Hari selasa yang begitu indah.
Bagaimana tidak? Bryan meninggalkanku ditengah jalan karena ada barang yang ketinggalan, aku tidak mau menyusahkan kakakku sendiri untuk mutar balik lagi mengantarku kuputuskan untuk berangkat sendiri.
Dan disini aku ditengah jalan menuju kesekolah sebenarnnya bisa saja aku berangkat dengan Uber tapi saat ini masih pagi dan aku sudah memutuskan sebelumnya kalau aku jalan pagi ke sekolah untuk olahraga walau sekarang aku cukup menyesalinnya.
~I turn my cheer music up
And i'm puffing my chest
I'm getting red in the face
You can call me obsseed
It's not your fault that they hover
I mean no direspect
It's my right to be hellish~~"I still get jealous!!" Seruku lantang ikut menyayikan lagu dari Nick Jonas di earphone hitam milik Bryan.
TIN..
TINN...Aku kaget tiba-tiba seseorang dari arah belakang ku mengklakson dengan cukup keras, penasaran aku menoleh kebelakang dan tidak kusangka kalau seseorang yang dibelakangku ini adalah orang yang ingin kuhindari.
"Can you move?"
Dia, Davin. Astaga mimpi apa aku semalam. "Apa?" Aku mematung sebentar tidak percaya dengan yang kulihat.
Ia memutar matannya dengan arogan, "You heard it." Dia mengucapkannya dengan nada sarkas dan tentu aku cukup kaget, ini adalah perbincangan pertama kami dan responnya seperti itu.
"Bisakah, kau pindah tempat? menghalangi jalan. Aku pikir kamu paham bahasa inggris." Ulangnya membuatku tersadar dengan posisiku yang memang berada di tengah jalan.
Jangan salahkan aku, karena ini adalah jalan kecil yang memang biasannya hanya dipakai untuk jalan kaki. Bryan memberitahuku untuk lewat jalan pintas ini untuk ke sekolah, saat melakukan Video Call sebelumnnya.
"Oh.. ya, aku mohon maaf." Aku melangkah mundur perlahan memberi jalan yang cukup untuk dia. "Ahh mama.. aaaaa!"
Byarr..
Byarr...
Brakk"Watch your step! Oh my god." Davin berseru dan melihatku kaget, terlihat dari matannya yang melotot dari balik helm nya.
Aku terjatuh di selokan. Astaga, aku dosa apa ya?
Ya, walau selokan ini kecil dan cukup bersih tidak seperti selokan umumnnya di tempat lahirku sebelumnnya tapi ini cukup membuat rok selutut ku basah sampai pinggang.
Aku malu, marah, dan ingin menangis. Ini sungguh memalukan.
Davin hanya berdiam di motornnya melihatku terus menerus, "Apakah, kamu bisa menarikku dari sini?" Aku memutuskan meminta pertolongan dengan Davin, berharap dia mau membantuku. Air di selokan ini cukup dingin.
"Tidak bisa berdiri? Selokannya tidak dalam."
Aku terpaku mendengar jawabannya, ternyata benar dia tidak punya hati. "Kamu.. Jahat. Baiklah, aku bisa sendiri." Aku mencoba mengeluarkan kaki kananku agar bisa bertumpu dan mengeluarkan kakiku sendiri, selokan ini memang tidak dalam tapi sangat sempit sehingga kakiku susah untuk keluar.
Kulirik Davin tetap memerhatikanku kemudian menyangga motornnya dan kurasa ia bersiap turun dari motor, Tetapi hal itu ia tund saat teriakan seseorang memanggil namaku cukup keras.
"Janice!!"
Aku menengok ke arah sumber suara, terlihat seorang laki-laki mengendarai sepeda hitam nya yang terlihat mahal melambaikan tangan dengan antusias kepadaku. Itu, William. Ya dia teman sekelasku yang kemarin memberi pertanyaan aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty Of Yellow
Teen FictionMengenalmu adalah salah satu anugerah terindah yang aku alami walaupun orang lain berkata itu musibah untukku. "Kamu tau Nice? Satu rasi bintang di arah timur itu indah sepertimu. Dan kemarin jangan sedih ya, aku mohon percayalah denganku karena nan...