Meeting di Ruang Kesehatan

411 15 2
                                    

Dukk

Aku memukulkan kepalaku di meja kerja untuk yang kesekian kalinya. Steffi duduk menyilangkan kakinya di depanku sembari menyayangkan otak udang milikku ini.

"Gue bukannya mencemooh atau gimana, ya cuma itu tadi rencana konyol," ujar Steffi.

"Ya kan gue ga kepikiran soal emangnya Manda bakalan suka sama Lando atau enggak. Gue kan udah bilang sama lo waktu itu gue kacau," ujarku.

Aku menceritakan kesepakatan yang aku buat dengan Lando dan tentu saja menutupi perihal tubuhku sebagai bayarannya dari Steffi. Dia mendengarkan semua ceritaku dari awal sampai akhir dan memberikan komentar yang jujur soal ini yaitu

Konyol

Benar-bebar konyol

Hey!! Memangnya apa yang terlihat tidak wajar dari tindakan konyol seorang wanita yang sedang patah hati?

"Yaudah, lo nggak usah mellow gitu lah Bec. Ya gue akui aja deh, tampangnya Lando emang keren buat anak seusianya, cuma... emang lo yakin kalau Manda mau sama berondong?" tanya Steffi setengah berbisik.

kami masih ada di kantor dan ini masih jam kerja.

"Emang kenapa sama berondong? Sama aki-aki aja dia mau kok," jawabku sewot.

"Ya beda kali ah. Tuh aki-aki tajir, bisa dijadiin sugar daddy. Nah kalo berondong yg duit aja masih minta emak gitu mau di jadiin apa? Sugar glidder?" tanya Steffi lagi.

Ada benarnya juga, tapi aku nggak punya ide lain untuk balas dendam ke Mario sama Manda.

Brak

Suara gebrakan di meja mengejutkan aku dan Steffi. Buru-buru kami kembali ke posisi semula dan duduk tegap didepan komputer. Beberapa kali aku berpura-pura mengucek mataku supaya dikira habis melihat layar komputer dalam jangka waktu yang lama.

"Boss yang dari Thailand lagi-lagi datang cuma buat nyariin Manda. Gue yakin nih anak pake pelet. Mukanya nggak cantik-cantik amat!" tutur Mbak Dewi, kepala bagian divisiku.

Dia merapihkan beberapa dokumen dalam map berwarna yang tadi dia banting ke atas meja. Steffi memutar kursinya agar bisa mengarah ke mbak Dewi.

"Ada apa lagi mbak?" tanya Steffi tidak ingin ketinggalan berita.

"Bos yang dari Thailand, yang harusnya dateng bulan depan, tiba-tiba dia dateng dadakan tadi pagi. Makannya gue ke kantor bisa molor sampe jam segini. Bayangin aja deh, semuanya gue yang urus! Dari surat-surat sama paspor. Lalu segampang udel dia bilang ke gue, lain kali jangan gue yang urusin kedatangan dia. Dia maunya Manda! Anjiing, masih untung gue mau ngurusin kan?" omel Mbak Dewi panjang lebar.

Aku dan Steffi saling menatap dan seketika tawa kami meledak.

"Lah, ini kenapa malah pada ngetawain gue? Yang kerepotan bukan cuma gue, kalian bentar lagi juga bakal kerepotan! Nih ya... meeting yang harusnya minggu depan bakal diajuin jadi dua jam lagi," ujar mbak Dewi tenang.

Aku dan Steffi berhenti tertawa otomatis.

"Apaan sih mbak, meeting yang mana? Bercanda jelek amat," ujar Steffi beringsut.

"Ya yang proyek sama si bos Thailand itu lah, yang mana lagi emangnya?" jawab mbak Dewi.

"Bagus deh, gue belum selesai," protes Steffi dengan wajah ditekuk sempurna.

Mbak Dewi menatap kami sambil tertawa mengejek. Aku tenang-tenang saja karena aku sudah mengerjakan proyek itu sejak lama.

-○○-

Dimana? Dimana?

Aku memutar-mutar cangkir kopi didepanku sambil men-scroll layar komputer. Sesekali aku berdiri menjambak rambutku frustasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fabulously DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang