Menyembuhkan Hatimu

13 1 0
                                    

Kamu sekarang duduk di sisi ranjangmu.

Sinar handphone memantul di depan wajahmu.

Jarimu asyik menggulir layar ponselmu.

Entah sudah menit atau jam keberapa kamu tidak berhenti menatap layar ponselmu.

Ya, kamu sedang sibuk mengeksplor beranda media sosialnya.

Pacar?

Bukan.

Gebetan?

Apalagi, sudah pasti.... tidak.

Ya, tidak sepenuhnya benar sih.

Kamu mengenalnya beberapa bulan yang lalu.

Saat itu, dia menyapamu lewat direct massage.

Kamu tak menggubrisnya sebelum kamu tau ternyata dia laki - laki yang .... yah, lumayan tampan di matamu.

"Hai"

Kata itu yang pertama kali ia lontarkan ketika menyapamu.

Lalu kamu membalasnya "Iya dengan siapa ya?"

Mulai dari situlah, obrolanmu dengannya berlanjut. Hingga pada suatu hari ....

"Kamu hari sabtu sibuk? Aku mau ajak kamu jalan"

Seketika itu juga, senyummu mekar sempurna. Sesuatu di perutmu seakan membuncah keluar.

Bahagia bisa dibilang.

Tak perlu waktu lama bagimu untuk menjawab " Iya, aku tidak sibuk"

Kamu sematkan pula emoticon senyum di dalam pesanmu itu.

Yang kamu pikirkan selanjutnya adalah bagaimana kamu nanti tampil dihadapannya.

Kamu ingin terlihat cantik dan membuatnya terkesan.

Sungguh, saat itu kamu merasa bahwa dia adalah laki - laki paling perhatian di dunia ini.

Hingga kamu merelakan waktu berkumpul dengan sahabat - sahabatmu.

Ketika ia menjemputmu di rumah, dengan gentle ia meminta izin kepada orang tuamu.

Disitu, perasaanmu semakin terasa kuat padanya.

Semenjak itu, ia mulai sering mengajakmu jalan berdua.

Ya hanya berdua, seperti yang dilakukan pasangan lain di luar sana.

Namun tanpa status, kamu menyebutnya teman tapi hatimu ingin lebih.

Dia? Mungkin dia juga hanya menganggapmu teman.

Perlakuannya padamu membuat dirimu hendak bertanya padanya.

Mau dibawa kemana hubunganmu dengannya.

Lalu, ia hanya tersenyum.

Kamu mungkin bertanya - tanya, karena senyumannya sulit diartikan.

Mungkin sebentar lagi dia akan menyatakan perasaanya padaku, dalam hati kamu berkata.

Atau mungkin dia hanya menganggapku teman saja, seperti teman - teman kuliahnya yang lain, kata hatimu yang lain.

----

Lalu ....

Sudah dua hari ia tidak menghubungimu.

Kamu mencoba menghubunginya duluan. Mengiriminya pesan sekedar bertanya kabarnya.

Dia membalas, namun begitu lama.

"Aku lagi ada tugas kuliah".

Kamu mencoba memahami kesibukannya.

Tiga hari, lima hari, seminggu berlalu.

Sejak terakhir ia membalas pesanmu, tidak ada lagi kabar darinya.

Ingin menghubungi duluan, tapi kamu takut menganggunya bukan?

Hingga dua minggu telah berlalu.

Kamu melihat dirinya sedang aktif di media sosial.

Dan tanpa sengaja, bukan. Kamu yang sudah tak tahan mulai mencoba melihat berandanya.

Yang kamu temukan sungguh diluar nalarmu sekarang.

Ya, dia.

Dia mengunggah foto yang menampilkan dirinya dengan seorang gadis.

Tentunya itu bukan dirimu.

Mereka terlihat bahagia, saling menatap dengan senyum simpul di bibir keduanya.

Seketika kamu tersenyum.

Tersenyum miris. Meratapi kebodohanmu sendiri.

Bagaimana mungkin ? Dianggap apa kamu selama ini olehnya?

Oh betapa bodohnya dirimu.

Merutuki kepedihan yang sedang hatimu rasakan. Ya, perih layaknya luka menganga yang ditaburi garam.

Lantas, apa yang bisa kamu lakukan?

Marah? Sedih? Kecewa?

Semua perasaan itu menjadi satu kesatuan yang semakin menyayat hati.

Otakmu sampai tidak bekerja seperti yang seharusnya.

Lalu pada suatu malam, dimana hanya dirimu yang masih terjaga.

Kamu berhasil meluapakan semua perasaan itu menjadi butiran - butiran air mata yang mengalir tanpa henti hingga rasanya kamu lelah dan terlelap ditemani rasa lega setelahnya.

----

Pukul 04.00 dirimu terbangun. Bukan tidur lagi, tapi kamu mengambil wudlu, menghamparkan sajadahmu.

Di sepertiga malam itu, kamu bercerita kepada-Nya.

Semua yang kamu rasakan.

Kamu berjanji, setelah kejadian ini kamu tidak akan membuatnya terulang lagi.

Sejujurnya, perasaan sakit dan patah hati sudah kamu rasakan tidak hanya sekali.

Namun rasa sakitnya tak membuatmu jera.

Sampai akhirnya kamu tersadar, tidak pantas bagi seorang wanita menangisi seseorang yang bahkan tak pantas untuknya.

Malam itu kamu pun berjanji, pada dirimu dan kepada-Nya.

Bahwa sakit itu tidak akan pernah kamu biarkan terulang kembali.

Kamu akan menjaga hatimu karena ia terlalu berharga untuk disakiti.

Dan satu-satu yang wajib kamu cintai hanyalah Sang Pemilik Cinta.

Karena Dia yang akan mendekatkanmu dengan cinta yang sebenarnya.

Cinta yang diridhai oleh-Nya.

Cinta yang tidak akan membuatmu sakit seperti dahulu.

Kini kamu mengatakan pada dirimu,

"Jika kamu mencintaiku, cintailah aku karena Allah. Jika kamu mencintaiku, datanglah ungkapkan perasaan dan niatmu pada Ayahku. Disini aku siap menjaga diriku, begitupun kamu disana. Aku tahu yang menjaga hanya pantas dengan yang terjaga".

Kamu menutup beranda media sosialmu, dan berdo'a agar dia yang menyakitimu kelak bahagia dengan pilihannya.

Kamu pun tersenyum, bersiap menghadapi hari - harimu dengan penuh ketaatan kepada-Nya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Assalamu'alaykum shalihah

Semoga tulisan ini menguatkanmu dalam hijrahmu. Aku ingin berbagi pelajaran dengan kalian saudariku. Sehingga kita semua menjadi semakin kuat dalam keistiqomahan menuju ridha-Nya.

Amin Allahumma Amin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Untuk DirimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang