Dia Alfa.

101 6 0
                                    

"Terimakasih untuk tetap ada di sampingku saat beberapakali kuperintah untuk berlalu"
__________

Hari ini hari minggu ketika wajah lesuh Dita memasuki kampusnya, harusnya dia pagi ini bersantai tapi karena dosennya memaksa masuk akhirnya dia berada dikampusnya. Dia sudah beberapa kali menelpon Dimi tapi pria itu tidak menggubrisnya. Dita duduk di bangku panjang didepan ruang fakultasnya, memperhatikan semua gerak-gerik mahasiswa yang punya jadwal kuliah pagi ini. Pikirannya lalu terbawa beberapa bulan sebelum hari ini, bagaimana seorang Dimitri berusaha keras agar dia mau masuk ke kampus ini, mengantarkannya bolak-balik kampus mengurus pendaftaran meskipun saat itu dia sendiri ogah-ogahan.

Dita tak pernah habis pikir, bagaimana Dimitri bisa sekeras itu untuk kebahagiannya padahal dulu menganggap keberadaan Dita saja tak pernah mau. Entah hal ini adalah hal yang bahagia atau malah buruk baginya, Dita tak pernah mengerti. Sebab baginya, dia sudah jauh berhenti untuk seorang Dimitri. Bila suatu hari nanti perasaannya tak karuan, dia tidak ingin mengenal perasaannya sendiri. Bila suatu hari nanti hatinya kembali membangun pondasi yang kuat untuk Dimitri, dia tidak ingin tahu menahu.

Lamunan Dita buyar ketika seorang mahasiswa ikut duduk didekatnya, dia menengok sebentar lalu tersenyum. Mengeluarkan catatan untuk mata kuliahnya nanti. Sedangkan mahasiswa disebelahnya melirik buku catatan Dita, mencoba mengeja nama yang tertera disana secara teliti.

"Anandita?" tanyanya lirih sekali, Dita kembali menatap mahasiswa didekatnya dan mengangguk.

"Anaknya Bu Rika?"

Ditanya begitu, Dita kembali mengangguk.

"Gue Alfa, Dit. Apa kabar?"

Alfa mengulurkan tangannya, "Temen SD lo." sambungnya ketika melihat mimik heran Dita.

"Teka juga, eh Paud juga sih."

Dita mencoba mengingat, kenangnya berhenti pada satu sosok bocah laki-laki pendek yang malu-malu karena kepergok buang air kecil dicelananya. Tawa Dita meledak setelahnya.

"Alfa yang dulu ngompol pas di paud?" Dita melontarkan pertanyaan yang mengundang senyum mereka diwajah Alfa, ucapan Dita tadi membawanya pada kenangan masa kecilnya.

"Emang bener kata orang, kenangan yang memalukan yang diinget temen-temen lama."

Dita tersenyum, "Tinggi banget kamu Al, dulu lebih pendek dari aku."

"Lo juga makin pendek aja." ucapan Alfa mendapat peletan lidah dari Dita.

"Gak sangka gue, anak cewe yang rambutnya suka dikuncir kuda, yang suka dipalak bakwannya sama anak cowok jadi gini yah?"

"Jadi apa hayo?"

"Jadi tetep gampang dipalakin kayaknya."

"Apaan banget kamu Al. Btw disini kuliah?"

"Gak, ngitungin kerikil."

Percakapan mereka berlangsung lama hingga nada getar dari HP Dita menghentikan kegiatan nostalgia mereka.

Dita mengecek satu pesan diterima, dan wajahnya tiba-tiba berubah kusut.

"Doain gak baik buat dosen, dosa gak yah?" ucap Dita setelahnya, Alfa langsung bisa menangkap apa yang terjadi.

"Baru awal, ngeluhnya nanti-nanti aja. Jadwal dibatalin dosen mah udh biasa."

"Tapi jadi langsung bete."

"Yaudah, jajan yuk kayak SD dulu."

Dita menatap Alfa lama, Alfa yang dulu suka mengganggunya disekolah ini menjelma menjadi pria hangat, celotehannya yang terbilang tidak masuk akal menjadi menyenangkan ditelinga Dita.

