Diary

14 1 0
                                    

      Anjingku terus menggonggong di depan pintu rumah besar yang hanya diterangi cahaya rembulan dan senter andalanku.
       Tiap malam aku selalu berpatroli mengelilingi perumahan kecil di daerah Edmonton. Namun, rasanya baru pertama kali aku melihat rumah ini.
       Entah apa yang ada di dalam sana, hingga membuat anjingku berlarian ke sini.
       "Baiklah Cliff kita akan masuk." Ini memang tugasku, memastikan semua aman.

        Perlahan ku tarik engsel pintu berkarat itu. Terbuka.
       Cliff langsung berlarian kedalam.
       "Tunggu Cliff!"
       Aku terus mengejar Cliff mengikuti suaranya. Disini sungguh gelap, tak sempat untuk memperhatikan sekitar.
       "Akhirnya kau berhenti, apa yang kau temukan Cliff?"
       Aku menyorotkan senter ke arah benda yang di pelototi Cliff.
Seperti sebuah bingkai yang belum selesai. Berukuran besar, dari sambungan tulang belulang.
       Ku edarkan senterku ke sekitar. Lalu terhenti di sebuah tengkorak yang teronggok. Bukan itu yang membuatku tertarik. Namun, benda disampingnya.
Sebuah buku!

       Ragu-ragu aku mengambilnya. Kubuka lembar demi lembar yang kecoklatan. Terdapat tulisan seperti diary.

****

Hari pertama terjebak.

Baru saja aku dikejar warga karena mencuri tas seorang wanita. Dan sekarang aku aman dari kejaran mereka. Tapi, kini aku lebih suka bila tertangkap, dibanding terperangkap di sini.
Kurang lebih sudah setengah jam aku mengitari ruangan ini, berkeliling. Tak ada apa-apa, bahkan pintu yang baru kumasuki sekejap menghilang .
Akhirnya aku menghabiskan waktu dengan buku dan senter yang ada di dalam tas wanita yang aku curi.

Hey,
Barusan aku mendengar sebuah suara langkah kaki kecil.

______________________________________________

Mungkin hari ke-2

Ternyata aku tak sendirian. Aku ditemani seorang anak laki-laki manis.

Seingatku dia berkata akan menunjukkanku jalan keluar, jika dia menemukan pintu ke alamnya.

Ku pikir itu tawaran bagus. Dia harus menemukan pintu itu maka akupun akan keluar.

Belum menjelaskan bagaimana caranya, anak itu menghilang.

-------

Tak ada lagi yang kulakukan setelah enam jam terakhir. Selain tidur dan bangun menulis diary ini.
Ada yang berbeda setelah aku bangun. Aku merasa lemas, bahkan kaki kiriku tak dapat aku rasakan.

Anak kecil itu datang lagi, memberiku daging mentah. "Aku tak butuh daging, biar untuk tuan saja."

Entahlah darimana dia mendapatkannya. Dia kembali menghilang. Dan perutku sungguh lapar.

______________________________________________

Sepertinya hari ke-3

Aku kembali terbangun dari tidur. Mataku seperti sudah terbiasa dengan kegelapan. Aku bisa melihat anak laki-laki dan tumpukkan daging tanpa menggunakan senter.

"Kapan kita akan mencarinya?" tanyaku pada anak kecil itu.
"Mencari apa?"
"Pintu yang kau maksud kemarin."
"Kita tidak mencarinya tuan, kita akan membuatnya."
Aku sungguh kebingungan. "Bagaimana caranya?"
Anak itupun pergi.
"Hey, tunggu..aww.."
Aku tidak jadi mengejarnya, ada yang aneh. Kini kaki kananku tak terasa. Setiap aku melihat kearah kakiku, semuanya gelap. Bahkan dibantu cahaya senter, tetap tak terlihat apa-apa.

______________________________________________

Hari ke-4 kurasa

Buruk! Kini aku tak bisa merasakan lengan kiriku.

Anak kecil itu sedang berada di pojokan aku melihat dia sedang merangkai sesuatu.
"Sedang apa kau?"
"Membuat pintu tuan, sebentar lagi ini selesai. Aku hanya membutuhkan sedikit lagi tulang."

Aku ketakutan, tak ada yang bisa kulakukan selain menulis diary ini, mungkin ini tulisan terakhirku.

Karna sekarang aku mengerti, mungkin esok giliran lengan kananku.

****

       Aku membolak-balikkan buku itu Tak ada lagi catatan.
       Persis aku menutup lembaran terakhir. Terdengar suara langkah kaki kecil mendekat.
"Hello tuan"

A Boy Behind The DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang