00. Prolog

28 1 0
                                    

"Bina!" suara melengking itu terdengar dengan jelas di telinga gadis berambut coklat pirang dengan paras yang begitu cantik.
Tanpa ada balasan yang begitu berarti, gadis itu hanya membalikkan badan mencari sumber suara itu.

Laura. Yaa dari situ lah sumber suara yang tadi didengar oleh Bina. Laura adalah salah satu sahabatnya sejak pertama kali masuk di SMA Cemari.

"Tungguin gue woy!" suara itu terdengar semakin meninggi. "Iya ini gue tungguin, berisik amat lo." jawab Bina seraya menghentikan langkahnya.

"Kalo dipanggil itu dijawab kek!" protesnya sambil merapikan poni tipisnya.
"Iya iya, santai aja."

Bina adalah gadis berdarah Indonesia-Kanada yang mempunyai paras yang cantik. Dengan rambut khas pirangnya dia terlihat bak putri di sekolahnya. Selain memiliki paras yang cantik, Bina juga termasuk siswa yang cerdas. Namun itu semua tidak menjadikan Bina tinggi hati.

Bunyi bel masuk kelas sudah berbunyi. Semua siswa berhamburan untuk masuk ke kelas. Termasuk Bina dan Laura. Saat akan memasuki ruang kelas tiba-tiba ada seseorang yang menyenggol bahu Bina sedikit keras.

"Sorry, gue ngga sengaja," suara berat itu terdengar jelas ditelinga Bina.
"Ahhhh!" suara erangan keluar dari sang empu karena terkejut. "Ahh iya gapapa kok, santai aja." lanjutnya sambil merapikan bajunya.

"Oke kalo gitu gue masuk duluan ya," tidak lupa dengan senyuman khasnya ia lemparkan kepada Bina.

Degg.

Untuk kesekian kalinya hati Bina bergetar begitu hebatnya karena merasakan gejolak yang tak pernah berubah sejak dia berada di kelas 10.

"Heh! Bin ayo masuk kelas! Ngapain lo bengong?" suara itu membuyarkan lamunan singkat Bina. "E-ehh iya ayo!" mereka pun memasuki ruangan kelas dan duduk ditempat masing-masing.

Saat menunggu guru masuk kelas, para siswa disibukkan dengan berbagai kegiatan. Ada yang mempersiapkan buku pelajaran, bergosip ria, bercerita, bermain ponsel dan masih banyak lainnya.

Pandangan Bina kini tertuju pada cowok yang tadi tidak sengaja menyenggol bahunya didepan pintu kelas. Dia adalah Aflah, lebih lengkapnya Aflah Arsensio Pranaja. Cowok hits dengan sejuta umat fans. Dengan tampang yang ganteng, keren, anggota OSIS sudah cukup untuk membuat dirinya menjadi salah satu siswa favorit di SMA. Dan juga perlakuan yang manis kepada semua temannya.

Pria yang sudah lama disukai oleh Bina, tepatnya sejak mereka berada dalam satu kelas yang sama. Tidak tahu apa yang membuat hati Bina merasa suka kepadanya namun rasa itu belum hilang sampai sekarang.

Pandangan mereka pun bertemu.

Dengan cepat Bina mengalihkan pandangannya agar tidak diketahui kalau dia sedang memandangi Aflah.

Hubungan Bina dan Aflah sampai saat ini memang cukup dekat. Selain karena Aflah ketua kelas dan Bina sekretaris, Aflah juga sering bertanya tentang tugas kepada Bina karena pandai.

Satu-satunya orang yang tau kalau Bina menyukai Aflah adalah Laura. Padahal selain Laura masih banyak sahabat Bina yang juga dekat dengannya. Namun mereka tidak tahu.

"Bin, lo udah ngerjain pr mat?" tanya Laura sambil mencolek bahu kanan Bina.
"Udah. Kenapa? Nyontek?"
"Iya hehe, mana sini buku lo. Keburu pak Bambang dateng,"
"Ini." Bina menyodorkan buku tugasnya kepada Laura.

Sudah menjadi kebiasaan kalau buku Bina menjadi oper-operan saat kebanyakan dari mereka belum mengerjakan tugas. Namun Bina tidak merasa terbebani, baginya itu salah satu sedekah ilmu yaa walaupun dengan cara yang salah. Yang penting niatnya membantu teman.

Tidak lama kemudian pak Bambang datang dengan penggaris kayu besar miliknya. Guru itu memang selalu identik dengan penggaris kayu besar yang selalu dibawanya saat mengajar. Walaupun dalam mengajar penggaris itu tidak digunakan.

"Selamat pagi anak-anak!" sapanya dengan suara khas.
"Selamat pagi, Pak!" tidak ada yang mengalahkan kekompakan kelas saat menjawab salam dari gurunya.

Pelajaran matematika berjalan seperti biasanya, kali ini ada beberapa siswa yang ditunjuk untuk maju mengerjakan soal di papan tulis.

"Bina, ayo maju!"
"Baik, Pak!"

Lancar seperti biasa Bina mengerjakan soal di papan tulis dengan tepat.

"Selanjutnya, Riko,"

Tidak ada hambatan juga.

"Laura!"

Dapat mengerjakan soal dengan selamat.

"Aflah!"

Aflah pun maju dengan ragu karena soal yang dia terima tergolong cukup sulit. "T-ta-tapi, Pak! Saya belum paham dengan yang ini" protesnya agar dia tidak jadi mengerjakan.

"Sudah ayo dicoba dulu," pinta pak Bambang dengan nada sedikit memaksa.

"Baik, Pak!"

Namun saat mengerjakan soal tersebut Aflah menemui kesulitan. Wajar saja jika dia merasa kesulitan karena ini memang soal yang cukup sulit.

"Aa-anuu, Pak! Saya nyerah aja deh Pak," sambil meletakkan spidol di tempatnya dan berjalan ke arah pak Bambang.

"Kalau begitu kamu suruh Bina mengajari" pak Bambang menyuruh Aflah untuk bertanya kepada Bina.

"Baik, Pak."

"Bin, ajarin gue dong gimana caranya?"
"Ini tu caranya gini,.............." Bina menjelaskan dengan detail karena materi ini cukup mendetail.
"Gimana? Paham?" tanya Bina memastikan kalau Aflah benar-benar paham apa yang dia jelaskan.
"Ahh gue pusing, yaudah paham aja dah biar pak Bambang ngga marah. Thanks ya Bin!" jawabnya ragu
"Sama-sama, Flah!"

Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Bel berakhirnya jam pelajaran matematika berbunyi. Helaan napas lega terdengar dari beberapa murid yang merasa tertekan dengan mata pelajaran yang satu ini.

"Baik anak-anak, pelajaran bapak cukup sampai disini hari ini, Selamat pagi!" kata penutup yang selalu rutin pak Bambang katakan sampai-sampai para murid sudah menghafalnya.

"Pagi, Pak!"

Tbc^^

Gimana prolognya guys? Jangan lupa buat vote dan komen ya!✨💜

Lost in the MazeWhere stories live. Discover now