Sudut Pandang

20 2 6
                                    



"Hoam"

Sedikit heran dengan pagi ini, ada sebesit pertanyaan yang terus mengitari kepalaku, tentang dia yang tak membangunkanku pagi ini. Kuperkenalkan, sebut saja Anto, jam weker warna kuning dicetak seperti anak bebek yang membawa telur. Namun jika membahas soal bentuknya sih, otakku sering mengalami tawuran antara team "anak bebek" dengan team "anak ayam", ya walau begitu bagiku Anto adalah anak ayam yang kuperkenalkan sebagai anak bebek.

Jemariku mulai meraba seisi meja disebelah kanan tempat tidur, bermaksud menyapa Anto dipagi hari yang dingin ini.

"Anto selamat pagi" gumamku dengan artikulasi yang masih sedikit mirip balita belajar bicara.

Perlahan kedua bola mataku mulai ku buka, namun penuh dengan kehati-hatian sebab menikmati remang-remang cahaya fajar yang menyorot melalui jendela kamarku yang terletak satu meter lebih jauh dari ujung kasurku. Ah hatiku berdebar untuk melihat Anto. Bukan apa-apa tapi rasanya jika Anto belum membangunkanku artinya aku anak yang rajin.

Kelopak mataku terbuka sepenuhnya.

"Jam setengan tujuh? Anto jangan ngaco please jangan dulu bercanda"

Sedikit menggerutu namun benar adanya, waktu menunjukan pukul 06.27 WIB. Aku tertegun menatap Anto, antara terkesima dan terlalu kaget. Entah hatiku berdegup kencang. Lagi-lagi Anto mampu membuatku degdegan, inikah cinta? Sedikit percaya jika sekarang sudah siang, namun mengapa Anto tak membiarkanku meninggalkannya pagi ini?

"Hmm" aku menghela nafas panjang, kembali menutup mataku dengan posisi duduk sila, mencoba untuk mengingat kejadian jam 05.30 WIB yang terlewat sia-sia pagi tadi.

"Kriiiiiiiiing" tiga detik kemudian "kriiiiiiiing" tiga detik kemudiannya lagi "kriiiiiiiing"

"Anto berisik" aku mencoba perotes dalam setengah tidurku. Nyawaku belum sepenuhnya meninggalkan alam mimpi dan sepertinya mereka memang tidak mau meninggalkan alam mimpi. Baik, sabar nyawaku tunggu separuhnya lagi ikut bergabung di alam mimpi.

Maaf Anto pagi ini aku matikan kamu, selamat tidur kembali.

Tak sampai lima menit aku memejamkan mata untuk mengingat kejadian tadi pagi, aku langsung membuka kelopak mataku kasar. Tertegun. Hening. Kemudian rusuh. Senin pagi selalu saja membuat seluruh insan bernafas dengan pengap. Banyak kejadian janggal dihari ini untuk mereka kesatria yang berusaha semangat akan hari. Seperti aku yang bersemangat bangun pagi demi mengejar pendidikan di sekolah yang waktu masuknya pukul 06.50.

"Ah sial" desisiku, langsung aku melompat ke arah toilet yang terletak 20 langkah dari bedroom sweet my bedroom. Topi, dasi, sabuk, kaus kaki putih minimal 10 cm, buku novel, mukena, dimana mereka bersembunyi? Mengapa Senin selalu membuatku gusar dalam sejarah kehidupanku?

**

Kisah hidupku tak se­-mainstream kisah hidup yang ku pikirkan diatas. Kebanyakan orang memang mengawali kisah kehidupan dari hari Senin. Namun aku tidak, hari ini hari Jumat tepatnya tanggal 19 Januari 2018 pukul 06.09 WIB. Udara sejuk menerpa wajahku yang tadi pagi sudah dilapis dengan pelembab wajah lalu blush on peach cair yang kekinian serta dilapis kembali dengan bedak berwarna sedikit gelap. Jemariku saling menggenggam satu sama lain mencoba menepis udara sejuk yang terlampau sejuk.

Kehidupan pukul 06.27 WIB hanyalah sebuah khayal semata. Betapa bahagianya mereka yang bisa bangun siang untuk membuat dirinya repot akan aktifitas kesiangannya itu. Dengan pikiran kusut dan terik mentari yang menyorot sepertinya seru jika aku yang melakukan kegiatan kesiangan tersebut. Ya, khayal hanyalah khayal. Apalah arti sebuah khayal. Aku tak pernah bisa memejamkan kelopak mataku diatas pukul 03.30 WIB, sepertinya mata ini terlalu semangat untuk menyambut mentari dan meledek Anto milikku. Lalu apa gunanya Anto selama ini? Tak ada selain menjadi penghias meja sebelah kanan dari tempat tidurku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang