Aku mulai memahami mengapa keluargaku menyembunyikan identitas ayah. Pasti ada alasan yang baik disitu. Aku tidak perlu kecewa lagi dengan mereka. Momen kemarin menjadi ajang terbuka satu sama lain. Kekecewan, ketidak sukaan semuanya terbuka. Dan itu membuat menjadi hangat kembali.
Dan juga dengan pekerjaan ku. Setiap hari menunjukkan kemajuan ku dalam membuat kopi. Aku benar-benar tertarik dengan kopi, sehingga setiap hari aku selalu memperhatikan barista di cafe ini. Bahkan akupun sering meminta belajar dengannya sampai barista kopi ini lelah mengajarkanku.
Jay menawarkanku pergi belajar ke Prancis untuk mendalami tentang kopi. Sebuah tawaran yang bagus. Tapi aku takut jika aku tidak bisa melakukan nya disana.
"Kau mau belajar disana? Temanku banyak belajar disana juga" jelas Jay
"Kalau aku tidak sanggup bagaimana?" Tanyaku
"Ya pulang kesini" jawab Jay dengan santai.
Bukannya membantu, bahkan jawabnnya membuat ku kesal.
"Semuanya biar aku yang mengurusnya, dari pendaftaran, penginapan dan keperluan lainnya. Bagaimana? Mau tidak?" tawarannya benar-benar membuatku tergoda
"Bayarannya?" Tanyaku dengan nada menggoda
"Tentu kau semua yang membayarnya"
Kami pun tertawa bersama. Walaupun aku tidak mengingat kenanangan-kenangan masa kecil bersamanya, walapun baru aku bertemu dengannya, aku sudah merasa nyaman bersamannya.
Sejujurnya aku sangat tertarik dengan mengikuti pendidikan di Prancis. Sangat berbeda dari diriku yang sebelumnya. Dulu aku lebih sering memilih berdiam dikamar, bermanja-manja dengan bantal. Tapi sekarang aku lebih memilih keluar mencari teman, mencari informasi yang terlihat menarik dan juga mengikuti kegiatan-kegiatan sosial.
Aku sangat menyesal kenapa aku dulu lebih memilih menganggur. Itu adalah keputusan terbodohku selama ini.
Baiklah, keputusan ku sudah bulat. Aku akan melanjutkan pendidikanku di Prancis untuk mendalami ilmu tentang kopi.
Jay, sangat mendukungku. Satu bulan sebelum keberangkatanku, ia sibuk mengurus kehidupanku disana nanti. Bahkan dibulan ini saja dia sudah bolak-balik dari Prancis. Ia benar-benar temanku.
Para anggota di cafe ini membuat pesta kecil-kecilan untuk merayakan keberangkatanku besok. Penuh dengan canda tawa, suasana yang haru, dan tangisan-tangisan yang sendu.
Keesokan paginya, karna terlalu bersenang-senang dipesta kemarin, aku kesiangan bangun tidur. Untungnya baju dan barang-barang yang akan kubawa sudah disiapkan dari kemarin-kemarin.
Lucy dan Ibu sudah teriak-teriak daritadi agar menyuruhku cepat. Jay pun sudah datang daritadi. Semuanya jadi berantakkan.
"Ya ampun Anna. Ini sudah jam berapa. 1 jam lagi berangkat pesawatnya" teriak ibu yang kesal melihtku
"Coba bangunkan aku lebih awal" jawabku tak mau kalah
Aku mencari sepatu kesukaanku. Sepatu terbang kesana-kemari membuat ibu semakin marah. Lucy pun kesal melihatku.
"Aslan, Jay bawa koperku" rengekku
***
Tiba di bandara, air mataku kembali mengalir. Percuma aku menata Make up ku, yang ujungnya akan rusak juga karna tangisanku.
Sebelum masuk kedalam, aku memeluk satu persatu yang mengantarku. Tentunya ibuku, Lucy, Aslan dan juga Jay, teman kecilku. Aku memeluk mereka sangat erat. Dengan memeluk mereka, aku merasa lebih tenang.
"Ibu, Aslan Lucy, Jay aku pergi yah"
"Dan Jay, sering-sering berkunjung melihat ibuku"
"Iyaa." Balas Jay
Tubuhku berbalik menghadap pintu masuk dan mulai melangkah pergi.
Ketakutan sangat menguasai perasaanku sekarang. Ini pertama kalinya aku pisah dengan keluargaku, dan pergi jauh, sangat jauh. Akankah aku berhasil di negara orang lain ini. apakah aku akan terbuang disini?
Kaki ku gemetar. Baru saja berangkat ku sudah mau mati.
"Jangan Takut" tedengar suara Jay yang teriak dari jauh sana.
"Terima Kasih" balasku
Walaupun aku takut, tapi sebenarnya aku sangat antusias belajar disana.
Walaupun aku tak punya bakat, tapi aku memiliki suatu minatku. Minat harus dicari, minat tidak akan muncul jika orangnya hanya dirumah saja. Minat tersebar luas dimana saja.
Didunia luar sana berbeda dengan diduniamu. Hidupmu akan menemukan pengalaman yang berharga.
Kebahagian bukan hanya banyak uang, pekerjaan yang besar dan rumah mewah. Tapi walauhanya minum secangkir kopi, dan kau menikmatinya itu sudah suatu kebahagiaan.
-END-
YOU ARE READING
Euphoria
RandomApa kau pernah berkelana demi mimpi Terhapus seperti pelangi Ini berbeda dari kata biasa seperti takdir Kau mencari ditempat yang sama sepertiku Dengan sorotan mata menyakitkanmu Maukah kau tetap tinggal dalam mimpi Aku mendengar lautan dari jauh Ak...