Part 1

205 7 0
                                    

"Rik, aku pergi keluar ya?" Pinta Asyafia.
"Terserah lo."

Asyafia keluar. Meninggalkan Zarrik Sanusi di kamar. Sebuah apartemen yang dipilih Zarrik sebelum mereka melangsungkan acara pernikahan. Apartemen yang tidak terlalu luas. Hanya cukup untuk mereka berdua. Satu kamar tidur. Satu kamar mandi. Dapur. Dan ruang tengah.

Zarrik mengikuti Asyafia kemudian, memanggilnya.
"Tunggu!"

Asyafia menoleh ke arah suara.

"Denger ya. Lo boleh jalani hidup lo. Gua juga bakal jalani hidup gua. Kemana pun lo pergi itu urusan lo. Begitpun gua. Tapi, kemana pun lo pergi. Lo harus kasih kabar biar gua gak bakal linglung sewaktu-waktu ditanya bunda."

Asyafia hanya menganggukkan kepala tanda setuju dengan perkataan Zarrik. Namun, dalam hati kecilnya. Ia sedih sekali. Hari pertama berumah tangga tanpa ucapan selamat pagi dari suami.

Zarrik terdiam. Menunggu bibir Asyafia bergerak mengeluarkan suara. Sayangnya, Asyafia langsung keluar apartemen. Perasaannya begitu kesal. Ia ingat Rasyid. Mantan kekasihnya. Lelaki yang tidak pernah membuatnya marah. Lelaki yang selalu ada untuknya. Lelaki yang tidak pernah membuatnya menahan sakit di dalam hati.

Asyafia menunggu pintu lift terbuka sambil memainkan ponsel miliknya.
Ia menghubungi kedua sahabatnya melalui grup WhatsApp. Afrah Shahia dan Andriana Aisyah.

Asyafia ingin segera bertemu kedua sahabatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asyafia ingin segera bertemu kedua sahabatnya. Ia ingin menangis sejadi-jadinya meluapkan semua kekesalannya pagi ini.

Pintu lift terbuka.

Ia bergegas memasuki lift kemudian, menekan tombol. Lift terus bergerak. Detakan jantung miliknya terus berdebar. Hatinya hancur dipagi hari. Oleh suaminya sendiri.

"Ah! Benar. Kata-kata lebih menusuk dibanding pedang" Gumamnya dalam hati.

Ting!!!
Pintu lift terbuka.

Asyafia menghentikan sebuah taxi yang berjalan pelan dari arah kiri. Taxi pun berhenti. Ia meminta sang supir untuk menghantarkannya ke sebuah kafe tempat biasa mereka berkumpul.

Sesampainya di kafe. Mereka duduk dimeja nomer 8.

"Kita kira kamu dianter suami." Afrah membuka pembicaraan.

"Kenapa sih Sya? Mukanya kok ditekuk gitu?" Tanya Andriana.

"Aku tuh kesel sama Zarrik. Dia tuh dingin banget An, Rah." Asyafia bercerita dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sabar Sya. Namanya juga perjodohan pasti salah satunya gak nerima. Jangan sedih. Semuanya butuh proses Sya" Afrah mencoba menenagkan Asyafia.

"Tapi kenapa Rah? Kalo dia gak mau nerimain aku yaudah gausah terima perjodohan ini. Aku gak pernah minta dijodohin kok. Aku terpaksa harus putus sama Rasyid demi nikah sama dia. Kalian bayangin gimana terpukulnya Rasyid. Mungkin dia gak terima sama keputusan aku. Dia rela ninggalin aku. 3tahun kita pacaran bukan waktu yang sebentar. Tapi kenapa suami aku sendiri malah nyakitin aku sama kata-katanya." Asyafia menangis. Mulutnya terus saja berbicara mengeluarkan isi hati.

"Udah udah Sya. Biarin aja. Semua butuh proses bener kok yang di bilang Afrah. Kamu harus kuat. Lagian kalian baru kenal belum tahu sifat masing-masing kan?" Andriana ikut menenangkan Asyafia.

"Ohhiya bentar, aku mau chat dulu Zarrik."

"Yaudah Rah. Aku mau pesen makanan dulu." Ucap Andriana. Kemudian, segera pergi meninggalkan mereka berdua.

 Kemudian, segera pergi meninggalkan mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Asyafia ImaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang