❤ Demam ❤

17.3K 2.4K 385
                                    

Jangan pernah berpikir kau bisa berlari meninggalkan cinta yang telah ditakdirkan untukmu, karena sejauh apa pun kau berlari, takdir cinta itu akan mengikutimu seperti hembusan angin


♥︎♥︎♥︎



Stevan masih asyik di ruang musik, ia masih memainkan nada-nada keras di gitar elektriknya. Untung ruangan ini kedap suara, jadi tidak ada orang yang mendengarkan ia bermain seperti orang kesetanan selain Jungshin dan Hyuno. Kedua sahabatnya hanya bisa saling pandang.

"Ada apa dengannya ya?" yang bertubuh lebih kecil bertanya pada yang lebih tinggi. Hyuno hanya mengangkat bahunya pertanda tidak tahu.

"Beberapa hari ini Stevan terlihat aneh dan hey, dia bahkan melarang kita bermain ke rumahnya!" Jungsin berseru menyadari sesuatu.

Sejak kecil mereka bersahabat, tidak ada rahasia di antara mereka. Rumah pun seperti milik bersama, di samping memang karena orang tua ketiganya juga berteman dekat. Maka saat Stevan tempo hari sempat mencegah Jungshin yang ingin bermain ke rumahnya, namja itu kebingungan.

Itu tidak biasanya 🤔

"Hyuno ya, bagaimana kalau nanti sore kita singgah ke rumah Kim appa?" Jungshin membisikan idenya.

"Tapi Stevan pasti melarang." Hyuno menatap sang sahabat yang masih gila-gilaan di depan sana.

"Jangan sampai dia tahu, kita datang diam-diam saja, ok?" Jungshin tersenyum licik.

Hyuno tampak berpikir sejenak, "ok, aku setuju," ia pun akhirnya setuju ide sahabatnya ini.

"Stevan ah, bukankah kau bilang kau akan pergi ke kantor appamu?" Jungshin berseru pada sang sahabat yang masih bermain gitar.

Stevan menghentikan permainannya. Suasana menjadi tenang. Jungshin menghela napas lega, namja itu tampak melepaskan gitarnya dan mengembalikan ke tempatnya semula.

"Ah, aku lupa, aku pergi dulu." Dengan itu Stevan segera berlalu keluar dari ruang musik. Kedua sahabatnya hanya saling tatap, Stevan memang terkesan cuek dan angkuh, tapi ia tidak biasanya begini. Anak itu juga termasuk ajaib dan unik. Ia bisa bercanda dengan wajah aneh dan datarnya. Tapi beberapa hari ini keningnya selalu tampak berkerut.

Wajahnya terlihat seperti wajah seorang pemimpin yang sedang memikirkan utang negara ratusan trilyun yang harus segera dilunasi.

~~●●~~



Stevan memasuki gedung megah milik sang ayah. Untuk pertama kalinya pemuda ini menginjakkan kakinya di dalam gedung kantor pusat dari K-Orion milik sang ayah.

Stevan melangkahkan kaki memasuki lobby. Seorang pria paruh baya menyongsongnya dan membungkuk hormat.

"Selamat datang Sajangnim." Pria paruh baya itu memberi ucapan.

"Panggil aku Stevan saja, Paman Kwon!" Ucap si pemuda.

Pria berusia 50 tahunan tersebut nampak salah tingkah.

"Atau tuan muda saja, terdengar aneh saat Paman memanggilku seperti itu, aku hanya menggantikan Appa sebentar, jadi dimana ruangan direkturnya?" Stevan bertanya tanpa basa-basi.

"Ah iya, Tuan muda, akan saya antarkan Anda ke sana." Pria paruh baya itu berjalan di belakang si tuan muda yang bahkan masih memakai seragam sekolahnya tersebut.

Banyak pasang mata memandang penuh saat Stevan dengan langkah santai dan angkuh memasuki lobby gedung. Paman Kwon adalah orang kepercayaan ayahnya, istrinya, bibi Kwon adakah kepala asisten  rumah tangga di kediaman keluarga Kim.

Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang