Waktu seolah berlalu lambat, Wonwoo tak tahu sudah berapa lama dirinya tersiksa seperti itu. Tubuhnya meringkuk rapat, kedua tangannya mendekap erat perutnya yang membuncit besar layaknya seorang wanita yang tengah hamil delapan bulan. Sesekali pemuda pucat itu meremas bagian bawahnya untuk meredakan nyeri yang terus berdenyut. Nafasnya terengah, sekujur tubuhnya basah oleh keringat dingin dan wajahnya banjir air mata. Alisnya bertaut dan matanya terpejam rapat ketika sesuatu di dalam perutnya bergerak-gerak, menendang, memukul, seperti ada bayi sungguhan yang hidup di sana. Kontraksi-kontraksi kecil mulai menyengatnya kembali, permukaan perutnya menegang keras. Wonwoo hanya bisa menangis merasakan perutnya yang diregangkan ke segala arah secara paksa untuk yang kesekian kalinya.
.
.
"Uuugh... Haaah... Tolong... tolong... aku..." gumam Wonwoo serak di sela isakannya.
"Aku pulaaaaaang..." Sebuah suara familiar dari arah pintu depan menumbuhkan setitik harapan dalam hati Wonwoo yang sudah nyaris putus asa.
"Min... gyu... Tolong... Hiks... Tolong... Aku..." Tangis Wonwoo yang awalnya terisak, kini semakin keras seolah mendapat tenaga tambahan.
"Halooo? Ada orang di dalam? Wonwoo, kau di mana?" Suara langkah Mingyu terdengar mendekati ruang baca.
"Min... gyu... to... A... Aaaaaargh!!!" Jeritan Wonwoo terdengar kala ukuran perutnya kembali membesar.
"Won– Astaga!!! Wonwoo! Apa yang terjadi padamu?!" tanya Mingyu panik.
.
.
Sesaat Mingyu membeku melihat pemandangan paling tak bisa diterima akal sehat yang terlihat di depannya. Di sana, di atas hamparan karpet, sang istri yang dinikahinya karena perjodohan itu terbaring dengan kondisi yang tak berdaya dan mengenaskan. Atasan piyamanya yang tersingkap sebatas dada memperlihatkan perutnya yang membulat besar seperti baru saja menelan satu buah semangka ukuran lima kilo secara utuh. Urat pembuluh darah ungu kebiruan tercetak jelas di permukaannya, tampak menonjol tipis setiap kali berdenyut. Wonwoo melengkungkan punggungnya ke depan karena kesakitan, membuat perut besarnya terlihat semakin menonjol ketika kulit yang mulus itu bergelombang menampakkan sesuatu yang seperti sebentuk kaki mungil menendang ke arah luar.
.
.
"Hhhgggh... HAAAAAARGGGHHH!!" Raungan keras Wonwoo menyadarkan Mingyu dari syoknya.
"Ya Tuhan..."
.
.
Mingyu memaksakan tubuhnya yang melemas menghampiri sang istri yang tengah berjuang melawan sakit. Mata pemuda itu tak berhenti melotot melihat kehorroran lain yang terjadi. Perut sang istri perlahan mulai menggelembung lagi persis seperti balon yang dipompa. Pemuda tan itu sama sekali tidak tahu apa yang harus diperbuatnya, semua pikiran logisnya lenyap seolah diterbangkan angin. Karenanya Mingyu pun bergerak hanya berdasar insting, dengan gemetar Mingyu meraih tangan Wonwoo yang mencengkeram karpet dan menggenggamnya erat. Memang benar jika mereka menikah karena dijodohkan, bertingkah saling tak mengenal selama setahun layaknya orang asing.
.
Tapi bohong jika keduanya mengatakan tidak terjadi apa-apa dengan perasaan mereka. Cinta memang belum tumbuh, tapi waktu satu tahun sudah cukup untuk menimbulkan rasa peduli dan kebutuhan saling melindungi. Mingyu menggigit bibirnya erat, dia tidak boleh panik, apalagi sampai menangis, dia tak boleh terlihat lemah. Karena jika dia tidak berusaha tegar, siapa lagi yang bisa menolong istrinya? Di rumah ini tidak ada orang lain lagi selain mereka berdua. Mingyu lalu merengkuh tubuh sang istri ke dalam pelukannya, mendekapnya erat meski sang istri terus meronta kesakitan. Tubuh Wonwoo yang bersimbah keringat terasa panas dan dari bagian perutnya yang mengenai tubuh Mingyu, terasa sesuatu yang terus bergerak tak beraturan di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
転生する 🔪 Meanie [⏹]
FanfictionSesuatu di dalam perutnya bergerak-gerak, menendang, memukul, seperti ada bayi sungguhan yang hidup di sana. Tensei suru MPREG DISCONTINUED #8 household ©2018, MiRaI_team