Yona dan Dennis

47 1 0
                                    

Namaku Yona. Aku tinggal di salah satu apartemen terbaik milik ibu kota. Tidak ada teman, tidak ada orang tua, sendirian. Aku tidak suka berteman. Menurutku, menghabiskan waktu di tempat tongkrongan dan melakukan hal yang tidak penting hanya akan membuang waktuku yang berharga. Lagi pula, aku bisa hidup sendiri tanpa membutuhkan orang lain. Aku adalah tipe wanita yang selalu mengandalkan diriku sendiri, menganggap diriku sempurna sehingga membuatku cuek pada hal yang tidak penting dihidupku.

Mengenai hal supranatural seperti hantu dan pembunuh berdarah dingin yang berkeliaran di malam hari, aku tidak begitu percaya. Bagiku, hal yang tak mampu ku lihat, berarti tidak ada. Namun akhir-akhir ini, aku merasa ada yang aneh dengan diriku, tepatnya setelah aku mengenal Dennis, lelaki baik yang beberapa bulan mendekatiku, dan sekarang menjadi kekasihku. Katanya, sulit sekali mendekati wanita sepertiku.

Kalian bertanya apa aku mencintainya? Awalnya tidak. Seperti yang kalian tahu, aku membatasi diri dari semua orang. Aku tidak membutuhkan orang lain bahkan Dennis. Namun, entah apa yang membuatku takhluk dan menerima bahkan membalas cintanya. Namun, dari sinilah kejanggalan itu dimulai. Setiap ada orang yang mengganggu pikirannya, esok hari orang itu menghilang. Begitu juga jika ada seseorang yang mengganggu ketenanganku, esoknya orang itu menghilang.

Seperti kemarin malam, salah satu mahasiswa di kampusku tak sengaja menabrakku yang sedang menyebrang di trotoar, menyebabkan tulang keringku memar dan lutut ku terluka akibat tergesek aspal. Ia sudah meminta maaf dan mengantarku pulang. Setelah aku menceritakan ke Dennis, esoknya mahasiswa itu menghilang. Aku tidak terlalu memperdulikannya. Namun, hal itu tetap saja membuat seluruh isi kampus bingung mengingat ia adalah mahasiswa most wanted di kampusku.

Hari ini, Dennis mengeluh tentang atasan di kantor yang banyak maunya. Ia bercerita tentang atasannya yang selalu memberi jatah lembur dan membuatnya lelah. Ia bersumpah akan membunuh atasan berbadan besar itu. Sebagai kekasih yang baik, aku mencoba menenangkannya, mengatakan semua akan baik-baik saja. Namun yang mengejutkan, esok hari saat aku membuka saluran televisi, aku mendapat berita hilangnya atasan berbadan besar itu, atasan yang membuat Dennis harus mengorbankan waktu tidurnya yang berharga.

Sore hari, Dennis datang ke apartemenku dengan wajah berbinar. Ia bercerita tentang jabatannya yang naik akibat hilangnya atasan berbadan besar itu. Aku mendengarkan dengan seksama lalu tersenyum tulus.

"mau ku masakkan sesuatu?"
"kau tidak keberatan?"
"tidak. Bagaimana jika steak?"

Dennis mengangguk singkat, lantas mulai tenggelam dalam dunia game di ponselnya. Aku beranjak ke dapur, mengambil daging besar yang menumpuk banyak sekali di kulkasku. Aku tinggal sendirian di apartemen. Porsi makanku juga tidak banyak. Memakan makanan yang sama setiap hari pasti akan memuakkan. Aku memotong daging itu. Sulit sekali memotongnya sebab banyak sekali bagian-bagian rumit dan terhalang tulang belulang yang besar. Setelah itu, aku mengulitinya dan memotongnya lagi menjadi beberapa bagian yang sedikit lebih kecil.

Setelah membersihkan dan melumurinya dengan bumbu racikanku sendiri, aku memanggangnya. Sisa daging yang lain? Ku letakkan kembali ke dalam kulkas. Dennis masih sibuk dengan ponselnya saat makanan sudah siap disajikan.

"makanan sudah siap,"

Dennis langsung mencampak ponselnya dan beranjak ke ruang makan. Ia tampak kelaparan, melahap steak itu dengan potongan yang cukup besar.

"aku selalu menyukai steak buatanmu. Aku nggak pernah makan steak seenak ini. Bagaimana cara kau membuatnya? Lebih baik kau membuka restauran steak setelah wisuda."

Aku tertawa. Daging yang ku gunakan bisa dikatakan daging yang ku dapat secara cuma-cuma. Dengan bumbu yang ku racik, tidak sulit mengolahnya. Setelah itu, Dennis mendapat telepon dan harus kembali ke kantor. Maklum, atasan baru. Ia mengecup keningku singkat, lalu pergi dari apartemenku diikuti senyumku yang tulus.

Semuanya berjalan dengan baik. Sampai pada suatu hari, sepulang dari kampus, aku melihat Dennis sedang bersama wanita itu, yang ku ketahui sebagai sekertaris barunya, Carrent. Mereka sedang berada di sebuah cafe. Terlihat Dennis membelai helai-helai rambut Carrent yang menyandar di pundak Dennis sambil tertawa malu-malu. Aku tersenyum, lalu pergi meninggalkan pemandangan menyesakkan itu.

Esok hari, cuaca dingin sekali. aku tengah memberi makan anjing liar di belakang apartemenku. Ia makan dengan sangat lahap. Aku tersenyum melihatnya, bukankah memberi anjing liar makan adalah tindakan yang berpahala? Saat itu Dennis menghubungiku. Ia mengeluh tentang menghilangnya Carrent secara tiba-tiba.

"oh ya? Bagaimana bisa menghilang?"
"aku tidak tahu. Aku tidak menemukan Carrent di ruangannya. Saat aku ke apartemennya, dia tidak ada disana. Dia seperti menghilang dari bumi begitu saja."
"kau ke apartemennya?"
"emh, Yona?"

Aku tahu Dennis tampak gugup di sebrang telepon. Aku tersenyum kecil sambil berjalan kembali ke apartemen.

"Dennis, ada hubungan apa kau dengan Carrent?"
"t-ti-tidak ada, Yona."
"jujur."
"tidak ada, aku bersungguh-sungguh."

Lagi-lagi aku tersenyum sembari mencari sesuatu.

"jam berapa kau pulang hari ini?"
"aku harus menyelesaikan tumpukan kerjaan yang ku tinggalkan setelah seharian mencari Carrent. Mungkin sekitar jam sepuluh malam, aku sudah pulang."
"yasudah. Take care."

Sambungan terputus. Aku meletakkan ponsel di atas meja, lalu kembali mencari sesuatu. Mencari hoodie hitam milikku. Ah, seperti yang ku katakan tadi, cuaca hari ini dingin sekali. Tentu saja aku tidak ingin mati membeku di luar sana.

Malam ini, aku menunggu di depan rumah Dennis. Sudah jam sepuluh malam. Klakson mobil berbunyi. Aku langsung berdiri. Terlihat Dennis kebingungan melihatku disini.

"hai, sayang."
"Yona? Ada apa?"
"aku hanya merindukanmu."

Aku tersenyum, untuk ke sekian kalinya. Tapi kali ini, Dennis bergidik ngeri melihat senyumku.

Setelah malam itu, aku tidak lagi mengeluh pada Dennis. Dia menghilang. Aku sudah tidak bisa lagi menceritakan apapun padanya. Dia tidak lagi mencintaiku. Dia lebih memilih Carrent, sekertaris barunya yang sudah menghilang beberapa hari lalu.

Hari ini, aku kembali sendirian. Aku memasak steak kesukaan Dennis. Mulai sekarang, aku hanya akan menikmatinya sendiri. Tapi selama persediaan daging Dennis belum habis, aku tidak pernah merasa sendirian.

Bukan Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang