3 : Terkejut

797 56 14
                                    

Setelah mengantarkan Tara ke sekolah, Gideon langsung saja menjadi topik pembicaraan satu sekolah. Sama halnya dengan Tara, semua orang sekarang seperti langsung menyerbunya dengan beberapa pertanyaan saat ia masuk ke dalam kelas. Tara hanya bisa diam sembari tersenyum, dia bahkan tak tahu harus bicara apa!

"Ini semua karena Gideon! Kenapa sih harus jemput-jemput ke rumah segala!" Gerutu Tara kesal. Dia hanya tidak mau menjadi bahan gosip seperti ini. Apalagi, sampai menjadi bahan pembicaraan para kakak-kakak kelas. "Bagaimana kalau aku nanti dilabrak oleh kakak kelas? Mati aku!" Batin Tara kemudian mengacak-acak rambutnya frustasi.

Setelah melewati dua mata pelajaran dengan pikiran yang penuh dengan nama 'Gideon', akhirnya bel istirahat pun berbunyi. Tara dan semua teman-temannya lantas pergi menuju kantin. Dengan perasaan takut, Tara hanya berjalan sembari melirik ke kanan juga ke kiri, takut jika beberapa kakak kelas mengikutinya atau bahkan lebih parah dari itu!

"Kenapa sih lo? Jalan kok kayak copet gitu!" Seru Gita menjadi kebingungan dengan tingkah laku Tara.

"Gue takut, Git!" Seru Tara.

"Hah? Takut kenapa? Ah udahlah ayo cepetan! Gue kelaperan!" Gita lalu menyeret tangan Tara untuk segera cepat-cepat pergi ke kantin.

Begitu sampai, pandangan Tara langsung saja tertuju pada kerumunan anak laki-laki yang sedang beristirahat di pojokan kantin. Kedua matanya berusaha mencari Gideon, takut jika dia pun berada disana. Dan benar saja, laki-laki itu sudah ada tepat di depan matanya sedang memaksa seseorang untuk mengerjakan tugas miliknya.

"Ayolah kerjain punya gue buruan!" Sentak Gideon sembari menyodorkan buku tulis miliknya pada salah satu anak laki-laki yang terlihat takut padanya.

"Ng— gue juga belum ngerjain, yon.."

"BOHONG!" Teriak Gideon hingga membuat semua pandangan tertuju padanya, "Sejak kapan manusia macam lo belum ngerjain tugas?! Nggak usah bohong sama gue atau mau pulangnya kepala lo gue geleng pake motor, hah?!"

"E—eh, nggak, yon nggak! Jangan geleng kepala gue!"

"Yaudah, kalau nggak mau kerjain punya gue dong!"

Anak laki-laki itu hanya mengangguk kecil lalu mengambil buku tulis yang Gideon berikan padanya. Tara yang dapat melihat itu lantas geram, kemudian ia langsung saja pergi dari samping Gita dan menghampiri Gideon dengan penuh keberanian.

"Heh, Gideon!" Seru Tara, membuat Gideon memutarkan tubuhnya ke belakang dan menangkap Tara yang kini berdiri di hadapannya.

"Eh, kamu.. Mau makan berdua ya sama Gideon?" Tanya Gideon, langsung merubah raut wajahnya 180 derajat. "Udah pesen makanan belum? Atau mau gue pesenin?"

"Nggak perlu!" Tara kemudian mengambil buku tulis Gideon dari tangan anak laki-laki itu, "Nih, kerjain tugas lo sendiri, jangan suruh-suruh orang lain!"

Gideon diam mematung sembari mengalihkan pandangannya pada buku tulis miliknya yang kini berada di tangan Tara, "Ng— tapi gue males, Ra.. Gue ada perlu soalnya sama temen-temen gue di belakang tuh, jadi biarin temen gue yang kerjain ya? Gue pasti bayarin makan siang dia kok!"

"Oke, tapi gue minta, lo jangan kejar-kejar gue lagi setelah ini!" Ancam Tara. Padahal, yang ia maksud hanya ingin membuat Gideon berhenti mengejar dirinya, bukan karena ingin memaksa Gideon untuk mengerjakan tugas miliknya sendiri.

Merasa tertantang, akhirnya Gideon hanya mengambil buku tulisnya itu dari tangan Tara, "Oh, gitu.. Oke, gue kerjain. Tapi hadiahnya, hari ini lo harus mau jalan sama gue."

Deg.

Tara menjadi bingung sekarang karena Gideon malah menyetujui tantangannya. "Ya tapi, tugas lo kan belum tentu nilainya bagus! Kalau nggak bagus gue nggak mau!"

"Nantang nih? Gue gini-gini pinter loh! Lihat aja hasilnya sendiri nanti."

"Tapi harus hasil pikiran lo sendiri, nggak boleh nyontek!"

Gideon mengangguk kemudian mengusap puncak kepala Tara lembut, "Siap, laksanakan!"

Kemudian, Gideon berjalan ke arah dimana teman-temannya berada, dan mulai mengerjakan tugasnya sendiri hingga membuat semua temannya terkejut, "Lah? Lo sehat, yon?! Wah nggak bener nih anak!" Seru salah seorang teman Gideon hingga membuat Tara tertawa.

"SHUSH!! Berisik lo pada! Gue mau jalan sama Tara abis ini!"

Bagaimana tidak? Gideon malah menuruti apa yang Tara katakan. Jujur saja, Tara merasa sedikit senang karenanya. Ia tidak tahu, apakah ini salah satu cara Gideon untuk mencuri hatinya ataukah tidak, yang jelas Tara merasa kalau Gideon sedang berusaha. Dan Tara senang dengan laki-laki yang sering berusaha ketimbang hanya dengan ucapan saja.

Tanpa Tara sadari, ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari jauh dengan perasaan kesal. Seseorang itu adalah Shelma, perempuan yang sudah lama menyukai Gideon tapi tak pernah mendapatkan perhatian darinya.

**

"TARAAAAA, MAIN YUUUUK!" Seru Gideon dari luar kelas Tara saat bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Semua siswa yang masih merapihkan buku-bukunya dan juga guru yang masih berada dalam kelas pun langsung menolehkan kepalanya keluar kelas dengan kompak. Sementara, Tara sendiri hanya bisa menunduk malu karenanya.

"Tara, Gideon itu pacar kamu?" Tanya sang guru sambil tersenyum, "Kalau iya dia pacar kamu, hati-hati ya, orangnya nakal!"

Semua siswa di kelas Tara kontan saja tertawa. Tara pun hanya menjawab, "B-bukan bu, cuma teman!"

"Cie, temen apa temen!" Ejek Gita menambahkan dan semakin membuat Tara malu.

Begitu kelas bubar, Gideon langsung saja berdiri di depan pintu untuk menjemput Tara. Dia bahkan begitu tak sabar untuk segera bermain berdua bersama satu-satunya perempuan yang dapat menarik perhatiannya.

Tara yang baru keluar kelas pun hanya tersenyum saat melihat Gideon yang tengah berdiri menunggunya di depan kelas, "Gideon! Bikin malu aja, ih!" Seru Tara seraya malu-malu.

"Kok malu? Biarin aja, emangnya ada yang komentar?" Tanya Gideon.

"Ya nggak, tapi kan nggak perlu teriak-teriak kayak tadi!"

Gideon tertawa, "Ya masa teriaknya mau pelan-pelan? Nggak bakal kedengeran dong sama kamu?"

"Apasih, kok kamu-kamuan!"

Gideon mengernyit, "Loh? Nggak boleh?"

"Ya.. Boleh sih."

"Yuk, kita main ke tempat yang indah, banget!"

"Dimana?" Tanya Tara, "Jangan jauh-jauh! Gue kan belum bilang sama mama, apalagi pulangnya kemaleman!"

"Iya, nggak! Nanti biar Gideon yang ngomong sama mama, oke?"

Tara mengangguk tanda mengiyakan ajakan Gideon. Lalu, keduanya pun berjalan berdua menuju parkiran, dimana motor Gideon terparkir. Tara hanya berjalan disamping Gideon tanpa berbicara satu atau dua kata apapun, karena jujur saja Tara akan menjadi seseorang yang pendiam ketika ia berada di dekat laki-laki. Itulah sebabnya, kenapa Tara sulit sekali bergaul dengan laki-laki dan tak pernah mendapatkan pacar yang bisa mengerti kekurangan dirinya.

Tara tidak tahu, apakah Gideon akan bertahan ketika tahu bagaimana Tara sebenarnya? Ataukah akan tetap mengejar-ngejar Tara dan menerima kekurangan Tara? Tara hanya bisa berharap, semoga kali ini kejadian yang sama tak terulang lagi, ia tidak ingin salah menaruh hati kepada laki-laki yang bisa membuatnya jatuh hati.

***

Give me ur vote+comments guys! Thank you!
-Tbc-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KasmaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang