Merah.
Bagiku adalah warna yang unik dan bisa dibilang adalah warna favoritku. Merah bisa melambangkan kehanganatan rasa dan romantisnya cinta , bisa juga melambangakan sifat ketulusan dan keberanian. Namun di sisi lain warna merah juga bisa melambangkan api kebencian , pertumpahan darah dan perselisihan amarah.
Merah.
Warna itulah yang kini mengisi semua pandanganku. Tanah , bebatuan , sungai bahkan langitnya pun terlihat merah sejauh mataku melihat. Tempat ini kosong tapi tetap terasa sesak. Tempat ini sepi tapi aku bisa mendengar jeritan-jeritan yang melolong jauh sampai ke telingaku. Di kejauhan aku melihat sebuah bukit tinggi dengan kursi di puncak. Aku mengambil langkahku sambil mengingat kembali kenapa aku bisa berada disini.
Pagi itu aku duduk di taman kota , sendirian. Lenganku menggegam keras kertas-kertas lampiran lamaran pekerjaanku agar tidak terbawa halusnga angin pagi. Aku duduk terdiam , menatap kosong tanah dibawahku sampai akhirnya sesaknya asap rokok mengalihkan perhatianku. Aku menoleh dan mendapati seseorang datang dan duduk disebelahku , seorang pria , sepertinya. Rambutnya pendek pirang rapi , ia memakai kemeja dan jas merah tidak lupa dengan dasi dan pantopel yang serasi.
"Masalah cinta ?"
Tanya dia sambil menyemburkan asap pikuk berewarna abu-abu dari mulutnya dan menatap jauh kedepan tanpa melihat ke arahku.
"Ah maaf maaf , harusnya aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Namaku Lucy"
Tambah dia yang kini melihatku disertai senyum ramah diwajahnya. Kini aku bisa melihat jelas wajahnya namun setelah kuperhatikan , mata , bibir dan pipi dan bentuk wajahnga terlihat sangat feminim ditambah dengan namanya membuatku ragu apakah orang ini laki-laki atau perempuan. Kemungkinan besar perempuan , karena namanya adalah Lucy.
"Umm.. namaku Carl , dan tidak ini bukan masalah cinta. Hanya saja aku khawatir dengan masa depanku"
"Masa depan ?"
"Yhaa.. hari ini aku akan melamar pekerjaan , tapi sudah sebulan ini aku melamar dimana-mana dan tak ada satu tempat pun yang menerimaku"
"Hmmm... seperti itu. Lalu bagaimana dengan hari ini ? Apakah kamu yakin hari ini akan mendapatkan pekerjaan ?"
"Sebenarnya aku tidak begitu yakin dan hampir ingin menyerah , ditambah dengan sebulan terakhir ini. Tapi kemarin ibuku bilang untuk terus bangkit dan akan selalu memanjatkan doa untuk mendukungku. Bagiku itu sudah cukup untukku sebagai bahan bakar agar tidak menyerah"
"Wahh.. sepertinya kau memiliki ibu yang hebat , hahahaa. Jadi ibu mu ini orangnya religius ? Bagaimana denganmu ?"
"Hmmm.. ya bisa dibilang ibuku ini orang yang agamis. Tapi untuk diriku sendiri aku tidak begitu yakin , tapi akhir-akhir ini aku juga sering berdoa"
Setelah jawabanku tadi Lucy menghisap habis rokok dimulutnya dan melempar masuk puntung rokok tadi kedalam tempat sampah yang berada tak jauh dari tempat duduk kami.
"Baiklah Carl , bolehkah aku bertanya sekali lagi ?"
"Ya , tak apa"
"Semua ini , semua yang telah kau lakukan terutama sebulan ini , kau lakukan karena ibumu ? Apa karena mindset publik tentang pekerjaan ? Apa kerana dirimu sendiri ?"
Aku terdiam , pertanyaan ini sangat mengenaiku. Setelah dipikir-pikir sepertinya aku terlalu sibuk melakukan apa yang aku lakukan sampai aku melupakan kenapa aku melakukan semua ini. Memang benar aku mencari pekerjaan karena itu yang juga ibu ku inginkan , memang benar mindset publik yang menyetir pemikiranku untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tapi ,