1976
Langit tampak berawan pagi ini. Dari jendela mobil aku dapat melihat embun-embun yang masih setia menempel pada dedaunan pohon yang kami lewati. Di dalam mobil klasik ini aku duduk di jok belakang bersama kedua adikku, Alvin dan Reno. Sedangkan Ayah sibuk mengemudikan mobil dan Ibu tertidur pulas di sampingnya.
Kami baru saja berangkat dari rumah dan hendak melakukan perjalanan menuju kediaman Paman Samsul, adik Ayah. Kediaman keluarga Paman Samsul berada diluar kota, sekitar 5 jam dari kota kediaman kami.
"Yah, sebelum berangkat Ayah sudah cek mesin mobil kita bukan?" tanyaku memastikan. Mengingat ini mobil tua, dan jarang kami pakai untuk perjalanan jauh.
"Aman," jawab Ayah tanpa menoleh sedikitpun padaku. Ia masih konsentrasi pada jalanan.
Aku menghela napas dan kembali melihat keluar jendela. Jalanan yang kami lalui ini begitu sepi. Disisi kiri dan kanan jalan hanya ada hutan. Mobil kamipun hanya sesekali berselisih dengan kendaraan lain.
Mulai bosan, akupun mengganggu adik bungsuku Reno yang duduk persis di sebelahku. Ia tengah konsentrasi pada mainannya saat tangan jahilku mengacak-acak rambutnya. Ia menepiskannya dengan kesal. Sedangkan Alvin sibuk membaca majalah dan tak mau diganggu.
Aku mengulangi perbuatanku, mengganggu Reno. Hingga ia mulai muak dan mengadu pada Ibu.
"Bu, coba lihat Kak Anton. Dia menggangguku terus," adunya. Ibu terjaga dari tidurnya dan langsung melotot kesal padaku. Aku hanya tertawa dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Tiba-tiba, dipertengahan jalan, mobil kami mulai mogok. Seperti kehabisan bensin dan akhirnya berhenti total. Kami semua panik dan menghentikan semua kegiatan.
"Kenapa Yah?" tanya Ibu.
"Tidak tahu," jawab Ayah sambil mencoba menyalakan mobil kembali. Namun mobil tetap tak mau menyala walau sudah di starter berkali-kali.
"Apa jangan-jangan bensinnya. Coba cek dulu Yah," usulku.
"Tidak, bensinnya masih banyak kok. Bahkan cukup untuk sampai ke kota," jawab Ayah setelah melirik kode bensin yang ada di samping kilometer.
"Aduh, rusaknya di daerah seperti ini lagi," tiba-tiba Alvin yang sejak tadi diam kini bersuara. Mendengar itu aku turut memperhatikan area kami berada saat ini. Mobil kami berhenti tepat di jantung hutan. Sekitar beberapa meter dari mobil ada turunan jalan yang cukup terjal.
"Area ini kan konon katanya angker," tambah Alvin.
"Hus, kau itu percaya takhyul. Itu karena turunan tajam disana. Makanya area ini rawan kecelakaan. Itu saja," sergah Ayah cepat. "Ton, kau bisa bantu Ayah, cek mesin mobil," lanjutnya.
Aku mengangguk dan langsung membuka pintu setelah Ayah melakukannya terlebih dahulu. Kami membuka kap mesin mobil dan asap mengepul dari dalamnya. Aku sempat menutup hidungku saat asap itu menyerang indra penciumanku.
"Katanya sudah dicek, kok mogok juga?" sesalku pada Ayah.
"Memang tadi sebelum berangkat Ayah cek aman kok. Sudahlah tak perlu berdebat masalah itu. Lebih baik sekarang pikirkan solusinya,"
Aku menoleh kesana kemari mencari-cari apakah ada orang yang bisa dimintai bantuan. Namun aku tak melihat apa-apa selain pohon-pohon tinggi dan suara-suara binatang.
Ibu ikut turun mendekati kami. Tak lama, Alvin dan Renopun turun.
"Sepertinya kerusakannya serius," ujar Ibu yang dibenarkan Ayah. Sedangkan Alvin sibuk memperhatikan sekitar dengan wajah agak cemas.
"Hei, kenapa?" tanya Reno pada kakaknya itu.
"Ah, kau, mengagetkan saja," celutuk Alvin terjingkat. Reno malah tertawa melihat ekspresi kakaknya itu.
"Coba lihat, disini seram sekali. Apa kau tak takut?" tanya Alvin bergidik.
"Alah penakut. Cemen," tukas Reno sok berani dan kembali memainkan bola di genggamannya. Walaupun usianya jauh lebih tua dibanding Reno, namun Alvin sangat penakut. Bahkan tak jarang Reno menjahilinya.
Tiba-tiba saja bola digenggaman tangan Reno menggelinding ke seberang jalan dan masuk ke hutan. Bocah lelaki itu mendengus dan ingin mengambil bolanya lagi. Namun sesaat sebelum kakinya melangkah, Ibu mencegatnya.
"Hei, biar Ibu saja," ucap Ibu dan tanpa tedeng aling-aling langsung menyeberangi jalan.
"Bu, hati-hati. Lihat kanan kiri," tukasku berteriak.
"Tenang. Jalanan ini sepi," jawab Ibu dari seberang sana dan berhasil meraih bola anak bungsunya. Namun, ketika ia hendak kembali menyeberang menuju mobil, saat itulah malang tak dapat ditolak.
Sebuah truk besar tiba-tiba saja melesat kuat dan menabrak tubuh Ibu hingga terpelanting. Jalanan hitam itu seketika merah terkena darah Ibu, bahkan cipratannya sempat mengenai kaca mobil kami.
Kami semua syok, tak dapat berbicara. Bahkan untuk berkedip saja rasanya susah. Tubuh Ibu kaku di hadapan kami bersimbah darah.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Ritual Pengusiran Setan
HorrorAlvin mengalami gangguan-gangguan mistis sejak kematian sang ibu. Awalnya keluarga menduga ia hanya mengalami gangguan mental akibat ditinggal pergi sang ibu. Hingga berbagai dokter, tabib, paranormal bahkan psikiater sudah didatangkan untuk menyemb...