Useless

927 40 0
                                    




Taemin berjalan dengan langkah berat, kepala menunduk, tidak mengindahkan suara klakson dari sepeda motor dan mobil yang terus berbunyi karena dia berjalan di badan jalan. Dia tidak peduli. Kalau bisa dia ingin pengendara kendaraan tersebut menabraknya dan dia akan mati saat itu juga.

Tekatnya sudah bulat. Dia ingin mati. Untuk apa dia hidup apabila tidak ada orang yang menginginkannya lagi. Kedua orang tuanya sudah pergi, begitupun juga kakak laki-lakinya yang mati karena overdosis.

Dia terus berjalan tanpa arah yang pasti. Terus berjalan hingga suara bising kendaraan yang lalu lalang hampir tidak terdengar lagi. Dia tidak tahu sekarang pukul berapa. Yang dia yakini malam sudah semakin pergi. Dan dia percaya sekarang waktu yang tepat untuk mati.

Menyedihkan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanya sekarang. Memikirkan betapa sia-sia hidup yang dia jalani. Dan sia-sia kematian pula yang akan dia hadapi. Langkah kakinya berhenti di persimpangan jalan, dia berbelok ke arah kiri dan terus berjalan. Masih dengan tujuan yang tidak pasti.

Satu jam. Dua jam telah dia lewati. Tanpa dia sadari hamparan luas sungai Han sudah berada di depan matanya. Cahaya lampu kota berjejer rapi, memancarkan keceriaan di malam hari. Namun tidak dengan hati seorang Lee Taemin. Dia berjalan menuju salah satu jembatan di sungai tersebut. Menepi ke pagar, merasakan hembusan dinginya angin malam untuk yang terakhir kalinya.

Dia menutup kedua matanya. Merenung untuk yang terakhir kalinya. Dan berdoa supaya Tuhan membuatnya mati dalam satu loncatan. Tangan kecilnya menggemgam erat pagar. Dalam hitungan mundur, dia akan melompat. Meninggalkan dunia yang menyedihkan ini.

"Hi."

Sebuah suara yang familiar mengacau konsentrasinya. Dia menoleh kesamping dan mendapati laki-laki yang dia hindari berdiri disampingnya.

"Minho..." panggil Taemin, masih sedikit terkejut dan bingung akan kehadiran sosok lelaki tampan yang dia sukai secara diam tiba-tiba.

Ya. Taemin adalah gay. Dan itu menambah alasan kenapa dia tidak diinginkan di dunia ini.

Minho tidak bergeming. Taemin memutar badanya dan pergi.

"Aku akan pergi," ujar
Taemin meninggalkan Minho yang masih terdiam dibelakangnya.

Seseorang kembali mengacaukan rencanya. Atau lebih tepatnya, Taemin tidak ingin terlihat mati mengenaskan di hadapan sosok yang dia sukai.

Dia kembali berjalan menelusuri jembatan, sesekali melirik kebelakang untuk memastikan apakah Minho sudah menghilang.

Setelah dikirinya Minho sudah pergi, Taemin dengan tekat bulat mulai memanjat pagar kokoh tersebut dan bersiap untuk melompat.

Namun, lagi-lagi gagal karena seseorang memeluknya dari belakang.

Jantung Taemin langsung berdetak tidak beraturan. Matanya terbuka lebar setelah dia menoleh kebelakang. Seseorang yang beberapa menit lalu menyapanya kini memeluknya dari belakang.

"Minho..." napas Taemin tercekat. Dia tidak bisa memproses apakah kejadian ini nyata atau bukan. Minho mengeratkan pelukanya di pinggang kurus tersebut "A-apa yang kau lakukan disini?" dengan keberanian Taemin bertanya.

"Aku menghentikan seorang idiot untuk melakukan hal bodoh," balas Minho, terdengar dingin namum Taemin masih bisa merasakan nada khawatir dalam kalimatnya.

Taemin menahan air matanya untuk tidak menetes karena dia mulai percaya apa yang terjadi sekarang adalah kenyataan. Minho menjatuhkan kepalanya di punggung kecil tersebut. Mati-matian Taemin menjaga pertahananya.

"Minho—"

"Jangan mati," ujar Minho cepat. Dia menarik tubuh Taemin untuk turun dengan cepat dan membalikanya untuk dia rangkul dalam pelukanya. Rembesan air mata mulai membasahi baju Minho. Lelaki kurus dalam pelukanya menangis tersedu-sedu "Jangan mati. Aku menginginkanmu untuk tetap hidup, Taemin."

Taemin membutuhkan ini.

Fin

Short 2min storiesWhere stories live. Discover now