Backwards

284 62 31
                                    

-
Karena sejak pertama kali, sosok yang
ditunggunya tidak pernah kembali.
-

Lengkungan senyum terpatri di lekuk wajahnya, tidak pernah berhenti bangga pada dirinya sendiri atas apa yang baru saja ia capai.

Sesekali atensinya berpindah, pada lingkaran waktu yang bertengger diam di sudut ruangan, sesekali juga tangan lainnya mengutik layar pixel yang tergeletak di meja, tempat untuk ia berkomunikasi dengan apa yang sedang ia tunggu.

Namun, nyatanya, komunikasi itu masih belum berlanjut, meskipun ia sudah mencoba menghubunginya berkali-kali.

Menghela napas untuk yang kesekian kali, disentuhnya cekungan cangkir berglasir yang setia menunggu. Telah mendingin.
Ia hampir saja frustrasi karena apa yang ia tunggu tidak kunjung datang.

Ketika terdengar decit sepatu yang beradu dengan dataran lantai di luar sana, senyumnya terangkat naik sedikit. Suara decitan tidak lama menghilang setelahnya, hening beberapa detik, hingga pada akhirnya, papan pintu lebar di sudut ruangan terbuka menampilkan pria dengan napasnya yang sedikit tersengal.

"Kim Wonpil?" Ia bangkit dari duduknya, segera menghampiri Kim Wonpil, genggaman erat merambati telapak Kim Wonpil saat itu juga. "Kang Younghyun, mana?"

Kim Wonpil menahan napas dalam sekon, menilik ruangan kering di balik punggung sosok manis di hadapannya. "Kamu sedang apa?"

"Oh!" Genggaman makin erat, ditariknya lembut raga Kim Wonpil menuju dataran meja yang sedari tadi menemani. "Kamu tahu? Aku akhirnya berhasil membuat teh kesukaan Kang Younghyun!" Ia mengangkat cangkir yang sedari tadi ia banggakan.

Kim Wonpil tidak menunjukkan reaksi apa-apa, ia ingin berbicara dengannya, namun seisi relungnya terasa bergemuruh. Gelisah dengan semua apa yang ia punya.

"Kim Wonpil? Kamu baik-baik saja?"
Lambaian pelan menjadi distraksi Kim Wonpil, mengangkatnya kembali ke atas kesadaran.

"Apa kamu tidak bosan? Kita pergi saja dari sini, ya?" Kim Wonpil meraih lengan kurus itu dengan sangat hati-hati.

"Tapi, aku menunggu Kang Younghyun--"

"Aku dengar malam ini ada festival, aku tahu kamu menyukainya. Kita pergi, ya?" Kim Wonpil membujuk raga satu langkah di belakangnya perlahan.

Tetapi tidak bertahan lama. Raga itu memaksa diam di tempat, membuat Kim Wonpil menoleh, mendapati air wajah berbentuk tanya.

"Tunggu, Kim Wonpil." Ia menegakkan tubuh, memandang dua retina Kim Wonpil yang ternyata, baru ia sadari, berkaca-kaca seakan sebentar lagi akan pecah tak terbendung.

"Ada apa?"

"Bukankah, kamu ... seharusnya menjemput Kang Younghyun, di pelabuhan?"

Napas seketika tercekat, memilih diam rasanya akan sia-sia, tahu tidak akan berhasil baik. Maka, Kim Wonpil kembali menarik raga di hadapannya, meskipun mustahil.

"Ayo kita pergi."

"Tidak mau. Tolong jawab aku, Kim Wonpil."

Mulai di sanalah, Kim Wonpil, harus menanggung semua beban itu sendirian. Mau tidak mau harus berbicara, apapun yang akan terjadi.

Lantas raganya mendekat, mengusap lembut kedua bahu sempit di hadapannya. Atensinya kacau, tidak bisa sebentar saja melihat wajah lugu dan tenang itu.

EGLAF Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang