Satu

23 1 0
                                    

Hari Senin yang cerah. Pagi ini seharusnya begitu indah. Matahari bersinar hangat, masih mengintip malu, berganti shift dengan sang bulan. Burung-burung di luar sana terdengar sangat bersemangat karena bersahutan saling bersiul. Suasana yang harusnya mampu mendongkrak semangat para manusia di pagi hari Senin yang di kenal sebagai hari yang membosankan. Aku terdiam, melihat dari jendela kamar tertutup, betapa indahnya pagi. Sedikit banyak suasana ini menenangkan hatiku. Ketenangan yang sangat sulit kudapatkan. Kubawa langkahku menuju balkon kamar. Mencoba menghiraukan nyeri pada kaki dan kepalaku. Kubuka pintu balkon, dan angin dingin langsung menerpa,membuatku menggigil. Aku masih di sana, hingga suara alaramku berbunyi. Tidak terlalu nyaring, tapi cukup untuk membangunkanku. Aku menuju ke nakas, dan melihat waktu sudah menunjukkan pukul 5 dini hari. Aku segera mandi, dan mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.

Sekitar setengah jam kemudian aku sudah turun ke bawah, menuju ke dapur. Menyiapkan makanan untuk ayah, ibu dan kakak-kakak ku. Aku sedang menata meja makan ketika kak Alvonz turun.
"Pagi kak"
Aku tersenyum kecut ketika kak al hanya menggumam. Yah, mungkin masih mengantuk.
"Heh!"
"I- iya kak?" Aku kaget saat tiba2 suara berat kak Al menyentak ku.
"PRku?"
"Hah? PR ap-" Astaga! Jantungku rasanya mau pecah. Aku lupa, kemarin kak Al menyuruhku mengerjakan tugas kuliahnya. Untungnya otakku lumayan encer, jadi mengerjakan tugas kak Al tidak terlalu masalah walaupun aku harus mati-matian mencari dan memahami literatur. Aku lupa sama sekali, kemarin tenagaku habis karena dipukul ayah. Setelah dipukul, sepertinya aku pingsan lumayan lama dan langsung mengerjakan pekerjaan rumah. Celaka. Aku mendongak dan melihat wajah murka kak Al, tanpa sadar aku menelan ludahku sendiri.
"Ma-af..kak, ce-celine lupa-"
BUGH
Aku terdiam, menahan rintihan yang nyaris ku keluarkan. Mulutku terasa asin, dan berbau anyir. Kubuka mulutku dan darah dari dalam mulutku mengucur keluar. Mataku buram. Kenapa darahnya banyak sekali? Tidak. Aku tidak boleh menangis. Tidak boleh...aku hanya bisa membuka sedikit mulutku agar darahnya keluar. Aku mual. Kak Al berdiri menjulang di depanku setelah memukul pipiku keras-keras tadi. Tanpa sadar aku gemetar, menyeret tubuhku mundur. Membuat jejak-jejak tetesan darah. Tiba-tiba kak Al sudah menginjak tanganku dan memutar kakinya. Aku menggigit bibir, menahan jeritan. Bahaya. Mereka tidak suka aku menjerit.
"ALVONZ! KAMU APAKAN CELINE! DIA PEREMPUAN!!!!"
Badanku makin gemetar saat mendengar suara bentakan keras. Tiba-tiba kak han-panggilan sayang untuk kak johan- sudah berjongkok di depanku sementara kak Alvonz entah pergi kemana.
"Lin, gapapa? Bisa berdiri? Kita ke rumah sakit ya..mulutmu berdarah"
Gawat. Aku tidak mau di bawa ke rumah sakit.
"Kak...jangan...jangan ke rumah sakit...please..."
"Tapi kau sakit Lin"
Aku menggeleng keras meskipun kepalaku jadi makin pusing. Kak han tidak boleh membawaku, tidak boleh.
"Celine ga apa kak, tolong jangan bawa Celine" Aku sudah berusaha menahan tangisanku, tapi nyatanya aku tetap menangis. Air mata sialan. Aku mendengar kak han mendengus. "Baiklah. Tapi kalau darah nya keluar terus, kita harus pergi ke rumah sakit"
Aku mengangguk cepat. Apapun lah.
'Aku usahakan tidak akan sakit lagi di depanmu kak'
Kak han menuntunku bangun, dan dengan cepat aku meninggalkan kak han untuk ke toilet. Tangan kanan yang diinjak kak Alvonz tadi terasa sakit sekali. Ayah dan ibu baru saja turun, untungnya makanan semua sudah siap di meja.
"Pagi yah, bu"
"Selamat pagi,ayah, ibu"
"Pagi honey"
Ibu mengecup pipi kakak dengan sayang. Dari ujung lorong, aku melihatnya. Aku iri... Aku juga ingin dicium..
Mereka sama sekali tidak mencariku dan sibuk bercengkrama dalam suasana hangat meja makan. Aku cepat-cepat masuk ke kamar mandi untuk membersihkan darah di mulutku, sekaligus untuk sembunyi. Aku tidak boleh terlihat saat mereka makan, karena mereka -ayah, ibu, dan kak al- melarangku makan bersama. Merusak mood, katanya. Kak han sangat menentang ini sebenarnya, tapi aku sudah amat terbiasa, jadi tak masalah bagiku. Lama kelamaan kak han jadi mulai ikut terbiasa dan menerima hal ini. Kak johan, ia tidak terlalu tahu perlakuan ayah, ibu dan kakak. Ia tak tahu apa-apa dan hanya mendengarnya sedikit dari Lily, pelayan pribadi ku -dia mengklaim dirinya begitu- saat baru pulang dari luar negeri. Aku mendengar pembicaraan mereka tanpa sengaja. Oiya, darah di ruang makan kan masih belum di bersihkan. Aku harus ingat membersihkannya setelah ini. Memang ada 3 pelayan di rumah ini, tapi mereka datang sekitar jam 8 pagi. Aku menyelinap untuk kembali ke kamar, melangkahkan kaki ke kotak obatku, aku mendengus. Kosong. Yasudah lah. Sudah jam 6 pagi, aku harus segera pergi untuk mengantar koran dan susu. Aku turun dan melihat mereka masih berkumpul di sana. Aku bimbang. Aku harus segera membersihkan bekas darahnya dan cepat bekerja sebelum telat, tapi ayah, ibu dan kak Al selalu marah kalau aku ke sana. Aku memutuskan untuk menyerahkan semuanya kepada Lily, An, dan Leli. Semoga mereka bertiga peka. Aku bersiap mengayuh sepedaku, dan sebelum sempat mengayuhnya kak Han tiba-tiba mencekal tanganku.
"Loh, kak han? Ada apa kak?"
"Coba A"
"Hah?"
"Bilang A! Cepaat"
Aku menurutinya dan membuka mulutku lebar. Kak Han mengamati mulutku sebelum mengangguk.
"Yang berdarah tadi masih sakit?"
Aku menggeleng. Memang sudah tidak terlalu sakit.
"Lin mau antar koran sama susu lagi?"
Aku mengangguk.
"Tiap hari?"
Aku mengangguk lagi.
"Yaudah, sekarang Lin masukin sepedanya, kakak antar kamu sekalian ke sekolah"
Aku, tersenyum senang. Berarti pekerjaan hari ini jadi lebih ringan. Sudah seminggu kak han pulang ke rumah, seminggu ini pula kak han selalu mengantar jemput aku ke mana-mana. Aku berbalik ke garasi dan menaruh sepedaku, lantas mengikuti Kak han yang sudah membuka pintu mobil depan.
"Ini ambil koran dan susu di tempat biasa kan? "
"Iya"
"Kenapa kamu kerja kayak gini sih lin? Emang papa mama bolehin?"
Kak han memang bawel dan banyak tanya. Maklum, kami berpisah saat aku masih kecil. Saat kak Han umur 12 tahun, dia harus melanjutkan studinya ke luar negeri.
"Ummm..Mama papa ga tau celine kerja kak."
'Mereka ga akan peduli juga'
Kulihat kak han membuang nafas kasar. Mobilnya berhenti di sebuah warung tidak lama kemudian, mencegah ku yang sedang mencoba membuka seatbelt, lantas turun dari mobil dan kembali membawa setumpuk koran, majalah, dan sekotak susu. Setelah mengantar semuanya, tiba-tiba kak han berhenti di sebuah apotik, lantas keluar dan kembali membawa sekantung obat-obatan.
"Sini"
Kak han menyentuh pelan pipiku, mengobati luka robek di sana.
"Apa alvonz sering memukulmu begini?"
Aku menggeleng pelan. Aku memang dilarang berbohong, tapi lebih dilarang lagi untuk bercerita apapun pada siapapun.
"Bohong ya?"
Aku menggeleng lebih keras, menunduk lebih dalam. Jelas sekali aku ingat, kak han yang sedang marah itu super seram.
"Lin,lin"
"Y-ya?"
"Lihat kakak lah"
Aku memejam erat sebelum mendongak menatap takut mata kak johan. Aku terdiam kaku saat kakak menghela nafasnya dalam. Takut salah.
"Walaupun kita udah gak ketemu lama, tapi kakak tetep kakak kamu loh. Kakak bisa tau kamu bohong atau nggak. Kakak ga butuh kamu bohong. Kakak gak suka. Kalau kamu ada syarat untuk jujur, ya bilang aja, jangan bohong"
Aku mengangguk pelan. Ya mau bagaimana lagi? Permintaan semua orang, perintah untukku. Itu kata mama, kak alvons dan papa.
"Jadi?"
Aku menggigit bibir, takut, pastinya. Tapi memutuskan untuk mengangguk. Tiba-tiba air mata sialan ini jatuh. Ah,Biarlah sekali-sekali ia jadi cengeng. Cuma di depan kak han, atau saat ia sendirian, ia bisa menangis.
Aku tersentak kaget saat kak han memukul setir mobil dengan keras. Apalagi salahku Tuhan? Aku harus apa? Aku memejamkan mata, menunggu apa mungkin aku akan di pukul atau di tampar, tapi yang aku rasakan cuma berat. Ternyata kak han sudah memelukku erat.
"Dont cry...please dont cry...im so sorry..."
Aku menggeleng.
"Not your fault..."
Jantung Johan serasa diremas saat telinganya mendengar celine berucap lirih, namun masih sampai ke telinganya.
"Thankyou for not slap on me...lin capek kak..."

Holaaaaa

Setelah menimbang ini mau lanjut nggak, akhirnya grey putusin buat lanjut dulu.. Gimana enak nya? Lanjut nggak? Please comment enaknya lanjut orang not hehehe...

Anyway Please give me  kritik, saran atau apapun ya...masih sangat amat butuh bimbingan 😁

Love you guyssss
Jgn lupa jejaknya....

With love
Greydys

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang