CHAPTER II

463 45 9
                                    

CHAP.2

.

.

.

Kau bilang, kau tak ingin menjadi pelangi.

Yang tak selalu ada dikala aku bersedih.

Dan ironisnya kaulah si pelangi.

.

.

.

Kabut keheningan menyelimuti keduanya.

"kanker?"

"Dokter mendiagnosis kau kanker otak stadium akhir. Tapi tenang saja. Dokter bilang, bila kau melakukan perawatan, umurmu akan bertambah panjang" Gaara mencoba untuk menyemangati.

'Jadi ya begini akhirnya?' Batin sakura.

Sakura menggerakkan bibir tipisnya untuk membentuk sebuah goresan yang indah. Matanya menyipit tatkala dia tersenyum. Sebuah senyum yang lepas dari beban. Angin tanpa permisi menyentuh helaian rambutnya, sinar matahari pagi menerobos masuk jendela yang terbuka menerpa wajah pucat sakura membuat wajahnya seolah-olah bersinar lembut laksana seorang dewi. Gaara terjebak pada pesona Sakura. Mulai saat ini Gaara sudah terkunci oleh senyum hangat Sakura.

"Ternyata tuhan sangat menyayangiku ya? Tak sabar ingin menemuiku. Bukankah itu sangat romantis?"

Gaara tak menjawab.

"Aku tak ingin perawatan. Biarlah begini, aku tak ingin menentang takdir"

Karna aku telah lelah.

"Sakura... lebih baik kau melakukan perawatan. Jangan keras kepala" Gaara tidak setuju.

"Tidak. Sebanyak apapun aku dirawat, aku takkan selamat. Ini sudah takdir yang telah diberikan kepadaku. Keputusanku bulat." Sakura teguh pada pendiriannya.

Gaara tahu dia tidak bisa mencampuri masalah Sakura, terlebih lagi mereka tidak dekat.Hubungan mereka hanya sebatas adik-kakak letting.

Tapi biarkan aku yang menjadi sadaranmu ketika kau terjatuh

"oke oke..Aku tahu kita tidaklah dekat.Tapi kau harus perawatan ketika kau drop seperti tadi dan kau harus rutin meminum obat, kalau tidak aku yang akan menahan mu disini. Aku yang akan menyediakan segala kebutuhanmu. Kau mau berjanji?" Gaara bernegosiasi.

Raut muka sakura menunjukkan bahwa dia tidak setuju tapi dia tetap mengangguk setuju. Menurut Gaara, ekspresi tersebut sangat lucu.

"Oh iya. Semalaman aku menunggu orang tuamu menelpon tapi mereka tak kunjung menelponmu. Apa mereka tidak mengkhawatirkan mu?" Gaara tahu pertanyaan yang dia ajukan sangatlah lancang tapi dia tak bisa mengalahkan rasa penasarannya.

"Ah..kalau itu, sebelumnya aku telah meminta izin untuk menginap ke rumah teman. Lagian hari ini libur. Jadi, karna itu mereka tidak menelponku" Tentu aja itu bohong.

"Etto...Senpai? Ponselku mana ya? Aku mau men sms temanku. Dia pasti khawatir" Sakura mencoba tersenyum.

Gaara pun menyerahkan ponsel Sakura yang dia Simpan di tasnya. Gaara tahu Sakura telah berbohong kepadanya. Entah mengapa setiap orang yang membuat kebohongan, Gaara tahu bahwa orang tersebut telah berbohong. Rumor bahwa Sakura tak dianggap sebagai anak ternyata benar.

"Baiklah.. mari kita bersiap-siap. Dokter bilang bahwa kau sudah bisa pulang bila telah siuman .Aku yang akan mengantarkan mu"

"Ha'i. Sekali lagi terima kasih dan maaf telah merepotkan senpai" Gaara tersenyum lalu mengacak-acak rambut Sakura.

JAA NE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang