"Ada apa?" Tanya Dongkwan yang kini sedang berlutut di depan Adeline.
"Aku merasakan perasaan itu lagi Kwannie." Jari Adeline mulai gemetar lagi, padahal setelah ia memainkan piano tadi, ia bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari hal itu.
Adeline mulai menangis dan mulai mengacak-acak rambutnya.
"Hey, hey, Hyumi, Im here. Im here." Dongkwan dengan cepat menggenggam lengan Adeline sekuat mungkin.
Adeline melawan.
Dongkwan dengan secepat kilat memeluk Adeline.
"Kumohon, berhenti. Aku disini." Dongkwan menepuk punggung Adeline lembut.
"Kwannie, nan museowo." Adeline mulai meraung. Dia tidak bisa berhenti.
Sial. Ini semua pasti karenaku.
Adeline tetap tidak berhenti. Dia tetap berusaha mendorong Dongkwan menjauh. Bahkan kali ini lebih kuat lagi, beruntung kekuatan Dongkwan masih mendominasi.
Hingga akhirnya Adeline melemah dan mulai membiarkan Dongkwan mendekat.
"Jangan pergi." Adeline membalas pelukan Dongkwan. Ia membiarkan kepala mungilnya bersandar pada dada Dongkwan yang lebar.
Dongkwan sangat menyadari bahwa ini jelas karenanya. Jika saja Jinae tidak mengatakan pada Adeline mungkin dia tidak akan akan seperti ini lagi. Dia memang tak sepenuhnya menyalahkan adik perempuannya itu, tetapi jika malam ini Dongkwan tidak datang dan menemani Adeline, mungkin saja dia akan semalaman bermain piano seperti sendirian di ruangan ini.
"Ini sudah malam, kau harus pulang." Kata Dongkwan menenangkan Adeline.
Dongkwan berusaha membujuk Adeline bangun.
Dongkwan memang sangat tegas, kasar, dan sedikit dingin dengan dunia luar. Dia hanya memperlihatkan sifat ini pada Adeline. Adeline adalah sebuah obat yang sangat membuatnya menjadi candu. Ya, hanya Adeline satu-satunya wanita di dunia ini yang bisa membuat Dongkwan seperti ini. Jika saja Adeline bisa sedikit menyadari bahwa Dongkwan hanya membutuhkan Adeline disisinya.
Tetapi tidak semudah itu.
"Aku tak ingin pulang. Aku ingin bersamamu." Jawab Adeline sendu. Dia masih menunduk, banyak sekali hal-hal yang menganggu pikirannya saat ini.
"Baiklah, kita pulang ke rumah kecil." Dongkwan langsung dengan cepat merubah suasana gelap ini dengan membawa Adeline ke sebuah rumah kecil di sebuah taman kosong.
"Bagaiman dengan, Appa? Dia akan mengkhawatirkanku." Jawabnya polos dan mencoba untuk menatap mata hitam Dongkwan. Dongkwan hanya tersenyum pada Adeline. Dia langsung membantu Adelin berdiri. Kali ini Adeline tidak melawan.
"Kau tidak boleh pulang seperti ini. Ibumu bisa membunuhku jika dia melihatmu kambuh lagi karenaku." Jawabnya masih tersenyum pada wanita pemilik hatinya itu.
Dengan lembut dan pasti, Dongkwan menggenggam tangan Adeline. Melekatkan jemari mereka. Dan menarik Adeline ke belakangnya sedikit, agar ia merasa terlindungi oleh tubuh besar dan tinggi Dongkwan.
"Kwannie, aku benar-benar takut." Keluhnya Adeline sekali lagi.
Dongkwan dengan sigap menarik Adeline dan memeluk Adeline sekali lagi. Kali ini lebih lembut dan lebih mendominasi tubuh kecil Adeline. Memeluk Adeline lembut dan memberikan Adeline sedikit perasaan terlindungi oleh Dongkwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside Me
FanfictionSemua terjadi karena satu alasan. Kau datang, aku pergi. Terkadang memang serumit itu. Jangan salahkan siapapun. Kita yang rasakan, inilah resiko yang kita ambil bersama