CHAPTER 3 : SECRET

9 3 0
                                    


Matahari siang kali ini sangat terik, tubuhku menjadi terasa sangat lelah terhayung lemas. Biar kuingat-ingat, apa kegiatan yang membuat ku sangat lelah hari ini. Lari pagi, cuci piring, masak, dan... melompat-lompat diatas kasur Aslan?

"Anna, ibu pergi ke bibi Nana. Jaga rumah yah"

Lamunanku pecah. Ibu pergi? Aku sendirian dirumah? Bukan kabar baik bagiku. Aku tidak suka sendirian dirumah, terasa sangat hening. Dan juga menakutkan.

"Pulangnya kapan? Malam?" tanyaku dengan nada sedikit cepat

"Jam 5 sore ibu pulang. Jangan keluar rumah, kalo ada orang yang datang, intip dulu siapa yang datang. Kalau tidak kenal, jangan dibuka pintunya yah" kata ibu yang diakhiri menutup pintu.

"Berlebihan" gumamku

Tapi aku sangat heran, kenapa setiap tanggal 2 ibu selalu mengunjungi bibi Nana. Apa mereka memiliki bisnis yang tidak kuketahui? sudah 3 tahun yang lalu, mungkin sekitar Lucy mulai menjalankan kuliahnya.

Lamunanku kembali pecah saat terdegar suara ketukan pintu. Siapa itu? Seperti kata itu, mengintip dahulu sebelum membukakan pintu. Belum sampai didepan pintu, aku mencium aroma yang kukenal ini. Ah, Lucy. Tapi kenapa dia pulang cepat? Langsung saja ku bukakan pintu.

"Tumben cepat pu....lang"

Mataku membesar saat melihat bukan Lucy dihadapanku melainkan orang lain yang tak kukenal. Orang lain ini berbadan tegap dan memakai baju hitam begitupun juga 2 orang dibelakangnya. Mereka bukan orang baik, terlihat seperti preman. Tapi apa yang mereka lakukan disini. Apa yang mereka inginkan.

"Maaf. Mau bertemu dengan siapa?" tanya ku dengan mengumpulkan keberanian.

"Dimana ibumu" jawab orang itu dengan sangat tegas. Sangat menakutkan.

"Ibu sedang tidak ada dirumah. Ada pesan? Nanti akan saya sampaikan"

Tiba-tiba laki-laki itu memukul pintu dengan sangat kaut. Terlihat sangat jelas diwajahnya kalau ia sangat marah dan sangat kesal. Awalnya aku berhasil menyembukinan tetakutanku, sekarang aku terlihat ketakutan.

"Siapa mereka sebenarnya. Kenapa mereka mencari ibu."pertanyaan ini terus menerus berlari di pikiranku.

"Bayar hutangnya sebelum jam 7 malam hari ini. jika tidak aku akan membakar rumah ini saat tengah malam nanti"

Jantungku berdegup sangat kecang dan cepat. Aku khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku sangat bingung. Kutarik lengan lelaki itu yang sebelumnya ingin meninggalkan rumahku.

"Hutang? Apa yang kau bicarakan" tanyaku dengan rasa penasaran

Ibu mengajarkan kekeluargaku untuk meminjam uang orang lain. Maupun jumlahnya sedikit, itu tetaplah hutang. Jika sekali saja jika berhutang, maka akan terus berhutang. Itu yang selalu ibu ajarkan. Tapi sekarang laki-laki ini mengucapkan bahwa ibu berhutang kepadanya? Itu mustahil

"Tanyakan saja pada ibumu jika kau penasaran. Aku tak ingin membuang waktuku hanya untuk menjelaskan kepada anak kecil sepertimu"

"Hei nak, lebih baik kau bekerja daripada pengganguran seperti ini. bantu ibumu bayar pinjamannya dan juga bunganya" ujar laki-laki yang dibelakang

Mereka berbalikkan badan. Melihat punggung mereka mulai menjauh. Sedangkan aku tetap berdiri didepan pintu dengan tatapan penuh heran.

Apa yang terjadi?

Apa yang ibu lakukan?

Untuk apa ibu meminjam uang?

Apa karnaku?

Pertanyaan itu terus berlari di pikiranku. Apa benar karna ku? Karna aku pengganguran sekarang?.

"kenapa kau berdiri disini? Minggir, jangan berdiri depan pintu" ujar Lucy sambil menyingkiran tubuhku

Dengan cepat aku menutup pintu, dan berlari menuju keberadaan Lucy sekarang. Apakah Lucy tau apa yang disembunyikan ibu selama ini.

"Lucy"

"Hmm"

"Kau tau?"

"Apa ?"

"Itu loh. Hmmm.." jawabku ragu

"Tidak usah cerita kalau kau tidak ada niat untuk memberi tau" balas Lucy

"Apa kau merasa kalau ibu menyembunyikan sesuatu?" tanya ku dengan tatapan mata yang intens ke arah Lucy.

"Aku tau" jawabnya singkat

"Benarkah?"

"Ibu menyimpan uang dibawah tempat tidur"

Mendengar ucapannya tadi yang awalnya serius menjadi kesal. Bukan jawaban seperti itu yang aku harapkan. Kalau itu akupun tau dimana ibu menyimpan uangnya.

"Bukan itu. Maksudku yang lain, mungkin lebih ber-resiko" jelasku agar Lucy mengerti

"Ibu tau yang terbaik. Tidak usah khawatir. Itu sudah tanggung jawab ibu, dan bukan urusan anak-anaknya. Kalau memang yang kau maksud cukup berat, ibu pasti akan meminta tolong kepada kita. Berbahagialah" jelas Lucy yang membuatku melebarkan mataku.

Itu benar. Jika ibu lelah pasti ia akan memberitahu kami, terutama Aslan. Karna Aslan cukup bisa di andalkan. Yang membuatku masih penasaran adalah untuk apa ibu meminjam uang kepada laki-laki itu. Keperluan untuk apa.

Selama ini yang kulihat ibu tidaak pernah kekurangan. Ibu bekerja disalah satu perusahaan koran yang cukup besar sebagai penulis artikel. Gajinya? Sejujurnya aku tidak tau berapa besar gaji ibuku karna ibu melarang kami untuk mengetahuinya. Jadi aku menganggap sangat cukup walau tidak lebih.

Ibu sangat bijaksana dalam mengatur keuangannya. Aku ingat ketika kami masih kecil. Saat itu aku dan Lucy ingin membeli mainan. Tapi ibu sangat melarangnya karena mainan itu hanya kepuasan satu kali. Dan selanjutnya akan hilang entah kemana.

"Drrrr Drrrr Drrrrr"

Handphone ku bergetar diatas meja. Screen itu menampilkan sebuah jam bulat yang menunjukkan pukul 17:00. Itu alarmku.

Ibu bilang tadi akan pulang jam 5 sore dan sekarang waktunya. Aku tak sabar bertemunya dan langsung menyampaikan pesan dari laki-laki itu. Aku akan menanyakan semua kepada ibu apa yang dimaksud pesan itu.

Kulirik jam didinding yang ada dibelakangku. Sekarang sudah jam 17:09. Ibu tidak pernah telat. Kalau ia bilang jam 5 akan pulang, maka jam 5 sudah ada dirumah. Mungkin macet. Tidak mungkin. Rumah bibi Nana kan tidak jauh dari sini bahkan ibu lebih memilih jalan kaki daripada naik bus.

"Apakah terjadi sesuatu ?" gumamku kecil

20 menit berlalu dan masih ibu belum pulang. Kalau telat pasti ibu akan menelphone. Aku benar-benar sangat khawatir. Apa ibu baik-baik saja. Firasatku sangat tidak enak.

Kutinggalkan tempat duduk ku tadi dan pergi menuju jendela. Terlihat lelaki itu sedang berjalan melewati rumahku. Mereka tertawa dengan permen karet tetap dimulutnya.

"Semoga permen itu tertelan ditenggorokkanmu" gumamku dalam hati berisi sumpahan

Tapi apa yang mereka lakukan disini? Apa menagih hutang orang lain disekitar rumah?

Jantungku kembali berdegup dengan kecang. Rasa khawatiranku kembali mengebu.

"Apa mereka menunggu ibu?"

Mereka tertawa dengan sangat puas. Salah satu dari mereka berkipas dengan kertas ditangannya. Apa itu? Uang?

Apa mereka sudah bertemu dengan ibu?

Apakah ini alasan ibu telat pulang kerumah?

Apakah ibu baik-baik saja?

EuphoriaWhere stories live. Discover now