"Jajan dimana?"

"Ada Kafe disekitar sini yang nyaji-in eskrim enak banget, masih suka eskrim gak?"

"Iya bisa dibilang belum ada yang bisa gantiin. Tau aja lo Al, padahal baru di Jogja."

"Gue kan Agen Eskrim Jogja."

"Beneran?"

"Kalau buat lo, anggap aja beneran." jawab Alfa lalu berdiri dari duduknya, diikuti Dita kemudian. Mereka berdua berjalan menuju parkiran dan hilang bersama deru motor Alfa yang tidak terdengar lagi.

__________

Anandita mencoba menutupi wajahnya dengan map atau tas selempangnya dari awal dia masuk kafe, dia tidak mengira bahwa tempat yang dimaksud Alfa itu adalah kafe Roy, banyak eskrim enak tapi kenapa Alfa malah memilih eskrim buatan kafe Roy? Tapi tetep saja, dari awal dia masuk sampai duduk, dua pria yang melayani pelanggan yakni; Dimi dan Roy mengenali gadis dengan dress biru muda selututnya. Dita tidak pernah bisa mengibuli mereka karena Dimi dan Roy bisa mengenali Dita hanya dengan melihat jempol kaki gadis itu.

Sampai Dita dan Alfa selesai menyantap pesanannya, mata Dimi dan Roy tidak pernah lepas dari dua manusia itu.

"Yaudah gue anterin lo pulang Dit."

"Kayaknya gak usah deh Al, aku ada janji sama temennya, ketemuannya disini aja kayaknya." jawab Dita, Alfa mengangguk.

"Yaudah gue duluan yah. Ada kelas soalnya."

Dita tersenyum, Alfa berlalu dari kafe itu dan dengan melambaikan tangannya terlebih dahulu. Dita kemudian melangkah kearah meja dimana Dimi dan Roy sibuk menatapnya dengan tatapan paling mengintimidasi-meja yang digunakan keduanya untuk melayani pelanggan-

"Biasa aja kali ngeliatnya." ucap Dita lalu meraih permen yang sudah disediakan disana.

"Siapa Dit?" tanya Dimi santai, Roy disebelahnya terkekeh kecil, mengerti akan perasaan teman senasibnya itu-senasib dijadikan abang-abangan Dita-

"Temen paud, teka, sd gue." jawab Dita

"Temen berenang di sungai tuh." celutuk Roy yang kemudian mendapat lemparan kulit permen dari Dita.

"Disekitaran rumah aku gak ada sungai bang Roy. Sadar!"

"Kali aja ada kan."

"Kalau ada, kamu gak bakal ada disini. Udah aku cemplungin dari dulu-dulu."

Dimitri diam dalam waktu sangat lama, ada sesuatu yang menjanggal pada perasaannya. Dia tau semakin bertambahnya tahun, Dita akan mengenal banyak orang, dan mereka berdua akan sibuk dengan urusan masing-masing apalagi Dita terang-terangan mengambil jurusan yang berbeda dengannya agar waktu bertemu mereka berdua tidak semakin banyak. Dimi harus menerima bahwa manusia tidak pernah tau takdir kedepannya bagaimana.

"Oy Mas Dimi, jangan ngelamun. Kesambet baru tau rasa."

"Dit?"

"Hmmm?"

"Kalau aku pengen ka-"

"Eh mas Dimi yang buatin Adam rumah pohon?" Dita memotong ucapan Dimi tanpa sengaja, tiba-tiba dia teringat Adam yang kesenangan karena punya rumah pohon. Dimi mengangguk.

"Mau juga, bikinin aku rumah pohon kayak punyanya Adam dong!"

"Gayaa, padahal gak bisa manjat pohon."

"Buatin sama liftnya sekalian."

'Sabar. Dimi sabar, sabar, gak usah ngatain anak kecil.'

"YaAllah emakmu ngidam apa sih Dit pas ngehamilin kamu."

_______

Nanti kita kenalan sama Abang Roy si pengusaha muda.

Thanks for reading guysss💕💕

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk Dimitri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang