Alaska (1)

1.8K 51 7
                                    

kota jakarta yang ramai membuat seorang gadis yang baru saja menginjakkan kakinya kembali ke kota ini merasakan sakit yang luar biasa. memori pahit masih tersimpan rapat dalam otak dan juga hatinya. gadis itu adalah rara, terpaksa harus menjalani hidupnya kembali di kota yang sangat ia benci di karnakan ketidak adilan takdir akan dirinya. ingin rasanya kembali lagi ke inggris dan menetap di sana samapai seumur hidupnya, namun karna ia harus mengikuti tantenya untuk menetap di jakarta agar bisa mengerjakan proyek besar miliknya secara gampang. mau bagaimanapun hanya tantenyalah satu satunya keluarga yang ia punya sejak dulu. mamanya sudah meninggal saat rara terlahir di dunia ini. yang ia punya hanya foto mamanya saat masih muda yang sengaja di berikan aunty atau tantenya, agar rara bisa merasa dekat dengan almarhum kakaknya walaupun dia belum pernah sekalipun melihat wajah orang yang sudah bertukar nyawa untuk melahirkannya.

"bukankah mamaku hebat? menukar nyawanya demi bisa membiarkanku mengenal dunia yang begitu kejam ini. kalo aku boleh memilih, lebih baik aku ikut bersama mama dari pada harus mengenal pria brengsek yang tega menjual anak kandungnya sendiri hanya demi uang 100 juta" renung rara.

menggelengkan kepalanya untuk membuyarkan semua pikiran pikiran yang mampu membuat rasa sakit di hantinya kembali terasa hingga membuat dadanya begitu sesak akan luapan emosi kebencian yang selama ini ia pendam pada ayah kandungnya. berjalan melewati lorong demi lorong yang sepi dengan bayangan bayangan menyakitkan di dalam kepalanya. tidak, ia tidak boleh selemah ini. kota ini, kota yang ia benci harus bisa ia hadapi sendiri. sabar rara, jika kau tidak membuat masalah dan lulus dengan cepat, maka kau akan cepat pula meninggalkan kota yang begitu menyakitkan ini.

saat rara melewati lapangan basket yang letaknya berada di dalam sekolah. ia melihat seorang lelaki yang berpakaian acak-acakan sedang berjalan jongkok mengitari lapangan basket. disana juga terdapat seorang guru berwajah galak yang sedang mengawasinya. terdiam sejenak memandang anak lelaki yang sedang sibuk menghitung sambil terus berjalan jongkok.

"kamu selalu saja bikin ulah. mau sampai kapan kamu begini aska. sudah kelas 11 kelakuannya masih sama. gimana masa depan kamu nanti kalo kamunya engga berubah berubah" omel guru galak pada anak lelaki itu.

"ah bapak mah berisik! Daripada ngoceh yang ga berfaedah, mending bantu saya ngitung" ucap anak lelaki bernama aska.

"kamu tuh di bilangin mana nyuruh! mau jadi apa kamu nanti kalo kelakuanmu begini ha!"

"jadi orang beriman aja deh"

"beriman dengkulmu!! hukumanmu tambah 50 kali!"

"aishh bapak!! saya udah sampe seratus kali jalan jongkok! masa mau di tambah lagi sih. lagian saya mah selalu salah di mata bapak. capek maymunah bang!!"

"memang kamu biangnya. siapa lagi ketua biang kerok di sekolah ini? ya kamulah aska!! makanya berubah kalo ga mau di salahin terus"

"ya ya ya. aska lagi. aska terus. aska mulu. selalu aska yang salah. bapak, saya bukan bunglon yang berubah ubah"

"sudah diam. cepat hitung sampai 50 sambil jalan jongkok. sebelum selesai jangang harap masuk kelas apalagi istirahat"

"yahhh, jangan ga istirahat dong pak! Kalo Cuma ga boleh masuk kelas, saya sih yes. Kalo ga istirahat dan makan bakso saya bakal mati sebelum bel pulang sekolah. Lagi pula saya kan sudah rela relain buang waktu Cuma untuk di hukum bapak. Kurang baik apa saya coba?"

Mendengar ucapan aska, penggaris panjang yang di pengang pak imam langsung terbelah dua. Aska baru menyadari bahwa dia telah menginjak ekor singa gila. Pak imama tersenyum seperti pembunuh yang berhasil memojokan targetnya. Aska yang sudah merasakan tekanan aura yang mengancam dari pak imam, mundur perlahan lahan.

ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang