Decision

10.2K 1K 299
                                    

Srak srak srak

" Uhuk, uhuk"

Aku masih diam memperhatikannya.

Srek srek srek

" Uhuk-"

Alu menghela nafas kasar. Sudah cukup. Aku dengan malas menggunakan kekuatanku dan membereskan segala pekerjaannya dengan cepat. Dia tersenyum lagi melihatku membantunya, hal yang entah sejak kapan mula kusuka darinya.

" Terimakasih Amon. Maaf terus-menerus merepotkanmu" ujarnya, pelan namun penuh dengan tanda terimakasih tulus darinya.

Matanya yang bulat sedikit menyipit saat dia tersenyum,menampakan deretan giginya yang entah kenapa, selalu putih dan rapih.

Aku mendengus, buru-buru mengalihkan wajahku dari tatapannya yang tak lepas dari wajahku.

" Jika kau tidak ingin merepotkanku, berhentilah melakukan pekerjaan bodoh ini dan buatlah permintaan agar kau terbebas dari neraka ini. Tempat busuk ini bahkan lebih kejam dari tempat asalku kau tahu?" aku mencemooh, sementara dia tersenyum lalu menyimpan sapu yang ia tadi pakai untuk menyapu halaman.

" Aku yang melarang mereka untuk menyapu. Aku takut liurku menempel di sapu ini. Ah.... Aku bahkan seharusnya sudah di karantina sekarang" desahnya lemah, memandang langit biru yang aku tahu, senang ia pandangi.

" Aku hanya ingin hidup bebas sampai waktu yang Tuhan berikan padaku. Aku ingin bebas seperti burung di langit, tidak apa sendirian asal aku bisa terbang layaknya mereka"

Aku mengalihkan pandanganku pada apa yang ia lihat. Burung elang, yang tengah terbang mencari mangsa terus ia tatapi dengan seriusnya.

" Aku bahkan tidak diinginkan sejak aku kecil. Ibuku membuangku ke panti asuhan saat tahu aku mengidap AIDS akibat operasi yang pernah aku jalani dulu, teman-temanku membenciku karena aku terkena AIDS. Dan....." ia menghentikan kalimatnya. Karena air matanya perlahan menggenang di pelupuk matanya.

" Tapi aku senang kau disini sekarang. Setidaknya aku memiliki teman bicara sebelum aku mati" mata indah miliknya sekali lagi terfokus padaku. Bibirnya tersenyum indah, terlihat begitu menyenangkan mata dibalik tubuhnya yang semakin runtuh.

Tanpa sadar aku mengusap pipinya yang kurus. Dia tampak terkejut, sama sepertiku yang segera menghindar dari tatapannya. Aku tidak permah seperti ini sebelumnya. Segala sifatnya pasti telah mengacaukan otakku dengan suatu cara.

" A-"

" Aku akan pergi untuk sementara. Panggilah aku jika kau telah siap membuat permintaan terakhirmu" potongku cepat, segera meninggalkan manusia yang telah menggangu konsentrasiku dalam bersenang-senang.

Orang yang terus berusaha menggerakan hatiku yang telah selamanya membeku di kegelapan dunia ibls.



-



-



" Oy Amon! Bukankah kau tengah-"

" Tutup mulutmu saat ini juga Baal. Aku benar-benar sedang malas berdebat saat ini" potongku kesal sambil meletakkan minuman yang tengah kutegak kembali ke meja didepanku.

Baal merengut. Memasang wajah sok imut yang membuatku benar-benar ingin memuntahkan seluruh minuman yang kini bersarang di perutku.

" Hei," aku memulai kalimatku ragu. Memandang malas Baal yang kini duduk tepat didepanku.

" Apa menurutmu iblis juga punya hati?"

Sesuai yang kuduga, Baal malah tertawa keras setelah aku berhasil menuntaskan kalimat yang ingin kutanyakan. Dia tertawa terus, sampai dengan keras aku menghantamkan gelas minum milikku diatas meja hingga pecah dan tawanya berhenti.

[END] Black Wings (boyslove)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang