Bintang Jatuh

15 1 0
                                    

Pukul 21.00

"Hai Aleana, kenapa kamu masih berdiri disini? Seharusnya kamu sudah kembali ke ranjangmu"

Seorang anak laki-laki dengan tubuh kurus berjalan menghampiri Aleana, matanya menatap Aleana sambil mengerutkan dahinya.
Laki-laki itu tampak bingung dengan tingkah Aleana, berdiri dibalkon belakang sambil mendongak menatap langit-langit malam.

Tidak ada jawaban.
Aleana tidak menggubris ucapan laki-laki disebelahnya.
Laki-laki itu dengan gemasnya meremas rambutnya sendiri, mendengus.

"Wahai Aleana, tidakkah kamu sadar? Kamu telah berdiri disini sejak pukul 7 malam, apakah kamu tidak lapar? Tidak mengantuk?"

Aleana tetap terdiam, menatap langit malam yang memang tampak indah malam ini.
Bintang-bintang bersinar terang menghiasi langit malam, memberikan pemandangan menarik untuk dinikmati.

Karena kesal, laki-laki itu mengguncang lengan Aleana.
Aleana menoleh,
menatap laki-laki disebelahnya dengan tatapan datar, dataar sekali.

"Kenapa mempedulikanku? Kamu lebih baik kembali, anak-anak asrama lainnya pasti sudah terlelap,
aku hanya ingin sendiri"

Jawab Aleana dengan suara pelan, lantas kembali mendongak menatap langit.

Laki-laki itu menghela napas.

"Apa yang kamu lakukan berjam-jam disini? Hanya untuk menatap langit yang membosankan itu?"

"Ini bukan sekedar menatap, melainkan melontarkan harapan"

"Harapan?"

"Aku rasa ini tidak penting bagimu, kamu tidak perlu tahu apa yang sedang kutunggu, sekarang kamu lebih baik kembali ke ranjangmu, bergabung dengan anak asrama lainnya"

Menunggu?

Laki-laki itu sedaritadi masih mengerutkan dahinya, benar-benar tidak mengerti dengan gadis disebelahnya itu.
Gadis yang bahkan hanya sekali menatap laki-laki itu, sisanya menatap ke langit malam.

Aduh ya ampun, apakah wajah ini tidak lebih menarik jika dibandingkan dengan langit malam yang membosankan itu?

"Baiklah, aku kembali ke ranjang, tidak apa-apa kan kalau kutinggal?"

Tidak ada jawaban.
Bahkan mengangguk saja tidak.

Laki-laki itu menghela napas lantas menepuk pundak Aleana pelan.

"Selamat tidur, Aleana"

Dengan langkah pelan, laki-laki itu beranjak kembali kedalam kamarnya, menuju ranjangnya, ingin segera tertidur nyenyak.

Aleana masih tetap berdiri dibalkon itu, setia menunggu sesuatu.

Malam itu, tanggal 1 Januari.
Aleana ingat sekali setiap 10 tahun sekali, bintang jatuh akan terlihat di kotanya.
Di kota tempat kelahirannya, tempat ia tumbuh dan beranjak dewasa.
Walaupun hanya dibesarkan disebuah asrama, Aleana tidak mengenal siapapun kecuali teman-temannya di asrama.

Maka malam itu, walaupun harus menunggu berjam-jam dengan berdiri dibalkon, Aleana akan tetap menunggu.

Aleana memiliki kemampuan yang tidak orang lain miliki, pikiran yang sulit dipahami orang lain.
Aleana selalu berpikir bahwa tidak semua orang bisa mengerti perasaannya yang rumit, mengerti pikirannya yang susah dijelaskan.
Terkadang Aleana bisa menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan sesuatu, melamun.
Isi pikirannya tak kunjung bisa habis, memikirkan segala sesuatu yang seharusnya sederhana, lantas menjadi rumit.
Aleana sadar, pikirannya sendiri yang membuatnya terbelenggu dalam ilusi ciptaannya sendiri.
Tapi dalam hidup Aleana, ilusi itu selalu jadi nyata.
Ilusi, mimpi-mimpi, dan dugaan buruk, semua yang pernah terlintas dipikiran Aleana pasti akan menjadi kenyataan.
Selalu begitu.

Aleana selalu takut untuk memikirkan sesuatu, tapi begitulah pada dasarnya, tidak akan bisa berubah.
Secara tidak sadar Aleana mampu untuk mengingat jelas semua kenangan baik maupun buruk lantas dengan cepat menyimpulkan sesuatu yang kelak akan terjadi.
Begitu kerja otaknya, secara tidak sadar.
Ia sadar, ia lebih baik tidak banyak melamun.
Lantas harus lebih banyak menyibukkan diri agar tidak dibuat frustasi oleh pikirannya sendiri.

Malam itu, setelah Aleana menunggu sekian lama.
Setelah Aleana menunggu bertahun-tahun lamanya, sejak usia 7 tahun, bintang jatuh kembali terlihat melintas di kotanya.

Aleana tersenyum bahagia, menatap pemandangan itu dari atas balkon.
Aleana mengangkat kedua tangannya, megeratkan kedua tangannya.

"Besok adalah ulangtahunku yang ke 17 tahun, harapanku, semoga tidak akan ada lagi mimpi-mimpi buruk setelah ini,
aku ingin selalu bahagia"

Aleana menyaksikan bintang jatuh sampai selesai, kemudian bergegas kembali ke kamarnya, tertidur.

Maka malam itu, angin berhembus, langit tampak mengguratkan senyum diatas sana, Sang Penguasa Semesta paham apapun keinginan hamba-Nya,
termasuk keinginan Aleana.
Tidak akan pernah keliru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mimpi-Mimpi AleanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang