If You

875 51 22
                                    


RUNAWAY

Andaikan Jimin adalah malaikat, dan Jungkook adalah iblis, lalu Taehyung apa? Manusia lemah tak berdaya? Si lemah yang dioper sana-sini dan disentuh tangan-tangan kotor penghuni neraka? Filosofi yang kejam, tapi Taehyung pikir itu memang benar.

“Apa kau tidak merasa berdosa karena telah melukai wanita tua ini, Kim Taehyung? Merebut harapannya, Putera kebanggaannya?”

Aku merasa berdosa nyonya, benar-benar berdosa, dosa mana yang lebih berat dari dosaku? Merebut kebahagiaan wanita tua yang kuanggap ibu, merebut anaknya, menghancurkan kebahagiaan masa tuanya.

“ Ibu mana yang akan bahagia melihat puteranya berjalan di jalan setan. Melangkah dengan bahagia padahal ia tahu itu jalan yang salah"

Tidak ada, tidak ada. Bahkan ibuku pun akan mengutukku juga. Andaikan aku tak tersesat dijalan yang sama pasti kan ku bawa Jiminmu kembali, nyonya.

“ Tak pernah absen aku membawa Jimin ke gereja, mengharapkan ia menjadi putera Tuhan yang diberkahi, bukannya putera setan yang dibakar api”

Maaf kan aku, maafkan aku, maafkan aku walau aku tahu aku tak layak untuk mendapatkan maafmu.

“Kalau aku tahu masa depannya segelap ini lebih baik tak kulahirkan dia”

Tolong jangan katakan itu, kumohon. Jangan katakan itu nyonya.

“Tinggalkan dia, kumohon padamu Taehyung, lepaskan Jiminku, kumohon lepaskan dia. Aku akan melupakan semua kalau kau mau melepasnya. Tolong Taehyung, jangan biarkan wanita tua ini kehilangan harapannya”

-What is this? -

Masih terekam dengan jelas bagaimana Ibu Jimin memohon padanya, berlutut dengan tangan menyatu di depan dada. Ia juga ingat bagaimana bergetarnya suara ibu Jimin saat berkata, air mata yang tak pernah ia lihat, keluar dari mata si wanita tua. Saat itu tak ada hal lain yang ingin Taehyung lakukan selain menenggelamkan diri kedalam laut antartika, terjun bebas ke segitiga bermuda, atau yang lebih mudah membakar diri di depan gereja.

Hatinya sakit, hancur menjadi fragmen-fragmen kaca. Lukanya tak berdarah tapi terasa sangat pedih. Berulang kali dipukulkannya kepala ke atas meja, tapi, ingatan tentang ibu Jimin masih terus menghantuinya. Kenapa Ibu Jimin tidak membunuhnya saja? kenapa neneknya tak menyelamatkannya? kenapa dulu ibunya melahirkannya? Kenapa Tuhan sebegini benci padanya?. Ketika kepalanya menghantam meja lagi tiba-tiba meja berubah menjadi lunak, apa ini sihir?

“Kepalamu akan hancur Taehyung”

Taehyung mendongak, menatap Namjoon yang menarik tangan dari meja. Itu bukan sihir. Dasar bodoh. Itu telapak tangan Namjoon, bukan meja, atau meja yang melunak.

“Sejak kapan hyung disini?”

Namjoon menarik kursi, duduk dengan satu kaki di atas paha. Sok elegant, eh?

“Sejak Nyonya Park membawa pergi adik bodohku ke caffe mahal yang hanya jual kopi, padahal adikku tidak suka kopi”

Taehyung mengerjap, manis seperti puppy. Namjoon tersenyum, mengacak surai coklat Taehyung yang mulai panjang. Bukankah Taehyung itu manis? Tapi, kenapa takdirnya tak semanis wajahnya?

“Sudah, jangan difikirkan. Minum ini, kau pasti haus”

Sekotak susu strawberry berdiri di atas meja, Taehyung mengerjap -lagi-, ah, Namjoon jadi gemas.

“Memang kau mau minum machiato itu? Bukankah lebih baik ini?”

Hidupnya saja sudah pahit, untuk apa minum yang pahit juga? Jadilah Taehyung menusuk kotak susu dengan sedotan panjang  pemberian Namjoon, meminumnya seperti bayi kehausan tanpa ibu. Namjoon tertawa, tangannya kembali mengusak surai coklat Taehyung yang menggemaskan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SacrificeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang