Pulau Impian

259 3 1
                                    

"Jika merantau itu ibarat tabiat,mungkin aku seorang pengkhianat lagi tersesat yang tega meninggalkan jauh orang-orang yang kucintai di kampung sana hanya demi uang."Pepatah gila perantau amatir.
*****
26 Oktober 2007
Terminal tanjung priok masih berkabut.Hawa dingin menembus kulit tak mengurungkan Aku dan Kang Nadi turun dari mikrolet.Kami pun turun di arteri ekonomi jakarta ini.Mikrolet lalu pergi dengan meninggalkan asap jelaga hitam dan berpolutan tinggi.Welcome to Jakarta.
"Ini terminal tanjung priok,kang?"tanyaku pada kang nadi.Lelaki itu hanya menyunggingkan bibir.Janggut beberapa lembar didagunya melambai pelan dibelai angin laut yang menyerbu cepat dari utara.Aku coba mengingat pengetahuan peta bumi yang pernah aku pelajari di sekolah,laut jawa pasti berada di arah utara.Ketika pandangan kutubrukan yang ada tumpukan kontainer mengisi area nan luas.
"Pelabuhannya mana,kang?"lagi-lagi aku menumpahkan pertanyaan pada lelaki ini.Kang nadi menunjuk ke utara.Tepat!seperti dugaanku.
Kami bergegas mencari titik yang tepat untuk rehat sebentar.Disamping gerobak PKL kami terduduk,menikmati suasana terminal yang sudah mulai ramai dan tak pernah berhenti berdenyut.Calo-calo penumpang,tukang ojek,pedagang asongan dan entah profesi kasar lainnya berperan membuat hiruk pikuk terminal.Mentari mulai menghapus kabut tipis dan dinginnya terpaan angin laut jawa.Suasana pagi ini kian tambah semarak dengan kehadiran bus-bus dari dan ke berbagai tujuan,truk,tronton bahkan mobil-mobil pribadi sampai sepeda motor turut menyumbangkan bukan hanya suara klakson tetapi juga asap-asap polutan,asap-asap kendaraan itu bercampur baur membumbung ke angkasa seperti pedang yang hendak merobek atmosfer.
Kulihat seorang ibu setengah baya menjinjing sebuah tas keranjang.
"Nasi bungkus...nasi bungkus...gorengan!!!"teriak ibu itu.Keadaan ibu penjual nasi yang sedikit ringkih itu membuatku ingat pada Emak.Aku menghela nafas berat,baru kutahu beban seorang wanita ternyata tidak lebih ringan dari seorang lelaki.
"Jangan terlalu banyak bengong,"kata kang nadi memutus lamunanku,"jakarta ini buas,kamu bisa menjadi sasaran empuk para kriminal tengik yang memanfaatkan keadaan."
"Tiba-tiba aku rindu kampung,kang.Pada Emak,bapak dan semua teman-temanku di kampung."
"Wajar kau kan baru pertama merantau,sekalinya merantau malah jauh ke batam.Tenang saja,disana nanti kutunjukan tempat terbaik untuk melupakan kepenatan."
Kang nadi mengambil sebungkus djarum dari saku hem-nya.Ia menyulut sebatang kretek filter itu beberapa detik kemudian asap putih tekanan rendah menyembur dari mulutnya.Kupandangi tingkahnya,rupanya ia sadar sedang kuperhatikan.
"Mau ?"tawarnya mengangsurkan bungkus rokok itu.Aku setengah menggeleng.Ia tertawa kecil rupanya ia suka menebak isi kepala seseorang.
"Ayo...tak usah malu,aku tahu kamu juga sering merokok.Jangan takut,emakmu khan ada di kampung sana."Ledeknya.Aku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sama sekali,seperti membenarkan omongan kang nadi kuambil sebatang rokok yang ia sodorkan.Kuselipkan batang nikotin itu,kang nadi menyalakan api untukku.
"Nah,begitu seharusnya lelaki."Ia tertawa kecil.Aku juga tertawa,kami tertawa lepas.Kang nadi mengambil gelas plastik kopi hitamnya,menyeruput seteguk dan menawarkannya padaku.Aku menyambutnya dengan sigap.Lelaki itu kembali tertawa renyah dan kembali menghisap rokoknya dalam-dalam lalu mendongakkan mukanya,mulutnya memoncong tak menunggu lama terhembuslah asap rokok berbentuk '0' ke atas langit bersatu dengan asap-asap knalpot.Mantap oi!
Kang nadi menjumput nokia 1600 dari saku celana levis-nya,ia melihat sebentar,menekan beberapa tombol lalu terdengar bunyi tut panjang lalu ponsel itu ia rekatkan ditelinganya.
"Halo,Bos.Loket sudah buka?oh belum?Apa!jam setengah tujuh,"kang nadi sejenak melihat jam tangannya,"iya..aku sudah sms tadi malam,dua orang..oke..oke..kami kesana."Kang nadi menutup pembicaraan dari ponselnya.
"Siapa?"
"Orang tiket."
"Apa katanya?"
"Loket buka setengah tujuh,kita disuruh menunggu ditempat loketnya,bawa barang-barangmu jangan sampai tertinggal."Matanya melirik ke arah karung kecil dekat kakiku.Aku tahu ia sedang melempar candaan,yang dikatakan barang-barang sebetulnya cuma sekarung bulog berisi beras.Aku tersenyum kecil,emak memang sedikit ngeyel sudah kubilang jangan dibawakan beras nanti malah merepotkanku dalam perjalanan.Dan sekarang terbukti omonganku.Kami bergegas beranjak,enteng saja kang nadi berjalan tak menghiraukan aku yang harus memanggul sekarung bulog beras dan tas ransel yang membulat karena penuh sesak pakaian.
"Emakmu sepertinya tahu di batam sana memang tak ada orang yang menanam padi,kalau beton iya,"gurau kang nadi mulai lagi.
"Hmmm...asu...asu,"Aku pura-pura kesal.Kang nadi malah tergelak lepas akhirnya karena tak tahan aku juga ikut tertawa.Kami membaur dengan orang-orang yang hendak satu tujuan.Rata-rata penampilan mereka tak berbeda jauh dengan kami.Lusuh dan berkeringat.Bahkan ada segerombolan pria dengan dandanan yang hanya dimiliki para kuli bangunan;kulit gelap,sandal jepit,dan berbagai peralatan tukang menyembul dari karung atau tas ransel yang tak muat untuk sebilah gergaji.Aku menarik garis persamaan diantara kami dan gerombolan lelaki itu;hendak mengadu kekuatan dengan kerasnya beton-beton di pulau impian.
Matahari kian meninggi,udara masih saja keras menerpa wajah.Hawa dinginnya sudah mulai berkurang tapi tak cukup hangat ditubuhku.Tapi satu-satunya alasan kenapa aku berkeringat karena sudah beberapa puluh meter kami berjalan,belum nampak bangunan yang mudah untuk disebut pelabuhan.Sepanjang langkah kaki berjalan yang nampak deretan kontainer yang bertumpuk-tumpuk.
"Pelabuhannya mana,kang?sudah dekat apa masih jauh lagi?"kataku tak sabar,pakaianku sudah basah keringat.Kantung beras yang terungguk di pundakku kian menekan tulang.
"Dekat,"
Lelaki itu semakin mempercepat langkah.Sialan!lelaki ini sama sekali tak menghiraukan teman seperjalanan yang sudah mulai kepayahan.Aku tak mau ketinggalan,aku juga akhirnya mempercepat langkah.Kami menyusuri jalan beraspal tempat lalu lalang truk trailer dan alat-alat berat.Akhirnya kami sampai di tempat loket.Sebuah bangunan memanjang dengan 3 bagian ruko,kutaksir lebarnya masing-masing sekitar 3 meter.Kami berhenti di bagian ujung,sebuah ruko kecil berkaca bergambar maskapai pesawat dan kapal laut di atas gambar-gambar itu tercetak tebal Tour & Travels.Pintunya masih tertutup rapat.Dari atas atap depannya menjuntai spanduk bergambar hampir sama dengan yang ada di kaca.Sebetulnya kalau kuperhatikan dua ruko lainnya juga hampir sama.
Aku langsung menjatuhkan karung di dekat pintu dengan sedikit kasar.
"Gila!lelah sekali aku."Umpatku.
"Uji coba dulu,aku sengaja tak membantumu supaya fisikmu tak memble.Aku tahu kamu kepayahan memanggul beras itu dari tadi,asal kamu tahu menjadi kuli bisa lebih berat dari ini."
"Hmmm..."Gumamku dalam hati sambil mengumpat.Kupandangi sosok lelaki ber-hem biru dengan paduan celana levis hitam yang sudah pudar karena bersenyawa dengan sabun colek.Setidaknya aku punya gambaran tentang lelaki ini;intoreran dan sok berwibawa.Dan tuhan maha adil,Dia menciptakan lelaki tipikal macam begini dengan gaya gentleman tapi bernasib kuli.Walaupun dia sudah menyembunyikan telapak kakinya yang kasar dengan sepatu NIKE-nya,dan sebisa mungkin agar rahasia tentang bau kakinya yang beraroma terasi cirebon tak tercium khalayak.Aku jamin suatu saat dia kena batunya,minimal aku berharap ada preman bertato dengan muka sangar lewat didepan kami dan terjatuh tiba-tiba dengan posisi mulutnya dekat kaki si lelaki ber-hem biru itu lalu karena malu tak punya alasan,si preman memaki-memaki karena bau kaki si lelaki ini dan selanjutnya karena kalap...Bammm!!!Si hem biru terjatuh semaput dan aku pura-pura menolong setelah yakin lelaki ini pingsan.Tapi,ahhh...tak sampai hati aku membayangkan kang nadi bernasib sial gara-gara sekarung beras.Aku jadi lucu sendiri membayangkannya.
"Arom..hoi!arom!"Teriak seseorang.Aku blingsatan tak karuan menutup segala jalan pikiranku.
"Eh."
"Kamu tunggu aku dibelakang gedung loket ini saja,ada tempat buat istirahat."Kata kang nadi selanjutnya.Ia menatapku sambil geleng-geleng kepala.Aku segera bergerak ke arah yang ditunjukkannya.Memang benar,dibelakang gedung ruko ini ada beberapa bangku besi yang mungkin diperuntukan untuk umum.Kulihat sudah banyak bergerombol orang-orang yang hendak menggunakan jasa angkutan laut,mungkin mereka juga sedang menunggu kantor loket ini buka.Aku mencari bangku kosong tapi seluruhnya sudah terisi.Akhirnya aku memilih tepat didekat pintu masuk agar kang nadi tak susah menemukanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pasukan Berani MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang