak bisa membuatmu menoleh padaku.

Malam itu aku emosi sekali dan buru buru ingin bicara pada bulan. Tapi saat menyibak gorden, rasanya kekesalan ku berubah menjadi rasa senang. Bagaimana tidak? Bintang bintang yang jarang muncul tiba tiba ada banyak sekali, menghiasi langit yang gelap dengan indah. Bulan tak kesepian lagi, aku ikut senang.

———

Saat itu sekitar bulan Agustus akhir, kota kecil kita sedang hujan lebat selama hampir seminggu. Aku diam diam merasa senang. Aku suka hujan. Apalagi petrikour nya! Hanya saja, sesuka nya aku pada hujan, aku masih tak sebodoh itu untuk tidak memakai payung. Jadi, aku genggam payung hitam ku dan berjalan menembus hujan untuk pulang ke rumah. Tapi di dekat gerbang sekolah, ada seekor kucing yang sedang kedinginan. Mana tega aku membiarkan hewan kesayangan ku basah kuyup begitu! Dengan cekatan kugendong kucing itu perlahan dan mengeluarkan saputangan ku untuk mengelap tubuhnya yang basah. Lumayan merepotkan melakukannya sambil menjepit gagang payung di leher ku. Ketika payungku hampir jatuh, tangan mu menahannya.

Iya, aku ingat sekali. Kau yang bahkan lebih basah kuyup dari kucing yang ku bawa.

"Dasar kurang kerjaan, ngapain gendong kucing basah, kan kau jadi ikut basah juga. Lagipula itu cuma kucing jalanan." kau berucap sambil menggigil kedinginan. Aku pun menarik mu untuk berlindung dibawah payungku, dan seketika menyesali keputusanku saat itu karena itu bahaya sekali! Kita jadi terlalu dekat! Aku bahkan masih ingat bau parfum yang kau kenakan saat itu. Morning rain. Cocok sekali dengan cuaca saat itu.

"Ini bukan cuma kucing jalanan. Dia punya nyawa dan kalau dibiarkan disana, dia akan makin kedinginan. Aku ingin bawa dia pulang ke rumahku." aku menjawab sambil menatap kucing dalam gendonganku.

Kau hanya tersenyum tipis lalu mengusak rambutku.

"Doggy yang pintar."

"Heh, aku bukan anjing!" ucapku tidak terima.

"Kenapa memangnya? Bahkan anjing lebih lucu dari kucing yang kau bawa."

Aku ingin sekali memarahi mu tapi kau sudah lebih dulu beranjak, menjauh dari payungku dan berteriak, "Duluan yah, meski aku benci hujan, tapi aku harus cepat sampai rumah, sampai jumpa besok! Kau hati hati ya!"

Aku hanya diam memandangmu pergi. Kau benci hujan dan kau lebih suka anjing.

Aku kembali menemukan perbedaan kita. Tapi entah kenapa, aku malah jadi merasa semakin dekat denganmu.

——

Bulan September.

Aku dan kau menjadi semakin akur sebagai teman sekelas, meski aku dan kau tidak sedekat aku dan Rose serta Sowon atau kau dan teman temanmu yang banyak itu. Tapi kita lumayan sering bicara, terkadang berbicara tentang musik atau kerjaan rumah dari guru yang makin menggunung, terkadang juga saling bertukar pikiran tentang mimpi mimpi tinggi yang tersimpan dalam sudut hati.

Words For The MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang