Pertemuan (2)

264 63 6
                                    


Semalam menonton siaran bola sampai larut, waktu tidurku rasanya sangat sangatlah kurang. Aku berniat malas-malasan hari ini. Tidak akan keluar kamar, tidak akan sarapan, tidak akan mandi pagi. Hanya ingin tidur, tidur, dan tidur. Tapi sialnya rencana hibernasiku tergagalkan dengan teriakan melengking dari nenek dibalik pintu kamarku. Jika aku tidak membukakn pintu, pasti ia akan mengamuk dan memilih mencongkel ganggan pintu sampai rusak. Meskipun garang seperti itu aku tak bisa berhenti menyayanginya.

Dengan langkah terseok aku berjalan ke arah pintu dan menanyai tujuan wanita usia lanjut itu berteriak heboh di depan kamarku.

"Nek, masih jam 7. Kita sedang di Jeju dan aku tidak bekerja." mengingat kebiasaan nenek yang sering membangunkan setiap jam tujuh membuatku agak jengkel kali ini. Sepertinya nenek lupa jika sekarang bukanlah di Seoul, dimana nenek selalu menjadi alarm untukku bangun dan pergi bekerja.

"Berikan kimchi ini pada Bibi Kim. Tau kan? Yang rumahnya dekat dengan toko baju itu loh. Kemarin kan dia yang memberi nenek lobak untuk membuatnya." Terang nenek sembari menyodorkan sebuah kotak berukuran cukup besar.

Aku menghela napas berat, padahal niatnya ingin total menikmati hidup dengan pergi ke rumah bibi. Tapi tetap saja orang-orang memintanya untuk pergi kesana kemari.

Dengan terpaksa aku bergegas mandi, memakai pakaian kasual seadanya dan lekas menenteng kotak pemberian nenek menuju rumah yang sudah dijelaskan oleh nenek tadi.

Untung saja jaraknya dekat, jadi aku memilih berjalan kaki. Toh, udara pagi disini sangatlah segar. Aku jadi tidak perlu banyak menyalahkan nenek, karena begini aku menjadi sangat merasa nyaman.

Sepanjang jalan pun beberapa orang terlihat akrab, tersenyum dan menyapaku. Bahkan diantara mereka ada beberapa yang menyebut namaku.
Luar biasa sekali, padahal tak ada satupun dari mereka yang kukenali, tapi mereka tetap bersikukuh mengenalik dan mengatakan 'Ini putri Pak Park yang sering menempel pada Taehyung waktu kecil. Sekarang jadi cantik.'

Aku tidak tahu kalau semasa kecil aku sangat terkenal dengan Taehyung-Taehyung itu. Padahal sampai sekarang aku belum tahu seperti apa wujud lelaki tersebut. Rasanya seperti bohon sekali saat mereka mengatakan tentang itu. Jika dulu aku dan Taehyung si lelaki asing, bukankah harusnya aku mengingatnya dengan jelas. Apalagi bibi Kim sampai mengatakan kita seperti perangko.

Akhirnya, setelah berheran-heran ria tanpa sadar aku tiba di depan gerbang rumah Bibi Kim. Rumahnya cukup besar. Aku sempat dengar dari Bibi kalau keluarga Kim itu sangat ramah dan baik pada siapapun. Kira-kira anaknya Taehyung itu iya tidak ya?

"Loh, ada Sooyoung. Kenapa hanya berdiri di luar? Masuk, nak." Pucuk di cinta, ulam pun tiba. Bibi Kim baru saja keluar dari gerbang. Sepertinya sedang buru-buru.

"Iya, bi. Nenek memintaku mengantarkan kimchi ini ke Bibi." balasku seadanya.

"Kau masuk saja, ya. Bibi ke apotik dulu. Taehyung masih di kamar. Kau ajak saja dia sarapan. Bibi sudah masak." Bibi Kik mendorongku masuk gerbang. Dan dengan santainya beliau menggembok pintu gerbang rapat-rapat. Sumpah demi apapun, perasaanku mengatakan seperti akan terjadi sesuatu yang buruk setelah ini.

"Desa ini hampir jadi kota, loh. Maaf bibi hanya mengantisipasi pencuri." Bibi Kim pergi begitu saja setelah berhasil mengunciku di dalam gerbang rumahnya dengan alasan yang sama sekali tidak masuk akal. Jikapun ada pencuri, didalam rumah kan masih ada aku dan anak lelakinya bernama Taehyung itu. Bukankah Taehyung hanya berbeda usia satu tahun lebih tua dariku? Ia pasti mengendalikan situasi saat hal semacam itu terjadi. Kan sudah menjadi lelaki dewasa yang dapat diandalkan.

Terpaksa, sudah terkunci di dalam begini. Mau tidak mau aku harus masuk. Meletakkan kotak yang kubawa ke dapur dan memanggil anak Bibi Kim untuk mengajaknya sarapan bersama.

Rumahnya sangat sepi. Mungkin ayahnya sedang keluar kota. Tapi apa iya mereka hanya tinggal bertiga saja?

Aku terus berjalan dengan perlahan menuju lantai dua. Sekalian melihat-lihat. Rumah Bibi Kim cukup bagus menurutku. Di dinding terdapat banyak sekali foto. Ada Paman dan Bibi Kim, juga dua lelaki. Entah itu siapa. Pasti salah satunya Taehyung.

Aku sedikit terkejut ketika tiba di lantai dua. Aku fikir yang di maksud kamar oleh bibi Kim ternyata berada di ujung dekat perpustakaan dan tanpa pintu. Hanya ada sebuah ranjang besar, satu set meja dan kursi, juga banyak sekali kumpulan polaroid tergantung rapi pada dinding di depan kingsizenya. Wah, menarik.

Aku bergegas menghampiri tempat itu, sepertinya kali ini aku tak salah. Aku juga melihat sebuah gundukan di atas kasur. Mungkin Taehyung yang sedang tidur. Apa aku perlu membangunkannya?
Dengan baik hati aku mengguncang perlahan gundukan dalam selimut tebal itu, berkali-kali sampai terdengar bunyi 'srek'

"Kenapa ibu masih di rumah? Cepat ke apotik dan belikan obat untuk masa depanku. Sakit sekali, bu." Demi Tuhan, wajahnya sangat berantakan. Dan aku tak mengerti maksud lelaki itu.

"Ya! Park Sooyoung?! Apa yang kau lakukan disini?!" Sepertinya ia baru menyadari jika ia berbicara pada orang yang salah. Terlihat jelas dari wajahnya yang semakin memerah.

"Kau mengenaliku? Kau Taehyung kan? " tanyaku menebak-nebak. Tapi biasanya tebakanku tak pernah melesat. Mungkin saja kali ini juga benar.

"Pergi pergi pergi! Aku tidak ingin melihatmu. Sana. Dasar penjahat kelamin!" Gertak lelaki itu lagi.

Aku semakin tak mengerti dengan perkataannya. Spontan aku memukul keras kepalanya sampai ia memekik karena ulahku.

Dan kupikir aku peduli? Tidak sama sekali. Baru saja ia mengataiku penjahat kelamin. Bahkan aku baru melihat wajahnya semalam saat ingin ke mini market.










Tunggu? Semalam? Mini market?



















Pencuri yang tertangkap basah olehku semalam, itu Taehyung?



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When I Don't Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang