Awal baru, nih!

3 1 0
                                    

"(Brrrrrrr, dingin banget sih)", batin Umam. Tak seperti biasanya, kota Pakunden sore itu sudah mulai dingin. Sepertinya mau masuk musim hujan. Kota Pakunden memang dingin. Kota yang diapit kota Daksa dan kabupaten Laksa itu memang daerah pegunungan. Bila naik sedikit berkunjung ke kota Daksa, akan nampak lansekap daerah di bawahnya yang asri nan sejuk. Cukup untuk menghindar dari bising kota Pakunden yang kian hari kian macet saja.

Umam naik ke lantai dua menuju ke kamarnya. Sore itu sepi, tepat hari Minggu pula. Umam sendirian, menyambar sebungkus rokok lalu naik ke atas atap. Atap? Iya, atap masjid. Itu hari pertama Umam tinggal di masjid, menerima tawaran dari ketua takmir kenalannya minggu lalu.

"Aahh. Tempat baru nih. Kali kedua harus bikin penyesuaian. Tinggal di asrama, ya gitu-gitu aja. Tinggal di kontrakan bareng temen banyak, sama aja. Tinggal di kosan, enak sih sendiri aja. Tapi udah nerima tawaran ini, ya mau gimana lagi", batinnya sambil menghisap rokoknya pelan-pelan. Dari atap masjid memang terlihat cukup syahdu, lansekap matahari sore dengan latar belakang gunung Gandrung yang dekat dengan kota Daksa. Sesekali terlihat burung-burung terbang yang pulang setelah mencari makan.

"Umam. Ayo makan sini, keburu dingin", sahut bu Tyas. Bu Tyas, tetangga depan masjid yang juga punya usaha catering itu memanggil Umam. Wah, makan nih, seharian abis pindahan belum makan pula, pikir Umam.

"Sebentar bu, tinggal dikit". Umam bergegas turun lalu masuk rumah bu Tyas. Rumah yang cukup besar itu hanya ditinggali bu Tyas dan anak semata wayangnya. Sesekali terdengar suara televisi acara gosip kesukaan bu Tyas.

"Kudu kenyang lho ya. Ambil nasinya yang banyak, makan dienakin. Anggap aja rumah kamu juga", sahut bu Tyas. Dengan cekatan ia siapkan nasi dan lauk buat Umam, yang matanya sudah mulai sayu. Maklum, tanda-tanda orang lapar tak bisa dibohongi.

"Hehehe, iya bu makasih. Alhamdulillah bu, bisa tinggal di tempat baru. Mohon bimbingannya ya bu. Saya kan masih baru, ibu juga jadi seperti ibu saya sendiri", kata Umam.

"Tempat baru berarti kudu ada penyesuaian, Mam. Warga sini ya gitu, sama kayak di desa. Rukun-rukun aja, guyub, meski ini kan lingkungan perumahan. Yang penting kamu udah berusaha yang terbaik aja buat masjid ini, dirawat aja kayak di rumah sendiri. Kamu udah besar, pasti tau lah mana yang baik buat kamu", bu Tyas membalas Umam sambil tersenyum.

Umam memandang bu Tyas, ia membayangkan ibunya di desa. Tempo hari ibu Umam telepon, menanyakan kabarnya di tanah rantau. Apa ibu Umam sedang rindu putra pertamanya itu?

Cerita UmamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang