–
Jam menunjukan pukul 15.40
Lobby utama SMA Elang mulai sepi. Tidak ada siapapun disana.
Atau ternyata masih ada seorang gadis yang duduk di salah satu kursi. Termenung, asik dengan dunianya.
Dan ada sepasang laki-laki dan gadis yang sedang mengobrol di ujung lobby utama. Tanpa tau perasaan yang ditutupi.
Oh, masih ada satu laki-laki lagi ternyata. Sepertinya ia hanya berdiri memperhatikan suasana luar tanpa ada niat untuk menuju kesana dan bergegas pulang.
Disini, kisah mereka dimulai.
–
Shal merasa sangat malas datang ke sekolah. Ia merasa percuma bersekolah dan berteman jika pada akhirnya ia harus pindah lagi. Pergi lagi. Pekerjaan ayahnya yang mengharuskan berpindah-pindah sesuai dinas yang di berikan membuat ia dan keluarga harus ikut juga menemani.
Tapi apa harus dalam setahun ini ia berpindah sebanyak 5 kali?
Huh, ia bertekad akan bertahan disini saja. Tidak mau mengikuti kemana ayahnya pergi lagi.
"eh sori gak sengaja."
Di tabrak dengan tiba-tiba membuat tubuh Shal sedikit limbung, ia hanya melengos malas dan segera pergi, malas berurusan lebih lanjut.
Dengan sedikit arahan dari beberapa siswa yang ia tanyakan, akhirnya Shal sampai di depan kelas XI-IPS 2. Kelas yang akan menemaninya selama satu semester ke depan.
Tanpa ragu, Shal membuka pintu kelas dan masuk. Membuat atensi seluruh siswa yang berada di kelas tertuju padanya. Mendapat tatapan heran sudah biasa bagi Shal ketika ia masuk ke kelas barunya, namun tetap saja ia merasa gugup.
Meski gugup, Shal segera mengedarkan pandangannya mencari tempat duduk yang masih kosong. Ternyata masih tersisa dua bangku kosong, dua-duanya di bagian belakang pojok kanan kelas.
"hm, itu di pojok kanan belakang belum ada yang nempatin kan?" tanya Shal kikuk.
Siswa yang duduk tepat di depan Shal berdiri mengangguk, "tapi yang paling belakang udah ada yang nempatin. lo nomor dua dari belakang aja."
"oh, oke." Kata Shal mengerti. Gadis dengan bibir ranum itu pun segera menuju tempat duduk yang masih kosong. Sesuai instruksi siswa tadi, ia duduk di nomor dua dari belakang. Sedikit bingung mengapa siswa yang duduk di belakangnya tidak maju saja.
Begitu mendengar suara langkah kaki mendekat, atensi seluruh siswa kembali ke pintu. Kelas yang masih sunyi membuat suara langkah kaki terdengar sangat jelas.
Ternyata yang datang adalah seorang siswa laki-laki dengan seragam yang sedikit berantakan dan rambut yang acak-acakan.
Dia dengan santai masuk dan menuju tempat duduknya yang ternyata tepat berada di belakang Shal.
Seperti di sihir; setelah siswa laki-laki tadi duduk, semua siswa kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti.
Shal yang melihat itu hanya acuh dan memainkan ponselnya diam.
Tidak ingin tau siapa pemuda yang duduk di belakangnya.
Mengapa ia berpenampilan sangat berantakan.
Mengapa ia memilih duduk di belakang.
Lebih tepatnya mencoba tidak ingin tau.
Karena ternyata hati dan pikirannya mengkhianatinya.
–
Suasana kelas yang masih sepi, menyambut kedatangan Kinan pagi ini. Sepertinya teman-temannya sedang ke kantin. Karena meskipun kelasnya sepi, tas mereka sudah berada di tempat duduknya masing-masing.
Setelah duduk dan menaruh tasnya, Kinan membuka ponselnya; mencoba menanyakan dimana keberadaan Nino.
Tadi ia berangkat dengan Nino, kebetulan rumah mereka hanya berjarak dua rumah saja. Jadi dengan sukarela dan sedikit paksaan dari ibunya, Nino mau berangkat dan pulang bersama Kinan.
Tentu itu menjadi sebuah kebahagiaan bagi Kinan, mendapat tumpangan gratis setiap hari. Meski jika tidak berangkat dan pulang bersama Nino ia bisa di antar oleh supirnya, tapi tetap saja Kinan sangat senang.
Pernah mendengar kata-kata; "pertemanan antara laki-laki dan perempuan pasti tidak murni, karena salah satu dari mereka atau bahkan keduanya mempunyai rasa lebih dari itu."
Dan tepat sekali, Kinan merasakan itu kepada Nino.
Kinan menyukai Nino.
Dari awal, ia ingin menampik bahwa ia menyukai laki-laki pemilik hidung bangir itu. Namun ternyata, kian hari perasaannya tidak bisa di kendalikan. Jantungnya terus berpacu cepat ketika ia berada di dekat laki-laki itu.
Dan akhirnya Kinan mengakui.
Ia menyukai laki-laki yang menjadi sahabatnya itu.
Hatinya tak sejalan dengan pikirannya.
Tapi sampai sekarang, ia mencoba menghilangkan perasaannya. Kinan tidak mau karena perasaan yang ia miliki, persahabatannya dengan Nino menjadi hancur.
Memikirkan akibatnya saja sudah membuat Kinan ingin menangis.
Terbiasa memiliki Nino di dekatnya, membuat ia seakan candu dengan laki-laki itu.
"heh, ngelamun aja lo."
Suara berat milik Nino mengagetkan Kinan.
Gadis dengan mata bak almond itu menggerutu sebal, membuat suara tawa khas Nino yang berat terdengar jelas di pendengarannya.
"tenang, gak usah sebel gitu," kata Nino seraya menaruh susu rasa coklat di meja Kinan.
Kinan mencibir, "tumbenan amat."
"ye, yaudah kalo gak mau."
"hehehe, mau lah." Kata Kinan dengan tangan yang terjulur merebut susu yang sudah berada di genggaman Nino lagi, lalu meminumnya.
Melihat itu, Nino hanya tersenyum penuh arti.
Coba aja lo tau, nan, batinnya berkecamuk.
–
a/n
hehe ok aku lagi suka bgt sama ini, jd kyknya bakalan sering update ini deh.
don't forget to vote and comment, guise!!
with love,
alisa
KAMU SEDANG MEMBACA
amigos'
Fanfictionfor us, friendship exceeds everything. no matter how much trouble, when together we can forget everything. ©metasiast, 2018