4 | something...

39.3K 4.1K 159
                                    

"Aksa, lo nanti ada waktu nggak?"

"Aksa, nilai gue rendah, lo bisa bantuin gue belajar nggak?"

"Aksa, nanti malam ulang tahun gue, datang, ya."

Seorang laki-laki yang saat ini menjadi pusat perhatian itu tersenyum ramah membalasnya.

"Nanti, ya, kalau gue nggak sibuk pasti gue datang." dan Aksa pergi menjauh setelah memberikan senyum manisnya.

Satu langkah. Senyum itu masih disana.

Dua langkah. Bibir Aksa turun.

Tiga langkah. Aksa tersenyum miring.

Menjijikkan rasanya berkumpul dengan cewek-cewek murahan seperti mereka. Menunjukkan perasaan secara terang-terangan. Bukannya malah senang, Aksa sebagai seorang cowok sangat tidak menyukai tatapan Cinta dari perempuan-perempuan yang selama ini ia kenal.

Belum apa-apa sudah tergila-gila. Bahkan sudah sangat agresif. Benar-benar menggelikan.

Tepat saat Aksa ingin berbelok ke arah koridor kelasnya, ia melihat sosok cewek tersenyum lebar disepanjang jalan. Dia Adara. Teman sekelas dan teman sebangku Aksa.

Saat mata Adara bertemu mata Aksa. Cewek itu tampak makin melebarkan senyumnya.

Dan Aksa.

Seperti biasa, membalas senyum itu namun dengan cara berbeda dari biasa yang ia lakukan.

***

"Lo mau makan dimana, Ra?" tanya Aksa saat bel istirahat pertama berbunyi.

"Gue bawa bekal, tapi lagi kepengen makan di halaman belakang sekolah,"

"Oh, kebetulan gue juga beli beberapa roti tadi, gimana kalau makan bareng?"

Adara cengengesan. "Boleh," kesempatan ini tidak boleh Adara lewatkan. Waktunya bersama Aksa akan berkali-kali lipat!

Dibelakang sekolah ada sebuah taman kecil yang dipenuhi rumput hijau, beberapa bunga dan beberapa bangku panjang disudut-sudut taman.

Adara sedikit salah tingkah saat menikmati makanannya. Takut nanti cara makannya malah membuat Aksa jijik. Maka dengan itu, Adara dengan perlahan dan anggun mengunyah makanannya.

Sebenarnya ini tidak menyenangkan. Adara merasa tidak kenyang dan tidak nikmat dengan cara makan ini. Namun dia tidak punya pilihan lain. Aksa masih keren saat cowok itu mengigit roti miliknya, terlebih Aksa tampak santai disampingnya.

"Lo nggak kayak biasa." gumam Aksa.

"Hah?"

Aksa tersenyum. Mengambil sendok dari tangan Adara, membuat cewek itu tampak kaget beberapa detik. Aksa juga menyedokkan bekal milik Adara lalu sendok penuh itu ia sodorkan pada bibir cewek itu.

Beberapa saat, Adara terpukau dengan Aksa.

"Jangan makan seanggun itu, lo bukan seperti Adara yang gue kenal,"

"Maksud lo, gue yang lo kenal bukan cewek yang anggun?"

"Bukan, tapi Adara yang gue kenal adalah Adara apa adanya. Dia melakukan segalanya dengan apa adanya. Lo nggak perlu sekaku itu sama gue, Ra."

Adara terpana lagi saat melihat Aksa tersenyum. Astaga, dia bisa gila jika selalu disuguhi senyum itu. Apalagi dengan jarak seperti ini. Mereka duduk berdua di salah satu bangku dengan jarak dekat.

"Aaaa," Aksa membuka mulutnya, memberi isyarat agara Adara membuka mulutnya.

Adara menurut. Membuka mulutnya. Entah apa yang ia lakukan saat ini. Dia mengikuti perintah Aksa dengan suka rela.

"Ih, anak pintar," kekeh Aksa sambil mengusap-usap kepala Adara seperti anak kecil.

"Gue bukan anak kecil," wajah Adara merah padam.

"Tapi lo lucu, kayak anak kecil." tambah Aksa sambil meletakkan sejumput rambut Adara ke belakang telinga.

Jantung Adara berdetak cepat. Ini interaksinya yang paling dekat dengan cowok selain keluarganya dan Aji. Dia merasa senang saat melihat wajah Aksa tersenyum sambil mengusap-usap kepalanya.

Dia benar-benar jatuh Cinta pada Aksa.

Adara merasa bodoh saat memikir itu. Walaupun dia menyukai cowok itu, perasaanya hanya akan sampai disana. Sekedar memendam tanpa berani mengungkapkan.

Lagi pula, cowok selevel Aksa, tidak akan suka pada cewek 'biasa' sepertinya. Adara mendesah. Kalaupun tidak bisa menjadi lebih dari teman, dia menerima. Label teman tidak buruk juga.

"Oh, ya, Ra, sabtu besok mau gue jemput ke rumah lo?" tanya Aksa tiba-tiba.

"Hah?"

"Kemarin 'kan gue udah bilang. Gue ulang tahun. Lo mau nemenin gue 'kan?"

Beberapa saat Adara terperangah. Dia belum memikirkan itu.

"Hmm, sebenarnya---,"

Tiba-tiba Aksa menghela nafas berat, membuat Adara menghentikan ucapannya. Cowok itu menatapnya sedih. "Tau nggak, Ra? Kadang, gue pingin ngerasain hidup biasa. Orang tua yang selalu ada buat gue, dan punya sahabat. Sayangnya gue nggak bisa, Ra," desah Aksa tampak frustasi. "Gue punya teman, tapi kebanyakan dari mereka cuma orang yang berlabel teman dan orang tua gue yang selalu berfikir bahwa yang gue butuhin itu cuma materi. Mereka semua nggak pernah benar-benar ada buat gue, Ra." detik selanjutnya Aksa tersenyum sedih.

Adara benar-benar tidak bisa lagi berkata. Beberapa menit lalu ia ingin mengatakan kepada Aksa bahwa dia tidak bisa menemani cowok itu karena memiliki urusan yang lain. Namun, mendengar cerita dari Aksa, Adara jadi tidak tega.

Apakah seberat itu bagi Aksa? Adara tidak menyangka Aksa yang tampak sempurna juga punya masalah.

Dengan ragu, Adara menyentuh bahu Aksa. Membuat cowok itu menoleh kearahnya.

"Gu-gue bisa kayaknya nemenin lo sabtu nanti," ada beberapa alasan yang membuat lidahnya kelu mengucapkan kalimat itu.

"Oh, ya?" mata Aksa jadi tampak berbinar.

Adara mengangguk ragu. "Iya dan lo nggak usah jemput. Gue bisa pergi sendiri nanti, lo tinggal kasih alamatnya."

Aksa awalnya tidak suka pemikiran itu, namun akhirnya cowok itu menyetujui. Aksa menuliskan alamat rumahnya di bungkus permen karet, memberikannya pada Adara.

"Gue tunggu lo, Ra." Aksa berucap kecil.

Melanjutkan menikmati bekal miliknya, Adara diam-diam merasa bersalah dan bingung. Dia tidak mungkin tidak pergi ke ulang tahun Aji dan dia juga tidak mungkin mengingkari janjinya pada Aksa.

Disampingnya, Aksa tersenyum miring. Menikmati setiap ekspresi resah di wajah perempuan itu.

***

Note:

Pendek-pendek dulu yah, lagi ngumpulin feel dan ide buat part 'bom'-nya 😂

Don't be Naughty [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang