Episode 4 - Lantai 4

52 12 4
                                    


Sihyun menghela napas lega setelah menelepon Yongguk. Ia kembali memasukkan ponsel kecil itu ke dalam kantung yang terbuat dari kain putih. Di dalam lapisan kantung itu dikelilingi lapisan perak tipis yang berfungsi sebagai penangkal radiasi gelombang elektromagnetik, sehingga keberadaan ponsel tersebut tidak akan bisa dideteksi ketika penjaga melakukan razia setiap harinya. Ia meletakkan kantung itu di bawah ranjang, di mana sudah diberi penyangga dari karet agar benda tersebut tidak jatuh.

Penjaga yang biasa melakukan razia juga tidak terlalu pintar dan lumayan pemalas. Mereka tidak melakukan razia secara menyeluruh, jadi keberadaan ponsel tersebut masih aman setelah beberapa tahun belakangan.

Sihyun membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya terbuka, namun ia tidak bisa melihat apa-apa. Di kamarnya tidak ada sumber penerangan apapun. Ia sudah terbiasa dengan hal itu.

Sudah berapa lama ya? Ah.

Empat tahun ia sudah terkurung di sini, di sebuah rumah sakit jiwa, bersama teman-temannya. Well, mereka memang bukan manusia waras pada umumnya. Mereka itu punya masalah tersendiri. Lebih tepatnya, mereka adalah orang-orang yang berada di ambang kewarasan dan hampir jatuh ke lubang kegilaan. Kendati demikian, Sihyun menganggap Hyunbin, Jihoon, dan Guanlin masih cenderung waras, sangat cerdas, dan bisa diajak kerja sama untuk keluar dari sini. Habisnya, tempat ini tidak layak dijadikan rumah sakit jiwa sementara tiga lantai di bawahnya adalah institut penelitian, bukan? Apa yang akan dilakukan pemerintah bila hal ini bocor?

Sihyun dan teman-temannya akan sangat senang bila kedok institut ini terbongkar ke seluruh dunia.

Pertanyaannya adalah: Bisakah mereka melakukannya? Risiko apa saja yang sedang menunggu mereka?


KRIIIIINGG

Dering beker besar di koridor berbunyi sangat keras pagi ini, membuat Sihyun terbangun. Ia tak sadar bahwa ia tertidur ketika sedang kalut dalam kekhawatirannya. Baru beberapa langkah, pintu kamarnya sudah terbuka lebar, menampakkan seorang pria berbadan besar dan berwajah seram. Di tangannya terdapat papan berjalan dan sebuah kertas absen. Ia menconteng nama Sihyun. "Cepat!" serunya.

Sihyun keluar kamar dan masuk ke barisan pasien yang berpakaian sama dengannya: kaus dan celana katun hijau lumut. Barisan itu digiring ke kamar mandi yang besar dengan beberapa pembatas sebagai penyangga shower. Di tiap sisi pembatas terpasang lima buah shower. Kamar mandi laki-laki dan perempuan dipisah, tentu saja.

Semuanya mandi bersama-sama. Seperti biasa, Sihyun hari ini mandi di antara Guanlin dan Hyunbin setelah mereka berdua yang menghampirinya duluan. Kalau tidak, Sihyun akan diganggu oleh pasien yang lain sementara ia bukan tipe pelawan.

"Di mana Jihoon?" tanya Sihyun ke Guanlin.

"Di sini!" Jihoon muncul dari sebelah kiri Guanlin sambil tersenyum lebar.

Hyunbin terbahak. "Dasar kecil." Rupanyaa Jihoon tertutupi tubuh tinggi Guanlin.

"Guanlin yang terlalu besar!" Jihoon tak mau kalah.

Selesai mandi dan mengenakan pakaian yang diserahkan petugas—masih dengan bahan dan warna yang sama, mereka semua digiring ke ruangan besar di lantai lima untuk sarapan. Menu pagi ini adalah dua buah telur rebus, dua lembar roti bakar isi daging, dan secangkir susu. Kalau dipikir-pikir kembali, rutinitas ini seperti peserta wajib militer. Seluruhnya diatur dengan ketat, dimulai dari jadwal makan, istirahat, hingga seragam. Bedanya, di sini tidak ada pelatihan fisik saja, melainkan pekerjaan di laboratorium sebagai peneliti atau asisten dosen-dosen gila.

Miris.

Menyeramkan, lebih tepatnya. Apalagi manusia waras di sana hanyalah Kim Yongguk dan Nam Taehyun. Keinginan Sihyun dan teman-temannya untuk kabur pun semakin besar. Orang-orang itu salah telah memilih mereka berempat untuk dimanfaatkan. Mereka masih cukup waras untuk menyadari kejanggalan-kejanggalan yang ada.

The Mad LabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang