"Kartu merah!""Kartu kuning, please" balasnya memohon.
"No!! ekye shudah bosyan yach, mendhengar alasyan you" jarinya yang lentik dan halus bergerak-gerak, menujuk lawan bicaranya. Ia duduk menyilangkan kedua kakinya.
Hiyyyy!!!! Jijik
"Kali ini ekye ghak akhan luluh laghi sama alasan you" ucap lelaki kemayu itu, memainkan tasnya yang berwarna kuning stabilo, dan baju berwarna merah cabai, sepatu berwarna merah muda dengan aksen pita kecil. Pemandangan yang Membuat Damara sakit mata.
Damara mendengus kesal, berusaha membungkam mulutnya agar tak mengumpat pada bos-lebih tepatnya mantan bos, yang berada di hadapanya. Hampir saja kata Bencong, banci, alay, keluar dari mulutnya,
Lagi, Damara sudah bosan mendengar kata pecat. Kalimat keramat yang berusa ia tahan agar tak terucap oleh bos kemayu-nya, tapi ia malah membuat ulah sampai kata keramat itu masuk ke telinganya.
Setelah menerima amplop berisi gaji terakhirnya, Damara memutuskan pulang ke tempat tinggalnya, kost. Ia membaringkan tubunya ke atas kasur empuk. Ngomong-ngomong soal kejadian tadi siang, sebenarnya itu bukan pertama kalinya, tapi ke-6 kalinya Damara di pecat. Tentu saja di berbeda tempat, padahal Damara sudah berjanji tidak akan menyia-nyiakan pekerjaan-nya lagi.
Alasanya memang kecil, tapi itu menurut dirinya. Damara kebablasan nonton film Dra-kor, sampai dini hari. Alhasil, ia bangun terlambat, dan datang terlambat juga ke tempat kerja. Mungkin jika itu pertama kalinya terlambat pasti Damara di tolelir, tapi sayangnya Damara sudah melebihi 3 kali terlambat.
Damara melangkah menuju balkon, malam ini untungnya bintang tak bersembunyi, mereka bertebaran di langit hitam, indah. Ia mendongkak, menikmati hembusan angin malam yang membelai wajahnya, serta bising suara kendaraan yang saling bersahutan di bawah sana.
"Bunda.."
"Kata orang, kalo kita rindu seseorang cukup liat bintang dan sampaikan rindu kita"
"Bunda...aku rindu..." Damara menatap sala satu bintang yang ada.
---------
Lagu shape of you, mengalun di kedua telinganya. Damara mengangguk-angguk seirama, ia melangkah menuju warung kecil di depan komplek karena di daerah tempat tinggalnya tak ada warung, terpaksa Damara harus berjalan kaki. Demi makan, karena kebetulan stok mie instant habis.
Bukkk
Damara berhenti melangkah. Kalo kalian mengira ia bertubrukan dengan seseorang, kamu salah.
Ia melihat seseorang tercebur ke dalam got, dengan kondisi kaki di atas, kepala di, hm di atas juga. Eh.
Mulutnya menganga, seketika aroma semerebak minyak wangi bunga bangke memasuki hidunya.
ASTAGFIRULLAH!!
Demi beha mimi peri yang terbuat dari batok kelapa.
Sumpah bau banget!
"Hueeekk....papi!!!!" rengeknya sambil menangis tersedu.
Damara melongo mendengarnya, rengekanya terdengar seperti anak kecil. Tapi, kalo diliat-liat umurnya gak jauh beda dari Damara. Dan masalahnya dia cowok.
Tapi kenapa kek anak kecil???
Tak lama kemudian seorang pria paruh baya dengan mimik khawatir sekaligus prihatin menghampiri cowok tadi, dan WHAT THE HELL. Cowok itu di gendong, dan masih nangis.
WOYY KAGAK INGET UMUR APA?
"Cup..cup. Jangan nangis ya tuan...sudah sudah" ucapnya sambil menenangkan, sedangkan cowok tadi nangis kejer.
"Bajunya bau....huaaaa!!!! sepedahnya kotor..." tunjuknya ke arah sepeda berwarna ungu muda yang masih di dalam got.
"Dia jahat!!" ujarnya sambil menatap Damara dengan nyalang, sembari mengusap ingusnya yang keluar.
HAH!!!
KOK JADI GUE???
MAKSUDNYA APA WOY??
"Dia gak bantuin aku, tapi malah diem. Cuma ngeliatin kayak orang bego"
APA? Bego? Sialan!!
"Heh, maksud lo apa ya?" ujar Damara. Mengabaikan tatapan dari pria yang sedang menggendong cowok manja tadi, isyarat seolah menyuruh Damara pergi.
"Kamu jahat, bego" sewotnya.
Damara langsung naik darah. "Woyy--"
"Sudah,sudah mbak..maafkan tuan saya. Maaf, saya permisi dulu" ujar si pria paruh baya itu, sambil pamit dan berlalu.
Damara mendengus, cowok tadi menjulurkan lidahnya dengan mengejek.
Damara balas melotot.
----------------
Iya tau, ceritanya gaje.
Baru pertama ya, bakal next kalo ada yang voment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Babysitter
Short StoryDamara baru saja di pecat, membuatnya harus mendapatkan pekerjaan baru. Tentu saja tidak mudah, bahkan sudah berkali-kali Damara melamar ke berbagai tempat, tapi ia selalu di tolak. Hingga akhirnya, ia di tawari sebuah pekerjaan, yang jauh sekali da...