"Waktu berlalu begitu cepat..." ujar Dylan mengambang, membuatku yang saat itu sedang melamun segera tersadar. Aku menoleh ke arahnya, kemudian mata kami bertemu.
Dia tersenyum melihat raut bingung di wajahku, kemudian melanjutkan, "Rasanya baru kemarin aku mengajarimu berkuda, kini kau akan segera bertunangan,"Aku tak menjawab.
Jangankan untuk membalas perkataannya, memikirkan pertunangan itu saja membuat tenggorokanku terasa sesak. Aku tak pernah menginginkan perjodohan itu, dan tak pernah terlintas di pikiranku untuk menikah dalam usia 19 tahun. Aku hanya belum siap... untuk segalanya.
Aku adalah seorang gadis pemimpi yang penuh dengan imajinasi liar. Aku mencintai petualangan, meski hanya dapat menikmatinya dari buku-buku. Aku sering berkhayal dapat menjelajahi bagian dunia yang tak seorangpun pernah menyentuhnya. Aku ingin jatuh cinta pada seseorang karena waktu, karena alasan aku sering berada di dekatnya.
Aku punya banyak mimpi, dan semua itu akan musnah jika aku menikah di tahun ini.
Well, seharusnya aku sudah bersyukur dengan lahir di keluarga berlimpah harta seperti Macintyre. Semua orang berkata bahwa aku gadis yang paling beruntung di dunia. Tapi kenyataannya, tidak juga. Percayalah. Harta bukanlah segalanya. Kehidupan di mansion ini dipenuhi dengan dosa.
Keinginan ayahku bagai titah raja. Bahkan, soal pertunangan itu. Ya, kini keinginannya menguasai hidupku.
Aku tak pernah diberi kesempatan untuk menjawab ya, atau tidak. Tawarannya berarti perintah. Ketika dia menawarkanku pertunangan itu, artinya dia memberitahuku bahwa aku akan dinikahkan dengan putra Lafayette. Rapat keluarga mengenai pertunangan itu, katakanlah, hanya sebagai formalitas saja.
Aku bahkan tak tahu seperti apa rupa Antoine Lafayette itu.
"Nona..." ujar Dylan dengan nada yang terdengar cemas. Nampaknya aku melamun terlalu lama.
"Aku baik-baik saja," kataku cepat.
Entah kenapa, dan entah sejak kapan, aku dapat membaca nada suara Dylan. Meskipun dia hanya mengatakan satu kata -Nona, aku dapat menebak apa yang akan selanjutnya dia katakan. Mungkin karena aku terlalu sering berinteraksi dengannya. Atau mungkin karena seorang pelayan memiliki attitude tersendiri kepada majikannya. Entahlah...
Dylan telah bekerja di mansion Macintyre hampir sepanjang hidupnya. Ketika dia berumur 1 tahun, Ayahku menemukannya tengah menggigil di sebuah gereja kecil dekat wilayah mansion kami. Tentu saja saat itu aku belum lahir. Bahkan, James masih berada dalam kandungan Ibu. Ayahku bilang, dia anak yatim piatu. Karena kasihan, Ayah membawanya ke mansion, dan menyuruh Nyonya Aubyn -juru masak kami, untuk merawatnya. Nyonya Aubyn saat itu masih muda, dan dia setuju-setuju saja, asal Ayah memberinya upah tambahan.
Sebelas tahun kemudian, aku lahir ke dunia ini.
"Jangan terlalu memikirkan hal itu, Nona. Semua pasti akan berjalan dengan baik," ujar Dylan lagi, berusaha menghiburku.
Aku hanya tersenyum kecil, "Kau selalu mengatakan hal itu tiap kali aku dapat masalah,"
Dylan tertawa seraya mengepal kedua tangannya di belakang. Aku dapat melihatnya dengan jelas, karena dia berdiri disampingku.
"Ini bukan masalah. Ini adalah petualangan yang harus Nona hadapi," mendengar perkataan itu, aku langsung berhenti tersenyum. Aku tak suka ketika orang lain seolah-olah mengetahui perasaanku dan berkata tentang hal positif seenaknya. Menjadi positif memang baik, tetapi menjadi positif dalam hal seperti ini adalah menyakitkan. Seakan kau berjalan menuju ujung tebing dan berpura-pura tak tahu bahwa dihadapanmu ada jurang. Ini jelas bukan petualangan, ini musibah bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Wedding
RomanceHidup dalam belenggu aturan dan tata krama, serta larangan untuk bebas meninggalkan area mansion, membuat Cora Macintyre mengalami cinta pertama dengan pelayan pribadinya -Dylan. Namun, setelah usianya beranjak 19 tahun, roda kehidupan bagai memutar...