1

5 0 0
                                    


Tapp.!! Tapp.!! Tap.!!

Suara hentakan sepatu ku saat menaiki tangga menuju lantai dua, jam tanganku menunjukan angka 9.40. Nayla Pramudita Hadiningrat, begitulah nama yang disandangkan oleh orang tua ku kepadaku, temen-temen manggil namaku Nana. Aku hanyalah mahasiswa biasa seperti kebanyakan mahasiswa. Bukan aktivis. Nilai –nilaiku biasa saja, IPK terakhirku hanya 3,40. Fakultas ekonomi. Aku pernah belajar biola dan gitar, bukan ahli, hanya sedikit –sedikit saja. Pernah juga belajar beladiri dan pernah jadi anggota club basket kampus sebelum cedera. Aku pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kaki kiriku dioperasi, sejak saat itu aku tak pernah diizinkan ikut jenis olahraga apapun kecuali catur oleh orangtuaku. Bermain musik hanyalah hobi. Kadang–kadang jika ada acara kampus aku diminta untuk turut serta, atau menggantikan teman jika berhalangan manggung dikafe.

"Aku telat.!!" Dalam batin ku, aku berdoa semoga dosennya belum masuk kelas. Aku sedang malas masuk kelas, sedang malas untuk kuliah. Bukan karena ini hari senin, tapi karena hari sebelumnya aku sangat lelah ada kerjaan dan belum tidur semalam. "Fiuuuhh.!!" Aku mengatur nafas didepan pintu kelas sebelum masuk ruangan, dalam hati aku masih berdoa semoga dosennya belum memulai perkualiahan.

"Tokk tokk tokk. Selamat pagi, Bu boleh masuk?" Tanya ku pada dosen yang sedang berdiri didepan kelas. Aku masih terengah-engah.

"Iya, silahkan duduk." Dosen mempersilahkan aku duduk sembari tangan kirinya melambaikan tanda mempersilahkan aku masuk. Aku duduk tepat dibawah kipas angin yang sedang menyala serta lurus sejajar dengan AC yang sedang dalam keadaan on 16 derajat celcius tempat duduk yang sengaja Jejen booking untukku. Aku meletakkan tas ranselku diatas meja dan segera mengeluarkan buku catatan. Aku melihat sudah ada Jejen, Andi, Egi, dan mahasiswa lainnya.

"Je, baru masuk?" tanyaku pada Jejen yang baru saja mengelurkan buku catatannya.

"He'em" jawaban singkat Jejen sambil mengobrak abrik isi doskrip mencari pulpen. "Ohh syukurlah.." batin ku lega. Aku tahu, kalau terlambat semenit saja setelah kelas dibuka resikonya berat, akan jadi bulan-bulanan pertanyaan si dosen selama jam kuliah berlangsung.

"Baik, kelas kita mulai. Selamat pagi semuanya." Si dosen membuka kelas pagi ini."Kemaren sampai sini ya?" Tanya dosen yang sedang membuka slide –slide power point. Dan perkuliah baru lima menit terdengar pintu terketuk. Dosen hanya tersenyum melihat Satrio masuk kelas dan melanjutkan ke slide berikutnya. Sepuluh menit setelah Satrio duduk, tanpa ampun Satrio dihujani pertanyaan–pertanyaan, dosen menguji teori –teori perkuliahan. Karena Satrio mahasiswa terkahir yang terlambat hari itu, ia dan beberapa teman lainnya yang terlambat sebelum Satrio beberapa kali dihujani pertanyaan–pertanyaan dan teori perkuliahan sampai akhir perkuliahan selesai. Beruntungnya Satrio salah satu mahasiswa pintar, ia selalu lolos dari pertanyaan dan bisa menjawab semuanya, mahasiwa lain yang tidak bisa menjawab pertanyaan dosen selama perkuliahan selalu disindir. Sindiran dosen ini yang paling menyebalkan diantara dosen lainnya. Dan hukuman ini yang paling malas aku hadapi.

"Materinya sampai falsafah, maksudnya adalah ...." jawab Satrio dengan tenang. Dosen hanya mengangguk dengan pandangan dan wajah yang sinis mendengar jawaban Satrio. "Oke, kuliah kita akhiri sampai disini. Kita ketemu lagi minggu depan." dosen menyebalkan menutup kuliah pagi ini. Lega rasanya, 3 sks kelar juga.

Satrio menyapaku saat kami berpapasan didepan pintu akan keluar dari kelas. "Ehh Na, mau langsung balik?" tanyanya kepadaku. Selain seorang yang pintar dalam studi Satrio juga seorang altet renang. Ekspresi wajahnya tidak terlalu menunjukkan perasaaannya tetapi pembawaannya tenang. Aku mengenalnya sejak semester 3 lalu, beberapa matakuliah satu kelas dan satu kelompok dibeberapa tugas kuliah.

"Emm.. Gak tau ini anak–anak, aku ikut mereka. Kenapa?" aku tanya balik.

"Gak papa si,tanya aja" senyum manisnya menggantung disana

"Ehh gengs mau kemana kita?" tanya ku pada Jejen, Andi dan Egi bersamaan yang berjalan didepanku dan Satrio.

"Makan yukk? Aku belum sarapan nihh tapi diluar aja" sahut Jejen sambil balik badan. Jejen sahabat baikku dari awal masuk kuliah. Jejen orang yang ceplas–ceplos, terbuka, paling paling rajin dan update masalah kuliah, pinter, punya pacar anak fakultas teknik satu angkatan, orang yang nyambung diajak biacara masalah apa aja. Sahabat terbaikku difakultas.

"Setujuuu" Serentak Egi dan Andi yang juga balik badan. Aku tidak perlu menawarkan pada Satrio, cukup senyum dan mengangkat sedikit bahu tanda aku ikut mereka.

"Emm boleh dehh, lagian tadi enggak sempet sarapan gara-gara keburu masuk kelas." Satrio ikut.

Sampai ditempat makan dengan menu yang sudah dipesen, langsung deh Egi cerita soal gebetan barunya. Egi emang punya tampang yang mumpuni juga lihai dalam merayu wanita, pantas jika gelar 'playboy' disandangnya. Gebetan baru Egi mahasiswa semester satu, katanya sejak ospek Egi udah ngincer mangsanya ini. Denger cerita gimana Egi bikin semua ketawa kemudian Jejen menimpali, "Eh Gi jangan main–main lagi sama anak orang, kasihan loh. Beruntung cowok gue kelakuannya nggak kayak lo hahaa" dan sekali lagi kita tertawa.

Selesai makan tiba-tiba Andi nyletuk "Ehh selasa besok tanggal merah tuh, pada mau kemana? Main yokk?". Andi ini nih orang kalem, sabar, kacamata yang dia pakai tidak terlalu menunjukkan nilai akademik, Andi paling jago kalau disuruh main musik, banyak alat musik yang bisa dia mainkan, tapi paling keren Andi kalau lagi main piano. Aku mengenalnya dan jadi deket dari seorang teman karena menggantikannya manggung dikafe, saat itu temanku berhalangan dan harus segera kerumah sakit, aku manggung dengan Andi. Dari situ aku baru tau bahwa Andi satu fakultas denganku. Andi orang yang romantis. Beberapa bulan lalu Andi baru saja putus dengan pacaranya, entah kenapa.

Satrio dan aku menjawab bersamaan "Emang mau kemana?". Anak-anak yang lain malah ngledek "Ciee ciee barengan jawabnya". Aku langsung diem dan pasang wajah males. Sedang Satrio mengabaikan dan pasang wajah datar. Waktu itu juga pernah obrolan saat diskusi, Jejen dengan Andi menyahut bersamaan dan sontak semua nge-cie cie-in padahal Andi dan Jejen sama–sama udah punya pacar. Entahlah, seperti sebuah kebiasaan. Sekarang Andi udah putus sama pacarnya, entah kenapa, yang jelas Andi bilang putus mereka baik–baik dan kadang–kadang masih komunikasi sampai sekarang.

"Emm nonton aja yukk? Film lagi bagus-bagus lohh.." Jawab Jejen. "Nggak ahh, bosen." saut Egi "Cie bosen. Cie yang abis nonton sama gebetan baru" aku menimpali Egi balas dendam. Andi masih pasang wajah bingung mengharap jawaban pasti. Egi Cuma pasang wajah datar pura –pura nggak denger. Satrio tersenyum.

"Eh, ada pameran lukisan dan beberapa karya seni kayak lukisan sama patung gitu digaleri temen papaku hari selasa besok ini jam 9 dibuka, tempatnya deket alun–alun samping balai kota pas. Gimana? Tawarku, teringat tiket pameran seni yang diberikan papa.

"Boleh tuh, abis itu bisa nongkrong ditaman kota kalo bosen" Jawaban Satrio, dan lainnya mengamini. Wajah Andi berubah cerah seteah mendapat jawaban pasti. 


*bersambung*

belum nemu judulWhere stories live. Discover now