Gadis kecil.Itulah sebutan dari ayah yang terus terbawa sampai sekarang hingga usiaku menjelang dua puluh empat tahun.
Dia yang selalu menginginkan yang terbaik untukku, dan selalu mengatur segala hal agar aku tak merasa kesulitan.
Aku baru saja merasakan kebebasan saat ayah mendapat pekerjaan di luar negeri. Ia membawa pergi ibuku dengan alasan pasangan itu harus selalu bersama. Aku hanya mengiyakan saja. Meskipun ayah juga memaksaku untuk ikut, aku bersikukuh menolak.
Jika ayah memiliki alasan yang tidak logis bagiku saat membawa ibu pergi, berbeda denganku. Aku tak bisa ikut bersamanya dikarenakan tuntutan pekerjaan.
Itu hanya kebohongan belaka sebenarnya. Tapi aku melakukan ini agar aku bisa tetap tinggal walaupun hanya bertiga bersama kakek dan nenekku.
Sampai suatu saat, kakek dan nenek mengajakku pergi ke Jeju. Terlalu sibuk, aku baru menyadari jika terakhir aku berkunjung ke tempat kelahiran adalah saat aku masih berusia lima tahun. Itupun bersama ayah dan ibu.
Dengan penuh pertimbangan, akhirnya aku menerima tawaran kakek dan nenek. Mereka berdua sangat baik, padahal mereka bukan akan pergi bertamasya melainkan berziarah. Tapi mereka tetap sabar menungguku mendapatkan keputusan.
Jadilah sekarang aku disini, duduk sendirian pada teras sebuah rumah di pulau Jeju. Aku beserta mereka menginap di tempat paman dan bibi.
Rencananya besok siang baru kita akan pergi ke makam orang tua bibi yang lumayan jauh dari rumah."Hey, Park Sooyoung!" Aku menoleh saat mendengar seseorang memanggil namaku. Lantas aku tersenyum ketika sesosok wanita tinggi nan cantik, dengan sedikit keriput di beberapa sisi wajahnya menghampiriku.
"Ah, Hai bibi." Jujur aku sama sekali tak mengenalinya. Tapi dia terlihat begitu akrab sekarang.
Ia duduk didekatku, mengelus rambutku dengan sayang dan senyumannya----ah, cantik sekali bibi tetangga ini.
"Kau sudah tumbuh cantik sekarang. Apa kabar, sayang? Mampir ke rumah bibi, yuk. Taehyung sedang bermain playstation di rumah." Bibi itu terus memainkan rambutku.
Aku hanya dapat terus memasang senyum canggung. Ini baru pertama kalinya setelah sekian lama aku datang kemari. Tapi mereka seperti sudah sangat dekat denganku. Dan siapa tadi? Taehyung? Aku tak bisa menyembunyikam kerutan pada dahiku saat bibi itu menyebutkan nama yang sama sekali tak kukenal.
"Iya. Taehyung. Apa kau tak merindukan teman kecilmu itu? Dulu kan kalian sangat dekat." Aku tersipu sekarang. Semoga tak ada semburat merah pada wajahku. Bibi itu melihat jika aku sama sekali tak memahami perkataannya.
"Jangan hanya haha hehe saja. Nanti mampir ya. Bibi mau bertemu kakek nenekmu dulu." Bibi itu lalu bangkit meninggalkan aku yang masih berkelana dalam pikiran mencoba mengingat nama 'Taehyung'.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Don't Love You
FanfictionSaat itu, kau bukanlah milikku dan dia yang terus berlari mengejarku