LELAKI HUJAN.Aku ingat sekali bagaimana cara hujan turun saat itu. Saat itu kakinya berlari terburu-buru menuju kemari, mencari tempat berteduh..Namun yang tidak aku mengerti, bagaimana cara hujan yang sama, datang setiap kali aku merindukannya. Lalu menjelma hujan yang perlahan menggenang di pelupuk mata..Aku percaya. Ketika hujan, langit sedang terbuka lebar. Di saat itu, aku pun berdoa sebanyak-banyaknya. Salah satunya adalah agar dipertemukan dengan dia. Wanita berbusana tertutup dengan pandangan menunduk. Senyum yang mengembang tapi mencoba menyembunyikan kesedihan. Seperti ada kemarau yang coba ia pendam dalam-dalam. Jauh di dalam jiwanya..Sudah lama sejak hujan tidak turun di kota ini. Hampir setengah bulan rasanya dan selama itu pula, perempuan itu tidak kemari. Ke kedai kopi milikku. Meski hanya sekadar memesan kopi robusta dan duduk melamun saja..Apa kabarmu, perempuan kemarau?.Semoga saja Juni yang sebentar lagi hadir, akan kembali membawamu berteduh di sini. Barangkali saat itu aku juga punya kesempatan untuk bisa berteduh di hatimu..Puan kemarau, kuharap kau tidak tertipu diamku. .Sebab dari balik mesin penggiling kopi ini, mataku diam-diam mencarimu dalam hening, mencuri wujudmu dalam angan lalu diam-diam aku mencintaimu begitu saja..Maaf jika aku telah lancang..Aku ingin menyamar hujan yang diam-diam bisa banyak menyentuh tubuhmu dan menghalau segala kemarau yang tumbuh di hatimu. .Diam-diam aku juga ingin seperti kedai ini.Yang bersedia menjadi ruang untuk kau tempati.Entah sebagai singgah untuk ngopi, yang lalu kembali pergi atau sebagai rumah yang akan kau huni suatu saat nanti..Tuhan, jika hujan adalah alasan Kau menciptakan pelukan, lalu kemana harus kualamatkan rindu untuknya yang mungkin jumlahnya sudah jutaan?