1

829 80 7
                                    

"Eomma!!"

Bocah delapan tahun itu meraung. Dia memeluk ibunya erat, darah terus bercucuran dari kepalanya.

Matanya merah, dia menangis sesenggukan. Tangannya bergetar kala melihat ibunya tersenyum padanya.

"Sayangh... jadi a-nak yangh baik, ya?" Napasnya kian tidak teratur. Wanita paruh baya itu tetap tersenyum meski beberapa bagian tubuhnya terbakar api.

Bocah itu menggeleng. Tangisannya bertambah pecah mendominasi suara kobaran api yang melahap habis rumah keluarga Lee.

"Jadi anak yang jenius. Janganh... banyak bermain. Kunci rumah jika berpergian." Wanita itu terus mengeluarkan petuahnya. Tidak peduli pada puteranya yang terus menangis."Jangan nakal aarrggh..." Dia mengerang menahan sakit. Namun, dia tetap tersenyum semampunya pada putra semata wayangnya.

"Eomma menyayangimu, Taeyong."

***

"Arrggghh!" Taeyong mengacak rambutnya frustasi. Lagi, dia bermimpi buruk. Detik-detik kematian ibunya selalu terulang dalam mimpinya.

Seberusaha apapun Taeyong melupakan kejadian itu, dia tidak bisa melupakannya.

Membuatnya kian tertekan dengan pesan-pesan ibunya.

Taeyong menghela napas. Dia menyingkap selimut kemudian bangkit dari ranjang. Berjalan keluar kamar, dia menuruni tangga. Mendengus ketika melihat ayahnya asyik berciuman dengan istri barunya.

Dia berjalan santai ke arah dapur. Tidak sekalipun dia menoleh ke ara dua insan yang sedang menikmati dunianya sendiri.

Taeyong membuka lemari es. Mengambil cola kemudian meneguk cola itu sampai ludas. Ia mendongak, menatap jam dinding itu dengan sorot elangnya.

Pukul dua dini hari. Entah kenapa dia selalu bangun pada jam yang sama setiap harinya. Hal aneh yang membuat Taeyong selalu berpikir keras sebenarnya apa yang salah dengan dirinya.

"Ini memuakkan." Desisnya kesal.

***

"Taeyong bagaimana sekolahmu hm?" Tanya Tuan Lee. Taeyong menghentikan sarapannya. Ia menoleh, menatap ayahnya dengan sorot datar.

"Baik."

"Bagaimana mobil barumu? Kau suka?"

"Ya."

"Kau sudah mendaftar untuk pemilihan ketua osis?"

"Ya."

Jawaban yang sangat singkat. Tuan Lee menghela napas pasrah.

Sudah puluhan kali dia mencoba mengajak putranya bicara banyak namun nihil. Hanya jawaban 'Ya, Tidak, Baik,Ok.' Itu saja.

Semenjak kematian ibunya, Taeyong sulit diajak berbincang. Dia selalu menjawab seadanya. Tidak pernah tertarik pada dunia luar. Pria yang selalu mengurung diri di rumah bersama anjing peliharaanya.

Taeyong melanjutkan sarapannya. Dia sama sekali tidak bicara.

Hening. Yang terdengar hanya dentuman piring dan sendok.

"Terima kasih makanannya." Taeyong menyudahi sarapannya. Dia meneguk susu kemudian bangkit. "Aku pergi."

***

"Eh lihat. Itu Taeyong kan?"

"Hu'um. Kenapa dia tampan sekali?"

"Aku benar-benar ingin menjadi pacarnya."

"Itu mustahil bodoh!" Seorang gadis ikut menimpali. Kedua gadis yang asyik bergosip itu terkejut.

Jisoo tersenyum mencemooh. "Dia itu cuek loh."

"Terserah. Tapi dia benar-benar seperti dewa ketampanan." Kata Jennie menggebu. Jisoo memutar bola matanya malas.

Yang dipikirkan temannya hanyalah tampan-tampan-tampan.

"Kau juga pasti menyukainya kan?" Tanya Yuju menggoda. Jisoo menggeleng cepat.

"Aku tidak tertarik pada dia. Lebih baik belajar yang rajin. Ayo kita ke kelas!"

"Iya Bu Guru!" Sahut mereka kompak.

Mereka tidak sadar. Seorang pria mengawasi pergerakan mereka.

"Begitu ya? " pria itu tersenyum manis. Membuat orang-orang di sekitarnya geger karena untuk pertama kalinya dia tersenyum di depan umum.

Tidak memedulikan sekitar, pria itu mendesis, "Kim Jisoo-shi~  Kau memang gadis menarik."

***

HALOHAAAA.

INI FF NGAWUR GUE JADII.... MAKLUMIN AJA YETH.

JANGAN LUPA VOMENTNYA.

ITU YANG BACA TAPI KAGAK VOMENT GUE DOAIN PAS GUE SHALAT HAJAT IDUPNYA KAGAK TENANG KALO KAGAK VOMENT.

JADI JAN LUPA VOMENT. GUE MAKSA 😉😉😉

SEKIAN TERIMA TEYEH 😘💋💋💋

JANE~~~

Play. [taesoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang