2

2 0 0
                                    

"Kata kak Vino matematika itu susah, tapi kalau tau rumus atau caranya bisa jadi mudah atau tambah susah."
-Adik yang percaya kakaknya kadang sengklek

***

"Kak delivery yok! Keroncongan nih." rengek Andin dari sepuluh menit lewat tujuh detik lalu. Vino bukannya tidak dengar namun memaksa menulikan telinga mengingat banyaknya makanan di kulkas dan makanan jenis apa yang diinginkan adiknya itu.

"Kak Vino yang gantengnya ngalahin oppa korea, Andin pengen ngemil cantik. Mau ya, ya, ya?"

Kali ini serangan cewek itu berada di sekitar bahu dan leher Vino. Menggelendot bagai bayi koala pada induknya. Lama-lama aksi tidak perdulinya bisa buyar karena kemanja-manjaan Andin yang dari awal membuatnya risih. Adik dan kemauannya yang minta dituruti.

"Andin pesan PH nya sekarang ya," jemari gadis itu menjulur ke tempat handphone Vino berada. Di samping tab yang digunakan Vino browsing apapun untuk menghiraukan rengekan.

"Nggak sama PH, AW, MnD dan kawan-kawan. Mending pesan martabak daripada mama ngomelnya sama gue."

"Ihh kok gitu. Gaji lo nggak bakalan habis juga cuma pesan 2 pizza seratus rebuan kak." kata Andin sembari memajukan bibir sesenti.

"Seratus rebuan dan seminggu gue kena omel. Nggak deh, makasih. Lo tau sendiri kalau mama ngomel kayak bumi dan seluruh galaksi disangkut pautin."

"Yaudah sih tinggal lo bilang kalau nggak tau kalau gue yang pesan."

Mata Vino menyipit, tangan kanannya menyentil dahi Andin yang warnanya merah merona sekarang.

"Lo mesannya pake hp siapa?"

"Lo lah. Secara hp gue mati."

"Pake uang siapa?"

"Yaelah kak pake nanya. Pake uang lo juga lah. Masa iya punya gue?" jawab Andin malas. "Nggak usah nanya lagi secara rugi bandar gue punya kakak tapi nggak dimanfaatin."

"Terus kalau lo dimarahin, yang ikut dimarin lagi siapa karena nggak bisa ngelarang adeknya?"

"Ya lo lah kak. Bagi-bagi jatah dong kalau diomelin. Biar adil kan adek kakak."

Alvino mengangguk, kemudian tangannya sibuk membereskan barang-barang yang berserakan di sekitarnya.

"Loh kok lo udah beres-beres? Katanya mau bantuin gue ngerjain tugas." Andin buru-buru menghalangi kegiatan Vino dengan gerutuan.

"yang punya tugas siapa?"

Dahi Andin berkerut, matanya menyipit menatap Vino yang bersedekap bagai mandor  yang sok kuasa menentukan nasip karyawannya, "ya gue lah. Yakali kalau yang punya tugas lo mana bisa gue bantu keleus."

"Yasudah sih, kalau gue nggak jadi bantuin kan itu hak gue. Bukan tugas gue ini." Vino tersenyum licik.

"ish, kok lo tega sih? Nanti kalau gue di semprot sama dosen gue gimana? Kalau lo nggak mau bantuin gue, gue bilangin mama." ancam Andin kemudian.

"tukang ngadu. Biar sih mama marahin gue, ntar tinggal gue bilang aja kalau adek gue yang imutnya ngalahin anabel ngerengek minta di beliin PH. Beres." 

"Kok lo tega."

"ohh jelas. Kan gue setia adek. Kalau kena marah ya harus kudu bagi-bagi juga ke adek gue. Itu namanya adil."

Andin bersungut-sungut menanggapi situasi yang seharusnya menjadi pihaknya untuk menang. Bukan malah Vino yang mengancamnya seperti ini.

"Kakak maha tega ya lo kak. Sebel gue."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Andine StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang