BAB 3

32 4 0
                                    

Perjanjian dengan Tuhan adalah Mutlak Ikatan perjanjian dengan Tuhan sangat kuat
.
.
.
.

Art bukanlah sebuah seni yang harus di perlihatkan serta di koleksi oleh para kolektor manapun, Tapi Art adalah seorang anak kecil dengan kelebihan seni yang sangat Indah serta sangat mengagumkan bagi siapa saja yang ia perlihatkan .

Seni yang berada dalam diri nya mampu memukau di dunia fana ini .
Bukan untuk di beri penghargaan medali atau sertifikat namun dijadikan sebuah mahakarya yang akan di tonton jutaan sepasang mata diluar sana, Seni milik nya dijadikan sebuah karya yang tampak menjadi emas yang jatuh dari langit.

Malam hari menusuk kulit yang masih sangat sensitif dengan sentuhan atau udara yang tidak baik bagi sistem kekebalannya. Dua insan yang memiliki perbedaan umur sangat jauh tengah menerobos pohon-pohon lebat yang berada dalam hutan disekitar desa mereka.

Wanita tengah baya menarik pergelangan tangan berukuran kecil yang tiap perjalanan mereka selalu merintih dan meringis kesakitan akibat kuatnya genggaman wanita itu pada anak kecil yang berumur 7 tahun dimana ia belum bisa membandingkan tenaga nya dengan tenaga orang dewasa

"... Sakit " Rintih sang anak ditemani oleh suara angin malam mengerikan di tengah-tengah hutan

Alih-alih menjawab, Wanita bersurai panjang hitam lekat justru mengerat kembali genggaman ,bahkan ia tidak sama sekali melirik anak tersebut

Namun, Manusia bukanlah malaikat bersayap yang mempunyai jiwa suci nan bersih. Anak berpakaian lusuh compang-camping itu tidak ada kata pantang menyerah untuk melepaskan genggaman itu.

Hingga wanita cantik yang telah dimakan umur nya membentak dengan suara keras serta bergetar

" Diam !! .... Jika saja aku punya keberanian ... sudah lama aku membunuhmu, monster"

.
.
.

" Zeno "

Pukulan dari kertas gulung tepat di atas kepala dengan rambut berwarna merah padam layak nya api yang mati dikumpulan air,
Ia meringis mengelus rambut yang hampir menutupi mata kanan nya.

Ia kembali tegap di atas meja nya, lalu manik mata biru laut nya menatap seorang pria yang sudah memiliki tanda lipatan di sekitar wajah bersih itu. Sesaat juga, pemuda yang memakai kaos oblong hitam melirik sekitar kelas yang ramai tertawa karena ulah konyol nya.

" Zeno Watson , apa yang membuatmu berani tidur dan mengabaikan kelas saya?  Masih ingin keluar lagi untuk sekian kali nya "

Pemuda bersurai merah menggaruk tengkuk nya menahan semburat merah tipis di sekitar pipi nya ,beruntung tidak ada yang menyadarinya.

Lengkungan senyuman terukir dalam paras nya , kedua mata Zeno hampir tertutup seperti orang yang tertidur serta dilengkapi dengan lesung pipi disebelah kiri nya, menambah kadar keimutan pemuda berumur 21 tahun itu.

" Maaf sensei, tidak akan saya ulangi lagi"

Balas Zeno diiringi dengan langkah kaki berat sepatu yang semakin jauh dari Indra pendengarannya . Tangan Zeno mengelus dada nya serta menghela nafas lega

Zeno menyikut lengan teman sebelah nya yang masih sibuk tertawa asik melihat kesengsaraan pemuda lesung pipi itu.
" Sialan,  Kenapa kau tidak membangunkan ku Makoto "

Makoto masih berusaha untuk meredakan gelak tawa nya , Lalu mengatup kedua tangan tanda isyarat dari kebiasaan warga Jepang .

" Maaf ya , Aku tidak tega membangunkanmu , kau itu seperti mayat hidup sudah dibangunkan juga tetap saja masih tidur lelap, bukan? "

Pemuda rambut agak panjang hampir menyentuh kedua bahu lebar nya dengan warna abu-abu perak ini , tersenyum manis tanpa rasa bersalah sedikitpun . Dengan paras wajah yang memiliki ikatan darah sebagai warga dari negara gunung Fuji ini, kembali fokus dengan materi-materi yang tergambar di depan papan tulis .

" Apa salah nya memejamkan mata sebentar "
Celetuk Zeno dengan kembali fokus pada ajaran Sensei Yamataka

Sudah berapa kali pun Makoto menyuruh teman satu jurusan dengannya untuk diam dan berhenti mondar mandir di koridor ,tetap saja Zeno menjadi pusat perhatian beberapa orang yang melintas lewat koridor samping kelas Seni Musik itu.

Makoto mendengus kesal , manik nya memutar dengan malas

" Ayolah Zeno.. Berhenti bersikap layaknya orang bodoh, kau itu seperti dikejar hantu, dan aku sudah bosan menghitung bahkan ada 102 putaran ditempat , apa kau tidak lelah ? "

Kaki jenjang tinggi yang terbalut jeans biru itu mulai memperlambatkan langkah nya ,lalu berhenti tepat dihadapan Makoto yang duduk memperhatikan Zeno sedaritadi dikatakan layaknya orang panik.

" Kau tidak mengerti Makoto, Kau tahu kan mimpi yang selalu ku ceritakan padamu itu selalu saja muncul tiap hari dan tiap detik,  Sial "

Akhirnya, Zeno menyerah dan lebih memilih untuk duduk disebelah sang teman yang sudah menemani nya selama mereka kuliah di Universitas Tokyo.

" Anak kecil itu, Wanita tua itu serta hutan bahkan juga aku masih ingat perlakuan wanita penyihir itu yang kejam pada anak kecil itu masih sangat jelas dan selalu saja datang di mimpi ku.. Seakan mimpi itu ada kaitannya dengan diriku .. Siapa anak kecil itu bersama wanita keji yang tega menyiksa nya ,mimpi nya selalu berkelanjutan sambung satu sama lain "

Lanjut Zeno berceloteh ria, mengeluarkan semua pikiran yang selama ini terngiang di dalam otak nya. Di sisi lain, Makoto hanya terdiam dan memperhatikan seksama tiap cerita Zeno .

" kalau begitu, kenapa tidak kau cari saja informasi jelas dari mimpi mu atau..bukankah kau bilang Mimpi nya selalu bersambung seperti sebuah cerita? Pasti ada kunci dari kasus mu itu yang bisa dicari setidak nya kemungkinan kecil ada petunjuk untukmu "

Usul Makoto, untuk menyemangati Zeno yang tampak murung dari biasanya.

Memang ,dari raut ekspresi Zeno menyiratkan jika dirinya sudah sangat lelah dengan mimpi yang selalu datang pada dirinya, Namun Makoto tidak begitu mengerti kasus yang di alami teman yang memiliki paras keturunan Kerajaan Inggris itu.

Disaat bersamaan, Zeno berdiri beranjak dari kursi koridor lalu melangkah menjauh dengan menampakkan punggung lebar nya , Pemuda dengan sifat ceria itu menjadi anak pendiam karena mimpi bagi dirinya kutukan.

Makoto hanya menghela nafas berat ,
" .. Aku harap kau baik-baik saja Zeno "

.
.
.

Sebuah ketukan pintu sukses memecahkan fokus seorang gadis berambut kepang dua itu dengan kacamata yang tertaut di hidung mancung nya.

Leo.

Pelayan tampan ini membawa nampan yang di atas nya ramai dengan susu coklat serta cemilan kecil untuk sang tuan nya.

" Maaf  mengganggu mu belajar Nona Bie, Tapi karena melihatmu jarang keluar kamar sesudah makan malam aku jadi mengkhawatirkan mu "

Gadis yang dipanggil dengan sebutan nona hanya tersenyum tipis , gadis itu tidak mempermasalahkan jika Leo datang disaat ia tengah bertempur dengan buku-buku tebal nya itu. Justru dalam lubuk hati Hebie --nama sang gadis -- , sangat senang Leo menjadi penghibur dalam mood untuknya.

" Terimakasih Leo, aku sama sekali tidak keberatan dan, apa kau bisa menemani ku disini selama selesai mengerjakan tugas ku? "

Leo hanya mengangguk kepala menyetujui permintaan Hebie, dimana setiap Hebie mengerjakan tugas nya selalu saja Leo menemani agar jika Hebie sudah sangat lelah kebiasaan gadis Indigo ini adalah tertidur langsung di atas meja belajar, Leo pelayan itu dengan sigap menggendong dan memindahkan Hebie pada kasur gadis biru laut itu.

Hebie terkekeh kecil seraya memegang mug cantik kesukaan nya, ia meneguk susu coklatnya hingga seperempat kosong di atas mug nya.

" .. Hangat "

🍁🍁

Hebie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang