Useless (2)

131 10 1
                                    



Tiga bulan. Tiga bulan semenjak pelukan hangat yang Minho berikan kepadanya di malam dingin itu. Tiga bulan berlalu semenjak rencananya meninggalkan dunia digagalkan oleh pria itu. Tiga bulan pula, semenjak ia tinggal dalam satu atap dengan pria yang sudah sejak lama dicintainya, ia tak bisa mengingat entah sudah sejak kapan.

Matanya menatap keluar. Sendu. Hujan diiringi tiupan angin yang kencang mengguyur kota itu. Orang-orang diluar berhamburan untuk berteduh. Suara klakson mobil yang tiada henti menambah kekacauan sore hari itu. Suasana diluar kamar apartemen seakan menggambarkan suasana hatinya yang abu-abu dan rancu.

Ia melirik jam di meja sampingnya. Pukul 5.40 sore, seharusnya sang pemilik apartemen sudah pulang 40 menit yang lalu. Terjebak hujan. Pikirnya begitu.

Ia duduk diatas kursi kecil yang menghadap langsung keluar, kedua lututnya terangkat. Angin dingin mulai memasuki kamar apartemen itu. Menundukkan kepalanya dilutut, ia mulai memejamkan kedua matanya dan memeluk dirinya sendiri. Ia memikirkan hidupnya yang tak berarti.

Suara pintu apartemen terbuka. Namun, derasnya suara hujan ditambah angin kencang menenggelamkan suara itu. Pundaknya diketuk, ia langsung tersadar dan mendongakkan kepalanya untuk menengok. Seorang lelaki tampan tersenyum kecil menyapanya. Pakaian dan rambutnya setengah basah

"Hi. Aku pulang." Sapanya lembut.

"Minho...maaf aku tertidur."

Lelaki itu masih tersenyum. Meletakkan tas kerjanya di sofa. Lalu berjalan menuju kamar mandi yang berada di pojok ruangan untuk mengambil handuk.

"Kau bisa melanjutkannya di kasur. Kau bisa sakit dengan posisi itu." Ucapnya sembari mengeringkan rambut.

Taemin hanya menggeleng.

"Kau kebasahan."

"Ya. Hujan yang lumayan deras diluar. Apa kau sudah makan?"

"Belum. Tapi aku sudah menyiapkan makan malam kita. Aku hanya butuh menghangatkannya." Taemin berdiri dari kursi, ia berjalan menuju dapur.

"Baiklah. Aku akan membersihkan diriku terlebih dahulu."

Tak ada balasan hanya sebuah senyuman kecil dari bibir Taemin. Ia langsung berangsut ke dapur untuk memanaskan makanan yang dimasaknya. Dan Minho pergi menyelinap dibalik pintu kamar mandi.

Makan malam mereka berjalan seperti biasanya. Minho menikmati masakan yang disiapkan oleh Taemin. Semenjak ia mengajak pria kecil itu tinggal bersamanya, Taemin selalu memasak untuk Minho. Paling tidak, dia memasak dan membantu membersihkan apartemennya sebagai imbalan telah diberi tumpangan gratis.

"Bagaimana harimu?" Tanya Minho disela makan mereka.

"Mmm...aku sudah menyelesaikan pekerjaanku dengan baik."

Minho hanya mengangguk. Ia terlihat sangat lahap memakan masakan Taemin. 

"Aku melupakan makan siangku. Ini sangat enak, Taemin. Terima kasih."

"Aku senang mendengarnya."

Minho tersenyum. Ia melirik piring Taemin yang masih utuh dengan makanan.

"Kau tak makan?"

"Ahh...aku sedang tidak terlalu lapar. Tapi aku akan memakannya."

Merasa diamati oleh Minho. Taemin segera menyendokkan nasi didepannya.

"Makanlah yang banyak, Taemin. Kau terlihat kurus." Ucap Minho mengusap halus kepala Taemin.

Meskipun mereka sudah tinggal bersama selama tiga bulan. Mereka masih canggung. Mereka hanya berbicara ketika pagi sebelum Minho bekerja dan petang setelah Minho pulang bekerja. Akhir pekan adalah waktu favorit Taemin karena ia bisa melihat Minho lebih lama. Namun, tak jarang juga Minho keluar untuk bertemu dengan temannya atau mengurus masalah pekerjaan.

Short 2min storiesWhere stories live. Discover now